Berapa Tarif Cukai Minuman Berpemanis Tahun Depan, Ini Kata Kemenkeu

Rahayu Subekti
26 September 2024, 15:16
Sejumlah minuman berpemanis yang dijual di pusat perbelanjaan di Jakarta, Rabu (18/9/2024). Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai berencana untuk mengenakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025.
Fauza Syahputra|Katadata
Sejumlah minuman berpemanis yang dijual di pusat perbelanjaan di Jakarta, Rabu (18/9/2024). Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai berencana untuk mengenakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah berencana menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK pada 2025. Kementerian Keuangan belum memutuskan angka besaran tarifnya. 

"Ini masih dalam proses kajian dan belum diputuskan," kata Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan M Aflah Farobi di acara Media Gathering di Anyer, Banten, Kamis (26/9). 

Tahap akhir akan tergantung pada keputusan pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. "Mengenai tarif dan apa saja yang kena (cukai) masih dalam kajian intensif," ujarnya. 

Yang telah pemerintah tetapkan saat ini adalah target penerimaan cukai MBDK. Tahun ini angkanya mencapai Rp 4,3 triliun dan pada 2025 menjadi Rp 3,8 triliun. 

Angka yang lebih rendah itu, menurut Afiah, karena pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat  menyesuaikan dengan perekonomian. 

Usulan penetapan tarif cukai MBDK muncul dalam kesimpulan rapat kerja Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR dengan Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono. Rapat ini juga dihadiri langsung Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani. 

"BAKN merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK sebesar minimal 2,5% pada 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20%," kata Ketua BAKN Wahyu Sanjaya dalam rapat itu. 

Tarif cukai tersebut bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif konsumsi minuman berpemanis yang tinggi. 

BAKN mendorong pemerintah menerapkan cukai MBDK untuk mengurangi dampak negatif konsumsi dan dan meningkatkan penerimaan negara. 

Menekan Angka Penderita Diabetes

Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan langkah penerapan cukai MBDK sudah tepat. Aturan ini dapat mencegah bertambahnya penderita diabetes.

“Angka penderita diabetes makin tinggi dan ini menyebabkan klaim biaya kesehatan makin besar,” kata Esther. 

Namun, pemerintah juga harus mewaspadai kondisi daya beli masyarakat yang masih turun. "Khawatirnya akan membuat daya beli masyarakat semakin turun," ucapnya. 

Dalam laporan terbaru Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) tahun ini, cukai MBDK dapat memberi dampak ganda yang positif. Karena itu, Health Economics Research Associate CISDI Muhammad Zulfiqar Firdaus mengatakan penerapannya mendesak segera dilakukan. 

“Pemberlakuan cukai MBDK dapat mengurangi angka penderita diabetes melitus tipe 2 dan dapat mencegah potensi 455.310 kasus kematian kumulatif akibat penyakit tersebut dalam sepuluh tahun ke depan,” kata Zulfiqar. 

Jika cukai MBDK diterapkan hingga 20%, konsumsi minuman berpemanis dan gula harian rata-rata dapat turun sebanyak 5,4 gram untuk laki-laki dan 4,09 gram untuk perempuan. Berdasarkan perhitungan pemodelan ekonomi, Zulfiqar menyebut, penurunan angka konsumsi MBDK akan mencegah 253.527 kasus kelebihan berat badan (overweight) dan 502.576 kasus obesitas hingga 2033.

Reporter: Rahayu Subekti
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...