Deflasi 5 Bulan Beruntun Dipicu Penurunan Harga Cabai, Telur dan Ayam

Ferrika Lukmana Sari
1 Oktober 2024, 17:55
deflasi
ANTARA FOTO/Auliya Rahman/foc.
Sejumlah warga membeli sembako saat Gerakan Pangan Murah di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Sabtu (3/8/2024). Gerakan Pangan Murah yang digelar Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Tengah tersebut menjual berbagai kebutuhan pangan seperti beras SPHP, beras premium, bawang, cabai, dan telur di bawah harga pasar sebagai upaya stabilisasi pasokan dan harga pangan.
Button AI Summarize

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan deflasi Indonesia mencapai 0,12% secara bulanan (mtm) pada September 2024. Ini menjadi deflasi lima bulan beruntun karena dipengaruhi oleh penurunan harga pangan.

Tren deflasi telah terjadi sejak Mei 2024 dan terus berlanjut hingga September. Secara historis, deflasi pada September 2024 menjadi terdalam bila dibandingkan bulan yang sama dalam lima tahun terakhir.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan penyebab deflasi dalam lima bulan terakhir karena penurunan harga komoditas bergejolak (volatile food).

“Faktor yang mempengaruhi deflasi atau penurunan harga adalah sisi penawaran. Andil deflasi terutama disumbang oleh penurunan harga pangan,” kata Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/10).

Secara khusus, komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,34%, dengan andil terhadap inflasi umum sebesar 0,21% pada September 2024.

Komoditas utama yang berperan dalam deflasi bulanan yaitu cabai merah sebesar 0,09%, cabai rawit sebesar 0,08%, telur ayam ras dan daging ayam ras masing-masing sebesar 0,02%, tomat, daun bawang, kentang, dan wortel masing-masing sebesar 0,01%.

“Produk hortikultura dan juga produk peternakan beberapa bulan sebelumnya sempat mengalami peningkatan, sekarang turun karena kembali stabil,” kata Amalia.

BPS Tidak Mengaitkan Deflasi dengan Daya Beli

Dia menggarisbawahi angka deflasi yang diperoleh BPS mengacu pada Indeks Harga Konsumen (IHK), di mana faktor yang mempengaruhi adalah biaya produksi hingga kondisi suplai.

Untuk itu, BPS tidak mengaitkan data deflasi dengan dugaan penurunan daya beli masyarakat. “Untuk mengambil kesimpulan apakah ini menunjukkan indikasi daya beli masyarakat menurun, harus ada studi lebih lanjut. Karena daya beli itu tidak bisa hanya dimonitor dari angka inflasi atau deflasi,” ujarnya.

Namun, pihaknya akan mendalami lebih lanjut tren deflasi ini, apakah memang ada kaitannya dengan fenomena daya beli masyarakat atau hanya pergerakan dari sisi penawaran.

“Atau ada upaya stabilisasi harga di pusat dan daerah. Karena intervensi kebijakan untuk menjaga stok itu tentunya akan mempengaruhi gerakan harga pasar yang diterima oleh konsumen,” kata dia.

Di samping komponen bergejolak, komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,04% dengan andil 0,01% terhadap inflasi umum.

Komoditas yang berperan dominan dalam komponen ini adalah bensin, imbas penurunan harga BBM jenis Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina Green 95, Pertamina Dex, dan Dexlite pada 1 September 2024.

Sementara komponen inti mengalami inflasi 0,16% dengan andil 0,10%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen inti adalah kopi bubuk dan biaya akademi/perguruan tinggi.

Adapun berdasarkan wilayah, 24 provinsi mengalami deflasi, dengan deflasi terdalam terjadi di Papua Barat (0,92%), Papua Selatan (0,74%), dan Papua Pegunungan (0,60%).

Sebanyak 14 provinsi lainnya mengalami inflasi, dengan catatan tertinggi di Maluku Utara (0,56%), Papua Barat Daya (0,47%), dan Gorontalo (0,39%).

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...