Keraguan Menko Airlangga Soal Data PHK Nyaris 53 Ribu Orang per September 2024
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian meragukan data jumlah pemutusan hubungan kerja atau PHK yang beredar di masyarakat saat ini. Data tersebut merupakan angka yang tercatat di Kementerian Ketenagakerjaan per September 2024, yang angkanya hampir 53 ribu orang.
Airlangga, yang saat ini merangkap sebagai Pelaksana Tugas Menteri Ketenagakerjaan, mengatakan jumlah tersebut berbeda dengan Dinas Ketenagakerjaan. "Tidak sesuai dengan apa yang disampaikan di masyarakat karena jumlah PHK yang terdaftar di dinas relatif lebih rendah daripada yang disampaikan," katanya di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (3/10).
Selain itu, anggaran untuk jaminan kehilangan pekerjaan atau JKP belum terserap maksimal. Padahal, dana ini seharusnya bisa dimanfaatkan bagi pekerja yang terdampak PHK. "Insentif yang disiapkan sektiar Rp 1,2 triliun tapi pemanfaatannya masih sangat kecil," ujar Airlangga.
Berdasarkan data realisasi klaim JKP dari BPJS Ketenagakerjaan, pada periode Januari-Juli 2024 tercatat mencapai Rp 237,04 miliar. Klaim JKP pada Agustus 2024 sebesar Rp 27,57 miliar.
JKP merupakan jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja atau buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Manfaat yang diberikan kepada pekerja terdampak PHK adalah uang tunai, informasi pasar kerja, pelatihan kerja, dan bimbingan jabatan.
Kementerian Ketenagakerjaan sebelumnya mencatat jumlah pekerja yang terdampak PHK per 1 Oktober 2024 mencapai 52.993 orang. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menyebutkan, penyumbang terbesar angka tahun ini dari sektor manufaktur yang mencapai 24.013 tenaga kerja.
Selain sektor manufaktur, terdapat sektor aktif jasa lainnya mencapai 12.853 tenaga kerja. Lalu, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan total 3.997 tenaga kerja.
Indah menyebut salah satu faktor yang menyebabkan tingginya angka PHK karena ketidakmampuan perusahaan bertahan dalam kompetisi bisnis. Selain itu, kondisi ekspor juga menurun karena situasi ekonomi negara lain kurang bagus.