Struktur Danantara Makin Gemuk, Apakah Bisa Efektif?

Ringkasan
- Presiden Prabowo membentuk Komite Pemantau dan Akuntabilitas Danantara di BPI Danantara melalui Peraturan Pemerintah. Pembentukan komite ini dinilai menimbulkan birokrasi yang berlebihan dan menimbulkan pertanyaan tentang perencanaan awal lembaga tersebut.
- Komite Pemantau dan Akuntabilitas Danantara berpotensi tumpang tindih dengan Dewan Pengawas dan Dewan Penasihat Danantara. Pemilihan petinggi Danantara perlu diperhatikan agar tidak menggerus independensi dan efektivitasnya.
- Pembentukan komite ini bertujuan meningkatkan kepercayaan publik terhadap Danantara dan memastikan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Keberhasilan komite ini bergantung pada pemilihan tokoh independen, profesional, dan berintegritas.

Presiden Prabowo Subianto membentuk struktur baru Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias BPI Danantara. Melalui Pemerintah (Perpres) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola BPI Danantara, Prabowo membentuk Komite Pemantau dan Akuntabilitas Danantara.
Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau Fitra Badiul Hadi menilai, pembentukan komite ini menimbulkan birokrasi yang berlebihan. “Gemuk struktur tapi miskin kontribusi atau tumpang tindih kewenangan,” kata Badiul kepada Katadata.co.id, Rabu (5/3).
Ia menegaskan, transparansi sangat penting bagi pemerintah. termasuk transparansi blueprint pembentukan Danantara. Namun, menurut dia, pembentukan komite ini justru menegaskan sejak awal bahwa ada masalah dalam perencanaan lembaga ini.
“Seharusnya, lembaga besar Danantara memiliki konsep yang jelas, termasuk struktur organisasinya sehingga tidak terkesan tambal sulam,” ujar Badiul.
Secara teori, menurut Badiul, Komite Pemantau dan Akuntabilitas Danantara bisa membantu memperbaiki kinerja. Namun, fungsinya berpotensi tumpang tindih dengan Dewan Pengawas dan Dewan Penasihat Danantara.
“Idealnya dua organ itu yang diperkuat fungsinya dan hal terburuknya bisa membuat semakin tidak jelas peran dan tanggung jawab masing-masing,” kata Badiul.
Badiul menekankan, penting untuk memastikan bahwa pembentukan Komite Pemantau dan Akuntabilitas Danantara bukan untuk mengakomodir kepentingan tertentu. Menurut dia, pemilihan petinggi Danantara sejak awal dinilai banyak pihak tidak jelas.
“Ini bisa menggerus independensi dan efektivitas Danantara itu sendiri,” kata Badiul.
Di balik Pembentukan Dua Komite Baru Danantara
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda melihat ada tujuan tersendiri di balik pembentukan Komite Pemantau dan Akuntabilitas Danantara.
“Saya rasa Prabowo tengah membentuk opini bahwa Danantara merupakan lembaga yang terbuka yang bisa diaudit oleh siapa saja, maka munculah komite ini,” ujar Huda.
Ia mengatakan, pembentukan kedua komite ini juga tak diatur dalam Undang-undang No 1 Tahun 2025 tentang Perubahan ketiga atas UU No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Artinya komite ini bersifat ad hoc dan bisa dibubarkan kapan saja melalui revisi Peraturan Pemerintah,” kata Huda.
Selain itu, menurut dia, Danantara juga telah memiliki dewan pengawas dan komite audit yang tugasnya sama seperti Komite Pemantau dan Akuntabilitas Danantara.
“Saya rasa ini hanya persoalan bagaimana Prabowo menaikan kepercayaan publik pada Danantara,” ujar Huda.
Memastikan GCG Tidak Dilanggar
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan pada dasarnya tata Kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) menjadi syarat mutlak agar danantara sukse.
“Komite Pemantau dan Akuntabilitas Danantara sangat diperlukan sebagai double cover untuk memastikan GCG tidak dilanggar," ujar Wijayanto.
Meski begitu, Wijayanto mengatakan paling penting posisi tersebut harus diisi oleh tokoh-tokoh independen, profesional, dan berintegritas. Tidak boleh diduduki oleh mereka yang memiliki agenda dan afiliasi politik.
Potensi tumpang tindih kewenangan dengan Dewan Pengawas danantara juga bisa terjadi. Namun, Wijayanto mengatakan hal itu tergantung siapa yang nanti akan ditunjuk mengisi posisi komite tersebut.
“Jika ada unsur nepotisme, koncoisme, dan timses-isme, berarti hanya untuk mengakomodasi kepentingan tertentu,” kata Wijayanto.