Poin-poin Ekonomi Kita: Gambaran Prabowo soal Ekonomi RI yang Cerah di Awal 2025


Presiden Prabowo Subianto menerbitkan dokumen Ekonomi Kita yang berisi analisis kondisi ekonomi terkini dan proyeksi masa depan Indonesia. Dalam dokumen ini disebutkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun 2023 menunjukkan kondisi ekonomi yang sangat cerah.
"Buku ini merangkum data ekonomi aktual yang mencerminkan realitas perekonomian hari ini dan menjadi fondasi untuk merancang strategi menghadapi tantangan masa depan serta menangkap peluang yang tersedia," demikian dikutip dalam Ringkasan Eksekutif Buku Ekonomi Kita edisi Maret 2025, dikutip Rabu (25/3).
Buku Ekonomi Kita terdiri dari 108 halaman yang terbagi ke dalam empat bab, sebagai berikut:
Bab I: Realisasi Ekonomi Januari-Maret 2025
Bab ini memberikan gambaran kondisi ekonomi Indonesia yang tumbuh cukup baik pada tahun lalu dengan pertumbuhan yang merata. Seluruh sektor tumbuh positif.
Defisit anggaran dan utang digambarkan terkelola dengan hati-hati. Indonesia disebut menjadi salah satu negara yang memiliki defisit annggaran terendah di G20 dan ASEAN, demikian pula dengan rasio tingkat utang.
Pada bab ini, pemerintah turut menyertakan data-data seperti inflasi yang terjaga, harga pangan yang stabil, dan produksi padi yang meningkat.
Daya beli masyarakat dan kondisi manufaktur digambarkan baik-baik saja. Dokumen Ekonomi Kita mengutip data BI yang menyebutkan masih optimistisnya indeks keyakinan konsumen dan data PMI manufaktur yang masih berada di level ekspansif.
Pemerintah turut memberikan ketahanan Indonesia. Arus modal asing masih masuk di pasar surat berharga negara dan posisi cadangan devisa tercatat paling tinggi sepanjang sejarah.
Data neraca perdagangan yang surplus sejak Mei 2020 dan mencapai US$ 3,12 miliar turut dipamerkan. Demikian pula dengan surplus neraca pembayaran.
Melalui Ekonomi Kita, pemerintah juga ingin menekankan bahwa ekonomi Indonesia jauh dari krisis. Dokumen ini mengutip survei Bloomberg yang menyebut kemungkinan Indonesia mengalami resesi ekonomi sangat rendah, yakni 5%. Indonesia disebut sebagai negara di G20 yang memiliki probabilitas resesi ekonomi paling rendah.
Beberapa data lain yang juga disebutkan dalam dokumen ini adalah pembayaran THR ASN yang mencapai Rp 49 triliun, realisasi pembayaran subsidi listrik Rp 13,6 triliun, hingga penyaluran KUR.
Bab II: Outlook Indonesia April-Juni 2025
Pada bab ini diberikan gambaran kondisi arus mudik dan stimulus Lebaran yang akan menopang perekonomian Indonesia pada kuartal II 2025. Jumlah Pemudik diperkirakan mencapai 146,48 juga orang mendorong perputaran uang mencapai Rp 357 triliun.
Pemerintah juga memaparkan stimulus yang diberikan selama periode Lebaran, yakni diskon harga tike pesawat sebesar 13% hingga 14% dan tarif tol selama 3-5 hari sebelum Lebaran atau 24 hingga 28 Maret 2025 dan 3-6 hari setelah lebaran atau pada 3-5 dan 8-10 April 2025.
Selain itu, program diskon belanja belanja pada 28 Februari–28 Maret 2025 dengan target transaksi Rp 75-77 triliun, BINA Lebaran pada 14 – 30 Maret 2025 dengan target transaksi Rp 30 triliun.
Bab III: Outlook Indonesia Tahun Ini
Bab ini memberikan optimisme terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini yang masih menjadi salah satu yang tertinggi di G20 mengutip sejumlah lembaga asing. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,1%, sedangkan OECD sebesar 4,9%.
Selain itu, dipaparkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan membuka 3 juta lapangan kerja baru. Jika terlaksana dengan baik, menurut dokumen Ekonomi Kita, dampak terbesar MBG adalah penurunan kemiskinan dari 9% ke 8% hingga 5%. Program MBG juga dapat menurunkan kesenjangan 1,4% hingga 4,8%
Pada Bab ini juga dipaparkan implementasi Kegiatan Usaha Bulion (KUB) / Bank Emas yang berpotensi meningkatkan PDB Rp 164,8 triliun dalam beberapa tahun ke depan, serta meningkatkan investasi Rp 111,6 triliun dan konsumsi domestik Rp 261 triliun.
Ada pula penjabaran program pembangunan 3 Juta Rumah per tahun yang akan membuka 4,8 juta lapangan kerja baru, perubahan PP DHE SDA yang dapat meningkatkan likuiditas di dalam sistem keuangan, paket stimulus ekonomi: subsidi/PPn DTP Motor Listrik, dan kerja kabinet didukung upaya pemberantasan korupsi oleh APH.
Bab IV: Outlook Indonesia 5 Tahun
Dalam bab ini, pemerintah menyebutkan sejumlah perjanjian perdagangan bebas yang akan dirampungkan sehingga dapat mengungkit perekonomian, seperti penyelesaian The Comprehensive and Progressive Agreement forTrans-Pacific Partnership (CPTPP), Indonesia-Eurasia Economic Union (I-EAEU CEPA), dan penyelesaian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership (IEU-CEPA).
Selain itu, Indonesia akan merampungkan aksesi ke Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan BRICS+ atau Brazil, Russia, India, China, South Africa +.
Bab ini juga memberikan gambaran penerapan CTAS (Core Tax Administration System) dan rencana investasi oleh BPI Danantara yang akan membuka 8 juta lapangan. Selain itu, ada pula peta jalan hilirisasi yang akan menjadi penopang ekonomi Indonesia dalam 5 tahun ke depan.
Apakah Kondisi Indonesia Saat Ini Seindah Ekonomi Kita?
Kenyataannya, kinerja ekonomi dalam dua bulan pertama tahun ini belum menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Data terbaru impor konsumsi yang baru dirilis Badan Pusat Statistik kian menggambarkan kondisi daya beli masyarakat yang lesu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis Senin (17/3), impor barang konsumsi pada Januari-Februari 2025 turun 14,24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 3,11 miliar. Impor barang konsumsi tak naik meski bulan Ramadan tahun ini datang lebih cepat dan jatuh pada awal Maret 2025.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menjelaskan, penurunan impor menunjukkan daya beli masyarakat yang melemah pada awal tahun ini. Insentif yang diberikan pemerintah berupa diskon tarif listrik selama dua bulan juga hanya bersifat temporer.
"Kelihatannya daya beli masyarakat lemah pada kuartal pertama. Namun secara spasial, daya beli masyarakat di luar Jawa, terutama tertolong tingginya harga minyak sawit, cokelat, dan kopi," ujar David kepada Katadata.co.id pada pertengahan bulan
Selain pengaruh daya beli, menurut dia, impor barang konsumsi yang turun juga disebabkan oleh aktivitas para importir yang menumpuk persediaan barang pada akhir tahun untuk mengantisipasi kenaikan PPN. "Walaupun akhirnya kenaikan PPN tidak jadi," kata dia.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies atau Celios, Nailul Huda menilai, lemahnya daya beli masyarakat juga terlihat dari data indeks keyakinan konsumen (IKK) dari Bank Indonesia yang melambat meski masih ekspansi pada dua bulan pertama tahun ini.
Bank Indonesia melaporkan, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi pada Februari 2025 turun dari 127,2 pada bulan sebelumnya menjadi 126,4. Penurunan terutama terjadi pada indeks ekspektasi konsumen meski masih berada di level optimistis.
"Saya melihat kondisi ekonomi kita dalam alarm bahaya. Terutama setelah melihat kinerja penerimaan pajak yang anjlok di Januari dan Februari,” kata Huda.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 hanya Rp 316,9 triliun, turun 20,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu Rp 400,36 triliun.
Penerimaan perpajakan yang mendominasi pendapatan negara turun sekitar 25%. Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan perpajakan hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp 240,4 triliun, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 320,6 triliun.
Kinerja paling parah terjadi di penerimaan pajak. Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan pajak pada Februari 2025 mencapai Rp 187,8 triliun, turun 30,19% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Ini terdapat penurunan dari penerimaan pajak yang cukup signifikan. Dampaknya, saya bisa bilang pada kekuatan pemerintah untuk menstimulus perekonomian,” ucap Huda.
Dengan semakin berkurangnya stimulus perekonomian, Huda menilai akan semakin sulit bagi pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat mungkin membaik pada Maret dan April karena adanya pembayaran tunjangan hari raya atau THR. Namun, daya beli masyarakat akan memburuk setelahnya.
“Dampaknya akan terasa di kuartal II dan III, kondisi ini cukup berbahaya bagi ekonomi di semester II. Penerimaan negara juga bisa tambah turun jadi kekuatan pemerintah untuk menstimulus ekonomi juga terbatas,” ujar Huda.