Prabowo Respons Tarif Impor Trump, Ingatkan Indonesia Harus Berdiri Sendiri


Presiden Prabowo Subianto memberikan respons soal kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Prabowo mengatakan, kebijakan itu membuat benyak negara menjadi cemas termasuk Indonesia yang terkena tarif impor 32%.
"Apa yang terjadi sekarang, goncangan-goncangan dunia akibat negara ekonomi yang terkuat membuat kebijakan peningkatan tarif yang begitu tinggi kepada banyak negara, ini bisa menimbulkan ketidakpastian dunia, banyak negara yang cemas," kata Prabowo dalam acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia, Selasa (8/4).
Menurut Prabowo, sejak dahulu para pendiri bangsa menekankan bahwa perekonomian Indonesia harus bisa berdiri sendiri agar tidak bergantung pada kebijakan jajaran negara adidaya.
"Pendiri-pendiri bangsa kita dari sejak dahulu dan termasuk saya, bertahun-tahun saya sudah ingatkan mari kita bangun ekonomi kita dengan sasaran berdiri di atas kaki kita sendiri," kata Prabowo.
Landasan Ekonomi RI
Prabowo memaparkan strategi ekonominya yang disebut “transformasi bangsa”. Ia menyatakan bahwa strategi tersebut disusun terbuka dan bisa diakses publik, dengan landasan Pancasila dan UUD 1945.
“Ekonomi kita berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Harus mengandung persatuan Indonesia, kita tidak mau jual kekayaan kita dengan murah. Semua tujuannya persatuan Indonesia," katanya.
Ia juga memperingatkan agar kekayaan alam Indonesia tidak dijual kepada pihak asing asing. “Kita tidak boleh sembarangan menjual tanah dan kekayaan alam. Kedaulatan ada di tangan rakyat,” katanya.
Mencari Pasar Ekspor Alternatif
Pemerintah sepakat mencari pasar ekspor alternatif setelah AS menerapkan tarif ekspor sebesar 32%. Langkah ini dinilai memungkinkan karena nilai ekspor Indonesia ke AS tak jauh berbeda dengan negara lainnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mencatat, nilai ekspor ke AS mencapai US$ 26 miliar per tahun, menjadi terbesar kedua setelah Cina yang mencapai US$ 60 miliar. Nilai ini juga tidak jauh berbeda dengan India, yang mencapai US$ 20 miliar.
"Amerika bukan satu-satunya pasar yang kami usahakan, maka kami bisa mengantisipasi kenaikan tarif ini. Dengan data tersebut, tentu kami bisa membuka pasar lain di luar Amerika Serikat," kata Airlangga dalam kesempatan yang sama.
Airlangga menghitung nilai kontribusi ekspor ke AS hanya sekitar 17% dari total ekspor nasional. Dengan demikian, 83% nilai ekspor Indonesia berasal dari negara lain.
Salah satu pengembangan pasar yang disampaikan Airlangga adalah Uni Eropa, lewat penyelesaian perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Menurutnya, saat ini hanya ada satu isu yang belum tuntas, yakni terkait transparansi perdagangan.
"IEU-CEPA bisa selesai dengan satu regulasi, yang akan diumumkan Presiden Prabowo Subianto dalam waktu dekat," ujarnya. Namun ia tidak merinci isi dari regulasi tersebut.
Airlangga juga menyebut peraturan yang sama dapat menjadi jalan keluar dalam menyelesaikan perjanjian dagang bilateral dengan AS. Meski begitu, ia memberi sinyal pemerintah lebih memilih mengembangkan pasar di Eropa.
"Pasar Uni Eropa besar, sekitar Rp 16,6 triliun. Mayoritas ekspor produk makanan dan minuman serta tekstil dan produk tekstil ada di Eropa, bukan Amerika Serikat," kata Airlangga.
Selain Uni Eropa, pemerintah juga membuka peluang pasar lewat keanggotaan Indonesia di dua blok ekonomi internasional yaitu Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) dan BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan).