Hadapi Tarif Trump, BI Diprediksi Tahan Suku Bunga untuk Stabilkan Rupiah


Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) April 2025 pada siang ini. Sejumlah ekonom memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,75% pada bulan ini.
“BI diperkirakan akan mempertahankan BI-Rate pada level 5,75%. Ini menunjukkan kebijakan moneter yang pro-stabilitas, karena BI lebih mengutamakan stabilitas nilai tukar,” ujar Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede kepada Katadata.co.id, Rabu (23/4).
Menurut Josua, keputusan ini akan diambil di tengah tingginya ketidakpastian global akibat perang dagang, tekanan inflasi dari kebijakan tarif Amerika Serikat, dan volatilitas pasar keuangan internasional. Pasar mewaspadai kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump.
“Dengan mempertahankan suku bunga, BI berupaya menjaga daya tarik aset dalam negeri dan mencegah capital outflow yang bisa memperlemah rupiah secara signifikan," katanya.
Capital outflow adalah keluarnya dana investasi dari dalam negeri ke luar negeri, karena faktor ketidakpastian atau imbal hasil yang lebih menarik di negara lain. Kondisi ini bisa melemahkan rupiah karena meningkatnya permintaan terhadap mata uang asing.
Ketidakpastian Global Masih Tinggi
Josua juga menyoroti kondisi global dalam jangka pendek dan menengah yang masih diliputi ketidakpastian. Hal ini mendorong investor bersikap hati-hati dan memilih aset yang lebih aman.
Menurut Josua, defisit transaksi berjalan Indonesia juga berpotensi melebar seiring kebijakan pemerintah yang pro-pertumbuhan dan peningkatan impor.
“Jika suku bunga diturunkan, ada risiko tekanan pada defisit transaksi berjalan akan meningkat dan pada akhirnya bisa mengganggu stabilitas eksternal, terutama jika ekspor ikut melemah karena perang tarif global,” ujarnya.
BI Hadapi Tekanan Besar pada Nilai Tukar
Pandangan serupa disampaikan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI). Peneliti makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan saat ini BI menghadapi tekanan besar dari sisi nilai tukar.
“Meski inflasi terkini masih di bawah rentang target BI, tekanan deflasi yang terjadi saat ini bersifat sementara pasca berakhirnya program subsidi diskon listrik pada Februari lalu,” kata Riefky.
Ia menilai, tekanan terhadap rupiah kemungkinan masih akan berlanjut dalam beberapa bulan mendatang seiring dengan ketidakpastian global yang terus meningkat.
“Mempertimbangkan kondisi tersebut, BI kemungkinan belum memiliki ruang untuk memangkas suku bunga karena hal itu justru bisa menambah tekanan terhadap rupiah,” ujar Riefky.
Ia pun menilai BI sebaiknya tetap menahan suku bunga acuannya di level 5,75% dan fokus pada upaya intervensi untuk menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah.