Neraca Perdagangan Migas Masih Defisit, Pemerintah Dorong Kemandirian Energi
Indonesia mencatatkan surplus perdagangan selama 61 bulan beruntun pada Mei 2025 dan masih ditopang komoditas nonmigas. Data Badan Pusat Statistik mengungkapkan untuk perdagangan migas justru tercatat defisit.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan neraca perdagangan komoditas migas masih defisit US$ 1,55 miliar. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah.
“Kalau Presiden (Prabowo Subianto) meminta agar program kemandirian energi bisa dilaksanakan agar defisit ini dapat kami kurangi,” kata Airlangga di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (2/7).
Ia memastikan kinerja neraca perdagangan RI masih positif. BPS mencatat nilai ekspor Mei 2025 mencapai US$ 24,61 miliar atau naik 9,68% dibanding ekspor Mei 2024. Sedangkan nilai impor mencapai US$ 20,31 miliar atau naik 4,14% dibandingkan Mei 2024.
Surplus Neraca Dagang Didorong Komoditas Nonmigas
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan surplus neraca perdagangan RI masih ditopang surplus komoditas nonmigas yang mencapai 5,83 US$ miliar. Dengan penyumbangnya, yaitu lemak dan minyak hewani atau nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.
Lemak dan minyak hewan atau nabati menyumbang surplus sebesar US$ 12,44 miliar. Lalu bahan bakar mineral menyumbang surplus US$ 11,51 miliar serta besi dan baja mencapai US$ 7,53 miliar.
Untuk neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit US$ 1,55 miliar. Defisit pada sektor migas disebabkan oleh tingginya impor hasil minyak dan minyak mentah.
BPS merinci komoditas komoditas mesin dan peralatan mekanis menyumbang defisit sebesar US$ 10,76 miliar. Lalu disusul mesin dan perlengkapan elektrik mencapai US$ 4,53 miliar. Selain itu juga plastik dan barang dari plastik senilai US$ 3,13 miliar.
