Komdigi Buru Jejak Digital Bandar Judol RI, Modus Terbaru Pakai Pulsa dan Kripto

Andi M. Arief
5 Agustus 2025, 16:25
Komdigi
Katadata
Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Komdigi, Teguh Arifiyadi dalam Katadata Policy Dialogue di Jakarta Selasa (5/8).\\
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap evolusi praktik perjudian daring (judol) yang kian canggih. Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Komdigi Teguh Arifiyadi mengatakan pemerintah bahkan harus ikut bermain judol demi mendapatkan informasi penting, terutama nomor rekening milik para bandar.

Ia menjelaskan, nomor rekening milik bandar judol sebelumnya tercantum langsung di situs judi. Namun kini, rekening tersebut hanya dapat diakses setelah pemain menang dan ingin menarik dana kemenangan.

"Dulu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sering menginformasikan bahwa ada pegawai kami yang bermain judol akibat ini. Kini kami selalu membuat surat pernyataan saat melakukan patroli situs judol," kata Teguh dalam Katadata Policy Dialogue, Selasa (5/8).

Modus dan Skema Terbaru Para Bandar

Komdigi mencatat, sudah ada 25.000 rekening yang dilaporkan ke PPATK dan ditindaklanjuti dengan penutupan. Teguh menyebutkan, perubahan strategi ini adalah bagian dari evolusi sistemik para bandar judol.

Tak hanya soal rekening, pola deposit juga berubah. Jika sebelumnya dilakukan lewat transfer tunai, kini bergeser ke pembelian pulsa, bahkan sudah mulai menggunakan mata uang kripto.

Selain itu, situs-situs judol juga mengalami perubahan teknis. Dulu berbasis domain konvensional, kini banyak yang menggunakan basis gambar untuk menyulitkan pelacakan otomatis pemerintah.

“Penyelenggara judol juga melakukan riset dan pengembangan untuk menghindari intervensi pemerintah,” kata Teguh.

6,8 Juta Situs Diblokir, Partisipasi Publik Meningkat

Teguh mencatat, jumlah situs judol yang diblokir melonjak tajam. Jika sepanjang 2017–2023 hanya sekitar 800 ribu situs yang diblokir, kini jumlahnya menembus 6,8 juta hanya dalam tiga tahun terakhir.

Menurut Teguh, lonjakan disebabkan oleh tiga faktor utama. Pertama, minimnya intervensi pemerintah pada periode 2017 hingga 2023 yang membuat situs-situs judol lebih leluasa berkembang.

Kedua, meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan, yang terlihat dari jumlah laporan situs judol yang kini bisa mencapai 200 ribu laporan per bulan. Ketiga, adanya pengembangan infrastruktur dan teknologi patroli digital milik pemerintah yang kini bekerja lebih efektif.

Kini, Komdigi melakukan patroli siber selama 24 jam nonstop, dibagi ke dalam tiga shift kerja setiap hari.

Meski blokir terus dilakukan, Teguh menilai upaya menutup situs judol tidak akan efektif selama ada permintaan dari masyarakat. Oleh karena itu, Teguh mendorong agar bahaya judol dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan agar anak-anak bisa paham risikonya sejak dini.

“Pendekatannya bukan dengan pidana, tapi edukasi soal risiko sosialnya. Harapannya, anak-anak bisa mengabaikan iklan judol saat menelusuri dunia maya,” ujar Teguh.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...