Beban Bunga Utang Era Prabowo Makin Bengkak, Tembus Rp 1.433 Triliun di 2026
Institut for Development of Economics and Finance (Indef) menilai beban utang pemerintah akan semakin membengkak pada 2026. Beban tersebut mencakup pembayaran pokok utang jatuh tempo dan bunga utang.
Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef Riza Annisa Pujarama mengungkapkan kewajiban utang pemerintah pada 2026 diperkirakan mencapai Rp1.433 triliun.
“Utang ini lebih tinggi dibandingkan tahun ini,” ujar Riza dalam Diskusi Publik Indef, Senin (18/8).
Rincian kewajiban utang:
2026: Utang jatuh tempo Rp 833 triliun + bunga utang Rp 599,4 triliun → total Rp 1.433 triliun
2025: Utang jatuh tempo Rp 800,3 triliun + bunga utang Rp 552,1 triliun → total Rp 1.352,4 triliun
Dengan demikian, kewajiban utang pemerintah naik sekitar Rp 81 triliun dari 2025 ke 2026.
Tingginya kewajiban pembayaran utang pemerintah ini dinilai membutuhkan perhatian khusus. “Utang memang boleh, memang semua negara juga melakukan utang tapi kita perlu lihat lagi biaya berutangnya,” ujar Riza.
Menurut Riza, kondisi tersebut membuat Indonesia perlu berhati-hati dalam melakukan pembiayaan. Meski rasio utang Indonesia masih berada di level 39,9% dan jauh lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat yang sudah menembus 100%, skala ekonomi dan kemampuan membayar utang Indonesia jelas berbeda dengan Negeri Paman Sam.
Beban bunga utang yang hampir menyentuh Rp600 triliun pada 2026 porsinya kian besar. “Rp600 triliun ini sebenarnya bisa membiayai makan bergizi gratis (MBG), serta mendukung sejumlah belanja prioritas pemerintah. Makanya, opportunity cost dari beban bunga utang itu sangat tinggi untuk negara kita,” ujar Riza.
Di sisi lain, pemerintah berkomitmen menjaga pembayaran bunga utang tetap efisien. Kebijakan pengelolaan utang akan dijalankan secara prudent, terukur, dan berbasis manajemen risiko.
Dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, pemerintah menegaskan akan mengutamakan sumber pembiayaan yang efisien. Struktur portofolio utang juga akan dioptimalkan, baik dari sisi tenor maupun instrumen, guna menekan volatilitas biaya akibat perubahan suku bunga pasar.
