PTUN Bantah Tutut Soeharto Cabut Gugatan ke Menkeu Purbaya
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membantah bahwa putri Presiden RI ke-2 Soeharto, Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana atau Tutut Soeharto telah mencabut gugatan hukum terhadap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Pejabat Humas PTUN Jakarta Febriana Permadi menegaskan pihaknya hingga kini belum menerima informasi resmi terkait pencabutan gugatan tersebut.
"Belum ada informasi lebih lanjut terkait pencabutan gugatan. Karena masih tahap pemanggilan para pihak," kata Febriana kepada Katadata.co.id, Kamis (18/9).
Dengan belum adanya informasi pencabutan, agenda pemeriksaan persiapan tetap akan dilaksanakan pada Selasa, 23 September 2025, pukul 10.00 WIB.
Sebelumnya, Purbaya menyatakan bahwa gugatan tersebut telah dicabut. “Saya dengar sudah dicabut barusan dan Bu Tutut kirim salam sama saya, saya juga kirim salam sama beliau,” kata Purbaya saat ditemui di Gedung DPR, Kamis (18/9).
Meski demikian, Purbaya enggan memastikan apakah pencabutan gugatan tersebut berarti persoalan hukum sudah sepenuhnya selesai.
Pemeriksaan Digelar Tertutup
Febriana menjelaskan pemeriksaan tersebut akan digelar secara tertutup. Hingga saat ini, pengadilan belum dapat membeberkan substansi gugatan yang diajukan Tutut.
Ia pun enggan berkomentar apakah gugatan ini berkaitan dengan pencegahan ke luar negeri dalam rangka pengurusan piutang PT Citra Mataram Satriamarga Persada (CMSP) dan PT Citra Bhakti Margatam Persada (CBMP) yang terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Acara pemeriksaan persiapan terhadap gugatan tersebut belum dimulai. Sehingga kami belum bisa mendapat keterangan lebih lanjut terkait hal tersebut,” ujar Febriana.
Febriana menambahkan, pengadilan telah melayangkan panggilan kepada kedua belah pihak, baik penggugat Tutut Soeharto maupun tergugat Menteri Keuangan Purbaya.Namun agenda pemeriksaan pada 23 September mendatang masih sebatas tahap persiapan.
Penjelasan Kemenkeu
Sebelumnya, Tutut resmi melayangkan gugatan hukum terhadap Purbaya hanya empat hari setelah pelantikan dirinya sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani. Gugatan tersebut diajukan pada Jumat (12/9) dan teregistrasi di PTUN Jakarta dengan Nomor Perkara 308/G/2025/PTUN.JKT.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, mengaku pihaknya belum menerima pemberitahuan resmi dari pengadilan terkait gugatan tersebut.
“Sampai saat ini kami belum menerima surat terkait hal tersebut,” kata Deni saat dikonfirmasi, Kamis (18/9).
Berdasarkan informasi di laman resmi PTUN Jakarta, perkara ini masih berstatus tahap pemeriksaan persiapan. Majelis hakim yang akan menangani terdiri dari seorang hakim ketua dan dua hakim anggota, tetapi identitas mereka belum dipublikasikan.
Kasus ini diperkirakan akan menjadi sorotan publik lantaran Purbaya baru saja menjabat Menkeu dan langsung menghadapi gugatan dari keluarga Cendana.
Sengketa BLBI hingga Pelarangan ke Luar Negeri
Isi gugatan Tutut tercantum dalam laman internal SIPP PTUN Jakarta. Sengketa ini terkait Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia (KMK) Nomor 266/MK/KN/2025 tanggal 17 Juli 2025 tentang pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Siti H. Hardiyanti Hastuti Rukmana dalam rangka pengurusan piutang negara. KMK ini diterbitkan saat Kementerian Keuangan masih dipimpin Sri Mulyani Indrawati.
“Bahwa tergugat telah menyatakan penggugat sebagai penanggung utang PT Citra Mataram Satriamarga Persada dan PT Citra Bhakti Margatama Persada karena diklaim memiliki utang kepada negara atas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)," tulis poin (2) dalam gugatan Tutut tersebut.
Akibat KMK tersebut, Tutut tidak dapat bepergian ke luar negeri. Ia menilai keputusan itu merugikan dirinya dan mencederai kepentingan hukumnya. “Padahal, klaim utang negara tersebut kepada penggugat adalah tidak berdasar atas hukum,” tulis gugatan tersebut.
Tutut menyatakan Menteri Keuangan telah melakukan perbuatan pelanggaran hukum. Ia juga meminta pengadilan membatalkan KMK Nomor 266 Tahun 2025 itu yang menjadi dasar pelarangan dirinya ke luar negeri. Selain itu, ia juga memohon PTUN Jakarta untuk mencabut KMK Nomor 266 Tahun 2025 dan memfasilitasi agar dirinya dapat bepergian ke luar negeri.
“Mewajibkan, menghukum, atau memerintahkan tergugat dalam hal ini Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk mencabut, menghapus, atau mengeluarkan nama penggugat dari basis data pencegahan bepergian ke luar negeri," tulis gugatan tersebut.
Permintaan ini dimaksudkan agar pencabutan dilakukan paling lama 14 hari sejak putusan diucapkan atau berkekuatan hukum tetap.
