DPR Tagih Subsidi BBM-Listrik, Purbaya Sebut Sudah Dibayar ke PLN dan Pertamina
Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mukhamad Misbakhun menagih Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait pembayaran subsidi dan kompensasi 2024 kepada sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) seperti PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Menurutnya, hingga kini dana tersebut belum diterima sepenuhnya.
“Saya beri kesempatan kepada Menteri Keuangan, bagaimana pengelolaan subsidi dan kompensasi ini, dan realisasinya. Karena banyak sekali Pak, beberapa dari mereka kompensasi 2024 belum dibayar,” kata Misbakhun dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Kementerian Keuangan, Selasa (30/9).
Misbakhun juga menyoroti alokasi subsidi pada 2025 yang menurutnya belum sepenuhnya dijalankan, padahal anggarannya sudah dialokasikan pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, Purbaya mengaku heran dengan adanya tagihan tersebut.“Merespons sedikit terhadap tadi klaim BUMN bahwa beberapa ada yang subsidinya belum dibayar pada 2024, saya sudah konfirmasi sama tim kami di sini. Untuk 2024 subsidinya sudah dibayar penuh, termasuk kompensasinya,” ujar Purbaya.
Ia menegaskan pembayaran subsidi dan kompensasi terakhir kali dilakukan pada Juni 2025 untuk Pertamina dan PLN. Namun, ia juga mempertanyakan mengapa dana tersebut belum tercatat masuk di kedua BUMN tersebut.
“Jadi harusnya sudah clear semua, saya nggak tahu kenapa belum masuk ke rekening mereka. Mungkin kita cek nyangkut-nya di mana di mereka. Tapi di tempat kami sudah kami kirim,” katanya.
Perlu Proses Verifikasi
Purbaya mengakui, pembayaran subsidi dan kompensasi memang membutuhkan proses verifikasi yang memakan waktu. Hal ini menyebabkan pembayaran bisa terlambat hingga beberapa bulan.
“Jadi yang tiga bulan pertama dan kedua tahun ini sudah dibayarkan. Yang 2024 sudah dibayarkan semua,” ujarnya.
Namun untuk kuartal IV 2025, pembayaran akan digeser ke awal tahun depan karena masih menunggu proses verifikasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Meski demikian, Purbaya menegaskan bahwa pembayaran subsidi dan kompensasi tetap dianggarkan pada tahun yang sama, yakni 2025. “Jadi bukan dibayar tahun berikutnya, tetapi tetap dibayarkan sesuai dengan peraturan yang ada. Kita harus mengikuti ketentuan, termasuk dari BPK,” ujar Purbaya.
Meski begitu, Purbaya mengakui proses pembayaran yang terlalu lama, bahkan bisa mencapai empat hingga lima bulan. Ia berjanji akan mempercepat proses agar ke depan lebih efisien.
“Kedepan mungkin akan kita perbaiki itu prosesnya secepat mungkin sehingga satu bulan setelah diajukan, kita bisa keluarkan uangnya,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, nilai subsidi dan kompensasi pada 2025 mencapai Rp 479 triliun. Angka ini terdiri dari subsidi energi Rp 183,9 triliun, subsidi non energi Rp 104,3 triliun, dan kompensasi Rp 190,9 triliun.
Sementara pada 2024, nilainya lebih besar, yakni Rp 502 triliun. Rinciannya meliputi subsidi energi Rp 177,6 triliun, subsidi non energi Rp 115,1 triliun, dan kompensasi Rp 209,3 triliun.
