Ini Alasan Ekonomi Vietnam Melesat 8,23%, Tinggalkan RI yang Stagnan di 5%
Ekonomi Vietnam melaju kencang di kuartal III 2025. Di tengah ketidakpastian global dan tarif dagang tinggi dari Amerika Serikat (AS), negeri itu justru menorehkan pertumbuhan 8,23%, atau jauh di atas Indonesia yang stagnan di level 5%.
Pemerintah Vietnam mampu meredam dampak dari kebijakan tarif perdagangan 20% yang ditetapkan oleh Presiden AS Donald Trump. Negara ini tetap mampu meningkatkan pertumbuhannya dari 7,96% pada kuartal II 2025.
Pertumbuhan ekonomi Vietnam juga melampaui ekspektasi analis. Berdasarkan estimasi, ekonomi Vietnam pada periode tersebut diperkirakan hanya tumbuh 7,15%.
“Ini adalah pertumbuhan kuartalan tertinggi sejak 2011, tidak termasuk lonjakan pada tahun 2022 karena pemulihan pasca pandemi Covid-19,” ujar Menteri Keuangan Nguyen Van Thang dalam pernyataan resmi pemerintah, Minggu (5/10).
Manufaktur dan Ekspor Jadi Kunci Pertumbuhan
Dikutip dari Bloomberg, Thang menyebut sektor manufaktur sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan, sektor tersebut mampu tumbuh 10% dan menjadi motor ekspansi ekonomi pada kuartal III 2025.
Produksi industri secara keseluruhan meningkat, dengan manufaktur naik 9,92% dalam sembilan bulan pertama tahun 2025 dibandingkan tahun sebelumnya, menurut data Kantor Statistik Nasional Vietnam.
“Sektor manufaktur tumbuh karena perusahaan mempercepat produksi menjelang batas waktu penerapan tarif AS,” kata Kepala Kantor Statistik Nasional Vietnam, Nguyen Thi Huong.
Selain manufaktur, industri pertambangan juga pulih dengan pertumbuhan 9,8%. Di sisi lain, sektor jasa tumbuh 8,54% pada kuartal III 2025, turut memperkuat laju ekonomi nasional.
Negara yang sangat bergantung pada ekspor ini tetap optimistis bisa mencapai target pertumbuhan 8,3%–8,5% hingga akhir tahun, meskipun menghadapi tekanan dari kebijakan tarif AS.
Sepanjang Juli–September 2025, nilai ekspor Vietnam naik 18,4% dibanding periode yang sama tahun lalu, menjadi US$ 128,57 miliar.
Thang menegaskan pemerintah akan terus meningkatkan investasi dan konsumsi domestik, serta mengembangkan sumber pertumbuhan ekonomi baru. “Hal ini termasuk teknologi dan transformasi digital,” tulis pernyataan resmi pemerintah Vietnam.
Ekonomi Indonesia Masih Stagnan di Level 5%
Berbeda dengan Vietnam, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stagnan di kisaran 5%. Sejumlah lembaga memperkirakan hingga akhir 2025, ekonomi nasional tidak akan jauh dari level tersebut, bahkan berisiko di bawah target pemerintah 5,2%.
Laporan PIER Economic Review: Semester I 2025 menyebut pemerintah perlu menggenjot belanja negara agar target pertumbuhan bisa tercapai.
“Pemerintah dapat merespons dengan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan stimulus tepat sasaran, agar konsumsi dan investasi domestik kembali bergerak,” ujar Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede.
Josua memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 hanya akan mencapai 4,8% hingga 5,0%. Hal ini seiring ketidakpastian global dan perang dagang yang mendorong pelaku usaha menunda investasi.
Lembaga internasional pun memberikan proyeksi serupa. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4,8% pada 2025, naik sedikit dari proyeksi sebelumnya 4,7%.
Sementara Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) menilai pelonggaran kebijakan moneter bisa membantu.
“Pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut dan investasi publik yang kuat diharapkan dapat mendukung perekonomian Indonesia,” tulis OECD Economic Outlook, yang memperkirakan pertumbuhan 4,9% pada 2025 dan 2026.
Adapun Asian Development Bank (ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia menjadi 4,9%, dari sebelumnya 5,0%. ADB menilai ketidakpastian perdagangan global akibat tarif resiprokal AS menjadi faktor utama yang menekan prospek pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia dan Pasifik, termasuk Indonesia.
