Banyak Penyelewengan Anggaran Bikin Purbaya Belum Mau Naikkan TKD

Rahayu Subekti
20 Oktober 2025, 13:45
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Rabu (15/10).
Katadata/Rahayu Subekti
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Rabu (15/10).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan alasan belum mau menaikan anggaran transfer ke daerah. Padahal sejumlah gubernur dari berbagai provinsi telah mendesaknya untuk mengubah kebijakan TKD.

“Sebenarnya kalau saya mau (bisa) naikin. Cuma pemimpin di atas masih ragu dengan kebijakan itu karena mereka bilang sering diselewengkan uang di daerah,” kata Purbaya  dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025, Jakarta, Senin (20/10). 

Karena itu, ia meminta para setiap kepala daerah bisa memperbaiki tata kelolanya. Begitu juga yang paling penting yaitu penyerapan anggaran.

Purbaya menyebut, dalam periode dua kuartal ke depan akan melakukan evaluasinya. Ia mengharapkan penyerapan anggaran para pemerintah di daerah bisa bagus tanpa ada penyelewengan sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Nanti akhir kuartal pertama menjelang triwulan kedua, saya bisa hitung berapa uang yang saya bisa tambah untuk TKD. Tapi dengan syarat tadi tata kelolanya sudah baik,” ujarnya.

Jika hasil evaluasi buruk, maka tidak bisa mengajukan penambahan TKD. “Tapi kalau kami punya bukti bahwa sudah bagus semua, harusnya nggak ada masalah kami naikkan,” kata Purbaya.

Kementerian Keuangan bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR  sebelumnya telah menyepakati penambahan alokasi TKD 2026 sebesar Rp 43 triliun, dari semula Rp649,995 triliun menjadi Rp692,995 triliun.

Meski naik dari usulan awal, angka tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan alokasi 2025 yang mencapai Rp919 triliun. Pemangkasan itu menimbulkan keresahan di daerah, karena berdampak pada kemampuan fiskal untuk membiayai belanja rutin dan pembangunan infrastruktur.

KPK Catat Kinerja Buruk Pemerintah Daerah

Purbaya mengungkapkan Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK juga masih mencatat kinerja buruk pemerintah daerah. Khususnya dalam tiga tahun terakhir.

“Masih banyak kasus di daerah. Suap audit BPK di Sorong dan Meranti, jual-beli jabatan di Bekasi, sampai proyek fiktif BUMD di Sumatra Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai,” ujar Purbaya.

Tak hanya itu, dalam Survei Penilaian Strategis 2024 skor nasional baru 71,53 yang berarti di bawah target 74. Hampir semua pemerintah daerah masuk kategori rentan alias zona merah.

Purbaya mengungkapkan KPK mencatat sumber risikonya masih berkaitan dengan jual beli jabatan, gratifikasi, dan intervensi pengadaan. “Kalau itu nggak diberesin, semua program pembangunan bisa bocor di tengah jalan,” ujarnya.  

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...