Rupiah Terancam Melemah, Tertekan Sentimen Global dan Risiko Inflasi RI
Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Bloomberg, Selasa (4/11), rupiah dibuka di level Rp 16.719 per dolar AS, melemah 43 poin atau 0,26% dibandingkan penutupan sebelumnya.
Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra mengatakan, penguatan dolar AS masih berlanjut setelah indeks dolar menyentuh level psikologis 100.
“Indeks dolar AS terlihat menyentuh lagi level 100 pagi ini, menguat. Level yang belum pernah disentuh lagi sejak 1 Agustus 2025,” kata Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (4/11).
Ia menjelaskan, sejak pengumuman kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed) pada Oktober 2025, ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga lanjutan menurun signifikan.
“Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed turun dari 94% ke kisaran 65%. Pasar meragukan The Fed akan memangkas suku bunga lagi tahun ini, sehingga ini mendorong penguatan dolar AS,” ujar Ariston.
Selain faktor eksternal, kondisi domestik juga turut menekan nilai tukar rupiah. Ariston menilai kebijakan fiskal dan moneter pemerintah yang masih longgar menjadi beban tambahan bagi stabilitas rupiah, meski neraca perdagangan Indonesia masih mencatat surplus.
“Potensi pelemahan rupiah ke level Rp 16.680 per dolar AS, dengan support di sekitar Rp 16.600 per dolar AS pada hari ini,” tambahnya.
Senada, Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana juga memperkirakan pelemahan rupiah masih berlanjut. “Kemungkinan rupiah melanjutkan pelemahan ke level Rp 16.690 per dolar AS,” ujar Fikri.
Menurut Fikri, pergerakan rupiah dipengaruhi oleh sentimen positif dari data ekonomi AS dan tekanan dari dalam negeri.
“Pelemahan rupiah ini dipicu oleh membaiknya data S&P Global Manufacturing AS, sementara dari dalam negeri ada risiko inflasi yang meningkat dan penurunan surplus neraca perdagangan pada September 2025,” kata Fikri.
