Ekonom Beberkan Dampak Purbaya Effect dan Guyuran Rp 200 Triliun ke Himbara

Rahayu Subekti
13 November 2025, 16:49
Purbaya
Katadata/Fauza Syahputra
Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip menyampaikan paparan pada acara Katadata Policy Dialogue, Ekonomi Tumbuh 5,04%: Bagaimana Prospek 2026? di Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

 

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi dilantik pada 8 September 2025. Meski baru menjabat sekitar dua bulan, Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip menilai Purbaya Effect sudah mulai terasa di perekonomian.

“Sudah terasa Purbaya Effect, tapi memang masih terbatas karena pada kuartal III dia baru menjabat dua minggu,” kata Sunarsip dalam acara Katadata Policy Dialogue di Jakarta, Kamis (13/11).

Menurut Sunarsip, dampak paling nyata terlihat dari likuiditas perbankan. Setelah dilantik, Purbaya menempatkan dana Rp200 triliun di sistem perbankan. Langkah ini mendorong penyaluran kredit tumbuh dari 6,96% pada Agustus menjadi 7,2%.

“Pertumbuhan kredit itu sebagian besar masih ditopang oleh debitur BUMN. Dari 1,69% naik menjadi 10,04%,” ujar Sunarsip.

Ia menilai, tanpa tambahan kredit yang merupakan bagian dari Purbaya Effect, pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 kemungkinan tak akan mencapai 5,04%.

“Mungkin tanpa ini, pertumbuhan ekonomi kuartal III tidak bisa di atas 5%. Itu sebabnya saya bilang Purbaya Effect sudah bekerja,” katanya.

Realisasi Serapan Dana Rp 200 Triliun

Kementerian Keuangan mencatat, dana pemerintah senilai Rp200 triliun yang ditempatkan di bank-bank milik negara (Himbara) telah banyak terserap untuk pembiayaan kredit. Dana tersebut baru disalurkan pada 12 September 2025.

“Realisasinya cukup menggembirakan. Yang terjadi bukan hanya penambahan likuiditas, tetapi juga penurunan biaya dana karena bunga penempatan pemerintah lebih murah dibandingkan cost of fund bank,” kata Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu, di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (9/10).

Febrio menjelaskan, bunga penempatan dana pemerintah di bank mengacu pada remunerasi pemerintah di Bank Indonesia, yakni 80% dari suku bunga acuan BI (4,75%), atau sekitar 3,8% per tahun.

Sementara itu, rata-rata cost of fund bank-bank besar nasional berkisar 4,5%–5,5%, tergantung struktur pendanaan masing-masing. Dengan begitu, dana pemerintah menjadi sumber likuiditas yang efisien dan menurunkan tekanan biaya bunga sektor perbankan.

Berikut realisasi penyerapan uang pemerintah di perbankan per Oktober 2025:

  1. Bank Mandiri (Rp 55 triliun): Terserap 74%
  2. Bank Rakyat Indonesia (Rp 55 triliun): Terserap 62%
  3. Bank Negara Indonesia (Rp 55 triliun): Terserap 50%
  4. Bank Tabungan Negara (Rp 25 triliun) Terserap 19%
  5. Bank Syariah Indonesia (Rp 10 triliun): Terserap 55%

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...