Purbaya Bahas Penyesuaian Bea Keluar Dampak Program B50
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah membahas nasib bea keluar terkait pelaksanaan program B50. Menurutnya, negara berpotensi mengurangi pendapatan dari ekspor minyak sawit mentah atau CPO agar program tersebut berjalan pada tahun depan.
Purbaya mengatakan, penyesuaian bea keluar CPO akan melihat kesiapan program tersebut secara keseluruhan. Walau demikian, dia mengatakan, pemerintah bersedia mengurangi pendapatan negara dari pajak ekspor CPO agar program B50 terlaksana.
"Pasti akan ada jalan keluar terkait pajak ekspor CPO untuk pelaksanaan B50. Kami sudah mendiskusikan terkait bea keluar CPO, namun belum akan dinaikkan dalam waktu dekat," kata Purbaya di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu (26/11).
Pemerintah mengenakan dua jenis pungutan dalam ekspor CPO, yakni bea keluar dan pungutan ekspor. Bea keluar merupakan pajak progresif terhadap nilai ekspor CPO yang masuk ke kas negara. Sedangkan pungutan ekspor diambil berdasarkan persentase harga CPO untuk mendanai program biodiesel.
Purbaya mengatakan, pemerintah bersedia mengalokasikan dana hasil bea keluar untuk mendukung program biodiesel. Namun pemerintah belum menentukan apakah bea keluar CPO akan dikerek untuk mendukung program biodiesel pada tahun depan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM menyatakan penentuan cakupan kewajiban program B50 akan memperhatikan harga minyak sawit mentah. Hal tersebut dinilai penting agar pemerintah dapat menjaga keberlanjutan program biodiesel nasional.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan peningkatan campuran CPO dari 35% menjadi 40% dalam solar, mengakibatkan selisih harga CPO dan solar semakin tinggi. Pada 2023, selisih harga CPO dan solar Rp 900 per liter, dan semakin melebar menjadi Rp 3.000 pada 2024.
Pemerintah berkomitmen menutupi selisih harga tersebut melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan agar dapat dijangkau masyarakat. Eniya mengatakan, selisih harga CPO dan solar sempat mencapai Rp 6.200 per liter saat pemerintah mengumumkan rencana program B50.
"Kalau selisih antara harga CPO dan harga solar makin tinggi, dana yang dikelola BPDP bisa kebobolan karena pembengkakan biaya. Karena itu, kami akan memperhitungkan selisih ini dalam menjalankan program B50," kata Eniya dalam Indonesia Palm Oil Conference 2025, Kamis (13/11).
Direktur Eksekutif Oil World Thomas Mielke memprediksi kenaikan harga CPO global jika program B50 diimplementasikan. Menurutnya, harga CPO akan menyentuh US$ 1.300 per ton jika peningkatan campuran CPO ke solar naik dari saat ini sebesar 40% menjadi 50%.
Mielke menilai pemerintah Indonesia sangat mungkin berusaha mengendalikan harga CPO di pasar global melalui kebijakan fiskal. Sebab, pemerintah Indonesia pernah menghentikan ekspor sekitar sebulan untuk menjaga pasokan minyak goreng domestik pada 2022.
