Foto: Kisah Petani Pengolah Limbah Pelepah
Deretan pohon pinang dewasa tertancap rapi di Teluk Kulbi, Jambi. Seorang pria paruh baya terlihat kelelahan memunguti lembaran limbah pelepah di bawahnya. Dengan topi hitam di kepala dan sebuah parang di pinggang, dia berjalan kulu kilir dari kebun ke rumah.
Satu per satu lembaran pelepah itu menggunung jua dalam penampungan. Sebuah tempat yang juga difungsikan sebagai bengkel produksi briket miliknya.
Guntoro (57), begitu dia disapa, bapak dua anak ini adalah salah satu anggota Kelompok Tani Rengas Lestari di Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjungjabung Barat, Provinsi Jambi. Kelompok ini secara mandiri dan bersama-sama sejak 2020 telah mulai mengolah limbah pelepah menjadi wadah, yang sebagian besarnya dijadikan produk serupa piring.
Dalam perjalanannya, pembuatan piring dari limbah pelepah itu mulai mendapatkan beberapa tantangan. Selain masih menyisakan limbah, tak semua produksi piring terbentuk sempurna.
Ada yang rupanya tak mirip, lingkarannya tak teratur, dan beberapa alat untuk mencetak rusak. "Sementara, jumlah pelepah yang terkumpul makin hari makin bertambah,” kata Guntoro.
Kendala dalam proses itu yang kemudian memaksa Bapak penyuka seni itu memutar otak. Tak terhitung berapa kali dia mencari ide di laman YouTube.
Salah satu yang menarik minatnya adalah pembuatan briket. “Dari situlah, saya coba-coba. Beberapa kali gagal. Namun saya coba terus, sampai bertemu takaran yang pas,” katanya.
Saat ini Kelompok Tani Rengas Lestari memiliki 15 anggota yang merupakan petani dan sekaligus pemilik kebun pinang dengan total lahan mencapai 15 hektare lebih. Mereka menghasilkan sedikitnya 1 ton sampah pelepah.
Suami dari Martinah itu menceritakan, proses pembuatan briketnya masih dilakukan secara tradisional. Pelepah yang gugur dipungut secara manual untuk dijemur dan ditampung. Lalu dibakar tak sempurna, dijemur lagi dan ditumbuk.
Setelahnya, pelepah siap diolah dengan campuran beberapa bahan. Lalu dicetak menggunakan alat seadanya dan dijemur kembali sampai mengeras.
Untuk memproduksi 1 ton briket, diperlukan sedikitnya 3 ton pelepah. Saat ini, Guntoro menjual briket produksinya dengan harga Rp 20 ribu per kilogram.
Guntoro menjamin, kualitas briket buatannya bisa bersaing dengan produksi briket daerah lain. “Kita hanya kalah dari segi bentuk dan kepadatan karena masih menekan dengan tangan dan memotong dengan alat seadanya. Soal daya tahan, aroma asap, dan debu pembakaran, saya bisa jamin,” ujarnya.
Foto dan Teks : Wahdi Septiawan
Editor : Fanny Octavianus