Target Produksi Migas 2030 akan Dongkrak Emisi Karbon, Apa Solusinya?
Pemerintah menetapkan target produksi migas, yakni 1 juta barel minyak dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030, untuk memenuhi kebutuhan energi nasional yang akan terus meningkat. Di saat yang sama, pemerintah juga memiliki target penurunan emisi karbon yang ambisius.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) Alue Dohong mengatakan target produksi migas tersebut akan menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca. Pasalnya sektor energi masih menjadi produsen gas rumah kaca terbesar di dunia.
Meski demikian, hal tersebut masih belum dapat dikalkulasikan dalam inventory nasional karena kurangnya data. Untuk menyeimbangkan target produksi migas dengan penurunan emisi gas rumah kaca, beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah.
Seperti menerapkan teknologi-teknologi ramah lingkungan di industri hulu migas. "Misalnya seperti penerapan operasional gas yang sudah di desain dengan teknologi zero gas flaring," kata dia dalam acara IPA Convex 2021 'The New Landscape of Oil and Gas Investment in Indonesia', Rabu (1/9).
Kemudian penerapan teknologi untuk pengambilan dan penyimpan karbon dioksida (CO2) alias carbon capture and storage (CCS) dan carbon capture, utilization, and storage (CCUS). Teknolgi CCUS dinilai sangat penting bagi industri migas.
Teknologi pembangkit bersih memiliki kontribusi yang cukup besar dalam penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia pada 2020, simak databoks berikut:
Selain untuk mengembangkan lapangan migas yang mengandung CO2 tinggi, teknologi ini juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi migas. Pemerintah juga akan menerapkan regulasi mengenai perdagangan karbon untuk menekan tingkat emisi.
"Ini bisa digunakan untuk mengurangi emisi atau kita bisa memberikan sertifkasi pengurangan emisi dan itu bisa dijual di pasar karbon," ujarnya.
Menurut dia selama ini KLHK telah bekerja sama dengan Kementerian ESDM untuk memastikan target tahunan pengurangan emisi tercapai. Di samping itu pihaknya juga bersinergi dengan kebijakan di sektor energi.
Bahkan Kemenkeu juga secara aktif mengeluarkan kebijakan fiskal untuk mendukung penurunan target emisi. Misalnya seperti green bond atau sukuk hijau dan pengembangan untuk REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation.
"Kami menyiapkan untuk pendanaan di sektor energi. Ketiga Kementerian ini bekerja sama dalam hal ini," katanya.