Menteri ESDM: BBM Premium akan Hilang Secara Alami Diganti Pertalite
Kepastian rencana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium hingga kini belum menemukan titik terang. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan konsumsi BBM jenis Premium sebenarnya terus menyusut. Jadi, tanpa dihapuskan pemerintah, BBM beroktan rendah ini akan hilang dengan sendirinya.
"Premium itu kalau di Jawa cuma ada 0,3% dan saya rasa dengan natural ini akan tergantikan oleh Pertalite. Ini alami kok, masyarakat sendiri yang memutuskan," katanya dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2021 Dan Rencana Kerja Tahun 2022, Rabu (12/1).
Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga telah memastikan Premium belum dihapuskan dari pasaran. Kepastian itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 yang diteken Presiden pada 31 Desember lalu.
Dalam Pasal 3 Perpres tersebut, jenis bensin RON 88 alias Premium bisa didistribusikan ke seluruh wilayah penugasan. Sedangkan areal distribusinya adalah seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Padahal dalam aturan sebelumnya, wilayah penugasan berada di semua provinsi kecuali DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali.
Dalam Pasal 21, RON 88 diberlakukan sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan sejak 1 Juni 2021 sampai ditetapkan oleh Menteri terkait. Sedangkan Badan Pengatur melakukan verifikasi volume BBM tersebut.
Namun dalam Perpres baru tersebut Jokowi memberi kewenangan kepada Menteri ESDM untuk menetapkan perubahan Jenis BBM Khusus Penugasan. Pasal 21C menyebutkan bahwa menteri menyusun peta jalan bahan bakar minyak yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Meski tak secara langsung menyatakan akan menghapus Premium sebagai BBM Khusus Penugasan dan menggantinya dengan Pertalite, Arifin tengah merumuskan jalan keluar agar ongkos produksi Pertalite yang selama ini selisih harga keekonomiannya ditanggung oleh Pertamina.
Untuk diketahui, Premium saat ini termasuk dalam Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang harga jualnya diatur pemerintah, sama seperti solar subsidi. Karena merupakan BBM penugasan, maka Pertamina tidak perlu menanggung selisih harga keekonomian. Berbeda dengan Pertalite yang selisih harga keekonomiannya saat ini ditanggung Pertamina.
"Jadi, kan gini yang namanya Pertalite itu kan 50% Pertamax dan Premium. Nah, kalau yang Pertamax itu kan pada harga saat ini tidak disubsidi. Tapi dengan harga minyak yang tinggi, ongkos produksinya gak cukup kan. Nah ini lagi dirumuskan gimana mau dicarikan jalan keluar," kata dia.