Profil Smelter Tembaga Freeport yang Ditargetkan Beroperasi Mei 2024
PT Freeport Indonesia terus mengebut pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga Manyar di Kawasan Java Integrated Industrial Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur. Pemerintah telah memberikan tenggat waktu penyelesaian proyek ini pada Desember 2023.
Tenggat waktu tersebut tercantum di dalam Izin Usaha pertambangan Khusus (IUPK) Freeport yang tertulis bahwa jangka waktu penyelesaian Smelter Gresik paling lambat 5 tahun sejak IUPK itu diterbitkan pada Desember 2018.
Konstruksi fisik smelter dengan nilai investasi mencapai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 47 triliun (asumsi nilai tukar Rp 15.700 per dolar AS) ini harus selesai pada akhir tahun ini. Kemudian target operasi awal pada Mei 2024, dan berlanjut dengan operasi secara komersial pada Desember 2024.
"Hingga akhir Agustus sudah 75% dan bulan Mei (2024) bisa mulai beroperasi," kata Presiden Direktur PTFI Tony Wenas di sela acara Katadata Sustainable Action for the Future Economy (SAFE) 2023 di Grand Ballroom Kempinski Hotel, Jakarta, pada Selasa (26/9).
Smelter Manyar akan menjadi smelter dengan sistem satu jalur atau single line terbesar di dunia, yang menjadi salah satu ujung tombak kebijakan hilirisasi yang dicanangkan pemerintah. Smelter baru Freeport ini juga akan menjadi bagian penting dari ekosistem kendaraan listrik yang sedang dikembangkan di Indonesia.
Syarat Perpanjangan Izin Operasi hingga 2041
Smelter Manyar berdiri di atas lahan seluas 100 hektare (Ha) yang terletak di Kawasan JIIPE, Gresik, Jawa Timur, yang dikelola oleh PT AKR Corporindo Tbk (AKRA). Smelter ini merupakan wujud komitmen PTFI untuk mematuhi persyaratan yang terdapat dalam IUPK.
Pada 2018 PTFI telah menerima IUPK dari pemerintah untuk memperpanjang masa operasinya di wilayah pertambangan mineral Grasberg hingga 2031. Dalam IUPK tersebut, disebutkan bahwa PTFI memiliki hak perpanjangan operasi hingga 2041, dengan salah satu syaratnya harus membangun smelter baru.
Smelter Manyar adalah smelter kedua PTFI setelah pada 1996 PTFI membangun smelter peleburan tembaga pertama di Indonesia, yang kini dikenal dengan nama PT Smelting Gresik.
Smelter pertama tersebut dibangun sebagai wujud kepatuhan PTFI terhadap Kontrak Karya II (izin operasi PTFI pada 1991-2018) yang mewajibkan seluruh pemegangnya melakukan proses pengolahan/pemurnian di dalam negeri.
"Kedua fasilitas smelter PTFI ini adalah bentuk nyata komitmen serta keseriusan perusahaan dalam mendukung program hilirisasi nasional," tulis Freeport dikutip dari laman resminya.
Smelter ini memiliki kapasitas pengolahan 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Hasil pengolahan Smelter Manyar akan ditambahkan dengan kapasitas pengolahan smelter yang telah beroperasi, PT Smelting, dengan kapasitas pengolahan 1 juta ton per tahun.
Dengan demikian, setelah Smelter Manyar beroperasi, PTFI akan mampu mengolah 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi 900 ribu ton katoda tembaga dengan rincian 600 ribu ton dari smelter Manyar dan 300 ribu ton dari smelter PT Smelting.
Smelter Manyar juga menghasilkan produk sekunder berupa lumpur anoda untuk pemurnian emas dan perak; asam sulfat untuk memproduksi pupuk; gipsum dan kerak tembaga untuk produksi semen dan beton; serta telurida tembaga yang berguna untuk semikonduktor, aplikasi optik dan pelapisan untuk pembangkit listrik tenaga surya.
Freeport juga membangun fasilitas desalinasi air laut untuk memasok kebutuhan air smelter dan pelabuhan untuk bongkar muat hasil produksi.
Proyek ini disebut akan menyerap total 11.000 tenaga kerja, denga 98% merupakan pekerja Indonesia. Dalam proses pembangunan smelter ini, ada tantangan tersendiri karena lahan yang sebelumnya berupa rawa. Ini menjadi tantangan karena perlunya proses pemadatan tanah.
Terkendala Pandemi Covid-19
Freeport memulai pengembangan Smelter Manyar pada 2018 setelah menerima perpanjangan IUPK. Namun peletakan batu pertama baru dilakukan pada 12 Oktober 2021 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pada akhir 2018, perkembangan proyek ini telah mencapai 2,5%. Kemudian pada Februari 2019 naik menjadi 3,86%. Disebutkan bahwa progres pembangunan akan meningkat signifikan jika telah memasuki tahap konstruksi.
Namun pada akhir 2019, pandemi Covid-19 mulai melanda dunia, hingga pada akhirnya pada Maret 2020 kasus pertama Covid-19 diidentifikasi di Indonesia. Selama sekitar dua tahun lamanya pemerintah menerapkan berbagai kebijakan pembatasan untuk mencegah virus ini meluas.
Mulai dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), hingga pada Juni 2023 pemerintah mencabut status pandemi Covid-19, digantikan dengan dimulainya masa endemi.
Berbagai kebijakan pembatasan Covid-19 tersebut berdampak pada tersendatnya proyek-proyek smelter, termasuk smelter Manyar milik Freeport. Di dalam IUPK tertulis jangka waktu penyelesaian smelter paling lambat 5 tahun sejak IUPK itu diterbitkan pada Desember 2018, sehingga penyelesaian pembangunan maksimal Desember 2023.
"Pandemi Covid-19 terjadi, sehingga kami mengajukan perpanjangan kepada pemerintah akibat keadaan kahar yang menjadi keterlambatan selama 1 tahun," kata Tony beberapa waktu lalu dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Senin (27/3).
Akibat pembatasan-pembatasan Covid-19, konstruksi smelter berjalan sangat. Pada Juni 2021, PTFI menyampaikan bahwa progres konstruksi baru mencapai 7% di antaranya penyelesaian fase Front-End Engineering Design (FEED), dimulainya detail engineering, dan kemajuan di penguatan atau persiapan lahan.
Setahun kemudian, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan bahwa progres pembangunan smelter Freeport sudah mencapai 34,9% per akhir Juni 2022 dengan total biaya yang dikeluarkan hingga saat itu mencapai US$ 1,15 miliar.
Arifin menjelaskan, pada Juni 2022 sudah terdapat 10.500 titik tiang pancang serta berlangsung pula pengecoran (concrete pouring) untuk fondasi struktur.
Kemudian pada Juli 2022 progres pembangunan fisik smelter tembaga ini telah mencapai 39,9% dengan total serapan biaya sekitar US$ 1,2 miliar. Ada pun pekerjaan concrete sudah hampir mencapai 10% dengan penyerapan 98% tenaga kerja Indonesia.
Pada Maret 2023, progres pembangunan sebesar 61,5%, kemudian pada bulan berikutnya yakni April 2023, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan capaian progres pembangunan smelter tembaga baru di kawasan tersebut bertambah 4% menjadi 65%.
Pada 20 Juni 2023, larangan ekspor mineral mentah yang menjadi amanat Undang-Undang Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) mulai berlaku. Seharusnya, Freeport sudah tidak bisa lagi mengekspor konsentrat tembaga.
Namun pemerintah memberikan relaksasi kepada PTFI dan empat perusahaan pertambangan mineral lainnya untuk bisa terus melakukan ekspor mineral mentah hingga Mei 2024.
Empat perusahaan tersebut yaitu PT Amman Mineral Nusa Tenggara untuk komoditas konsentrat tembaga, PT Sebuku Iron Lateritic Ores perusahaan pemurnian mineral besi, PT Kapuas Prima Citra untuk komoditas timbal, dan PT Kobar Lamandau Mineral sebagai perusahaan yang bergerak di pertambangan komoditas seng.
Penunjukan lima perusahaan tersebut didasari oleh tingkat kemajuan fasilitas pemurnian yang telah mencapai 50% pada Januari 2023. Akan tetapi, perpanjangan izin ekspor ini dapat dicabut jika pembangunan smelter tidak menunjukkan kemajuan yang diharapkan.
Kini, hingga Agustus 2023, progres konstruksi Smelter Manyar dilaporkan telah mencapai 76%. Baik pemerintah maupun Freeport optimistis konstruksi dapat selesai akhir tahun ini.
Di saat yang sama PTFI bisa terus melakukan ekspor konsentrat tembaga, meski ekspor sempat terhenti beberapa waktu lantaran terkendala regulasi yang menjadi dasar hukum relaksasi atau perpanjangan masa izin ekspor hingga Mei 2024.