Kiat Bos Sritex Memenangi Kompetisi Tekstil Global Pascapandemi

Happy Fajrian
14 Desember 2020, 18:58
industri tekstil, produk tekstil, sritex
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.
Pekerja menyelesaikan pembuatan sarung di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (9/11/2020). Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat mencatat, sebanyak 19.089 pekerja dari 460 perusahaan tekstil telah terkena PHK sedangkan yang dirumahkan mencapai 80.138 pekerja dari 983 perusahaan.

Industri tekstil termasuk salah satu sektor yang terkena dampak pandemi covid-19. Di saat yang sama, produk tekstil buatan Indonesia mendapat persaingan yang sangat kuat di pasar global, salah satunya dari produk tekstil Vietnam dan Tiongkok.

Untuk menghadapi persaingan tersebut, Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex Solo, Iwan Setiawan Lukminto memiliki beberapa kiat agar tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri bisa memenangi persaingan di tingkat global.

Menurut Iwan, produk tekstil Indonesia sudah sejak lama memiliki pesaing kuat di tingkat regional Asia Tenggara, dan di Asia, salah satunya dengan Tiongkok.

“Sebetulnya saat ini kita par (setara) dari sisi biaya produksi. Cost disana mahal, di sini juga sama. Jadi masih bisa bersaing. Kuncinya adalah bagaimana menambah produksi di dalam negeri ini lebih bervariasi lagi,” ujarnya dalam sebuah webinar, Senin (14/12).

Iwan menjelaskan, dengan menambah variasi produk tekstil dan juga menambah jumlah produsennya, biaya logistik akan menjadi lebih efisien. Ini lantaran pembeli (importir) produk tekstil dari negara lain bisa membeli beragam jenis produk tekstil di Indonesia sehingga dengan sendirinya menurunkan biaya logistik.

“Pembeli dari luar negeri bisa membeli disini. Semuanya ada. Ini angan-angan saya bagaimana kita bisa mempunyai varian kain tekstil yang banyak di Indonesia. Seperti kebaya, itu banyak impornya, kenapa tidak dibuat di Indonesia?” ujarnya.

Oleh karena itu investasi di dalam negeri harus digenjot untuk sektor-sektor yang berorientasi ekspor, namun dengan tetap memaksimalkan potensi pasar dalam negeri yang masih sangat besar dan belum tergarap sepenuhnya.

“Ini harus menjadi peluang bagi Indonesia untuk mendorong investasi di dalam negeri untuk tujuan ekspor nantinya,” kata Iwan.

Menurut data Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi), kinerja perdagangan luar negeri tekstil dan produk tekstil sempat mencatatkan rekor terburuknya sepanjang sejarah pada 2018.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...