OJK: Keberhasilan Bursa Karbon RI Kunci Penting Dekarbonisasi Dunia
Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan perdagangan karbon melalui bursa karbon akan dimulai pada 26 September 2023. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menilai keberhasilan bursa karbon Indonesia merupakan kunci keberhasilan dekarbonisasi global.
Menurut dia, hal ini lantaran tidak ada tempat lain di dunia yang memiliki potensi sebesar yang dimiliki Indonesia dalam mengurangi emisi karbon. Oleh karena itu, sebelum perdagangan karbon dimulai, OJK fokus pada peningkatan kapasitas bersama seluruh stakeholder terkait.
“Saya melihat dan kami menghitung secara global kalau Indonesia tidak berhasil melakukan langkah-langkah itu (perdagangan karbon), maka kita tidak bisa terlalu optimis bahwa dunia akan bisa berhasil,” ujarnya dalam Seminar Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Karbon di Jambi, Senin (18/9).
Dia juga mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara teratas yang menentukan apakah dunia akan sanggup mengatasi upaya penurunan emisi karbon yang sangat penting ini. “Kita bukan bangsa yang ada di bawah, tapi justru salah satu yang paling atas,” ujarnya.
Selain melalui keberhasilan ekosistem perdagangan karbon melalui bursa karbon, Mahendra mencontohkan terdapat tiga langkah lain yang dapat dilakukan Indonesia agar menjadi pemain utama dalam pengurangan emisi karbon di dunia.
Pertama, Mahendra memberi contoh restorasi gambut yang sedang dilakukan di Tanjung Jabung Timur, Jambi untuk dimanfaatkan kembali menjadi lahan pertanian. Menurutnya, program tersebut perlu digalakkan lebih luas di berbagai wilayah Indonesia sebagai wujud komitmen terhadap Nationally Determined Contribution (NDC).
Kedua, pemerintah beserta para pemangku kepentingan (stakeholder) harus bersinergi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. Hal itu dikarenakan kesejahteraan masyarakat dari segi sosial dan ekonomi juga menjadi bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
“Ini adalah basis dari yang disebut Triple Bottom Line dari pembangunan berkelanjutan, peningkatan kesejahteraan sosial, pertumbuhan pembangunan ekonomi, dan menjaga serta membangun lingkungan hidup yang kemudian elemen dari itu adalah aspek hijaunya,” ujarnya.
Ketiga, Mahendra mengimbau kebijakan-kebijakan keberlanjutan lingkungan dan ekonomi perlu diterapkan di seluruh wilayah Indonesia, tak hanya di Jambi tanpa meninggalkan aspek profitabilitas.
“Karena ada istilahnya the most sustainable project in the world has to be profitable in the same time, kalau tidak, maka justru keberlanjutannya menjadi persoalan,” kata dia.