Aktivis Minta Pemerintah Tegas Soal Hilangnya Habitat Gajah Sumatra

Rena Laila Wuri
19 Januari 2024, 14:50
Ilustrasi habitat gajah
ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/YU
Mahout (pawang) menuntun gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) menyebrang sungai di Taman Wisata Alam Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, Kamis (20/4/2023).
Button AI Summarize

Koalisi Indonesia Memantau mengungkapkan populasi gajah Sumatra dan habitatnya semakin terancam. Mereka mendesak pemerintah melakukan upaya-upaya penyelamatan terhadap habitat gajah Sumatra agar binatang tersebut tidak terancam punah.

Koalisi Indonesia Memantau terdiri atas beberapa lembaga diantaranya Yayasan Kanopi Hijau Indonesia, Auriga Nusantara, WALHI, dan Greenpeace Indonesia. Ketua Yayasan Kanopi Hijau Indonesia Ali Akbar menyatakan pemerintah melakukan pembiaran terhadap perusakan hutan yang membuat habitat gajah Sumatra semakin sempit. 

Hal ini harus segera diperbaiki dengan penegakan hukum yang tegas. “Kita menemukannya siapa atau apa yang menyebabkan proses kerusakan ini begitu kuat dan masif. Dari perjalanan ini, kami melihat ada proses pembiaran [negara],” kata Ali dalam Rilis Kajian: Merambah Rumah Gajah, yang disiarkan Youtube Auriga Nusantara, Kamis (18/1).

Ia mengatakan hutan yang menjadi habitat dari gajah Sumatra semakin kritis. Hal itu setidaknya tergambar dari kondisi habitat gajah yang berada di tutupan hutan alami Bentang Alam Seblat, Bengkulu.

“Kami melakukan proses pemantauan yang lebih intensif di lapangan sejak 2017. Laju kerusakan (hutan) di wilayah (habitat gajah) yang kami temukan mencapai 20.000 hektare,” kata Ali. 

Ali menuturkan selama dua tahun terakhir, kerusakan habitat gajah bertambah lagi menjadi 28.000 hektare di wilayah kantong hutan alami Bentang Alam Seblat. Kondisi tersebut akhirnya membuat "rumah" gajah Sumatra di Bengkulu semakin hilang. Karena habitat gajah semakin terdesak, hal itu tentu menjadi ancaman nyata kepunahan bagi spesies tersebut.

“Setelah tahun 2015-2016, gajah Sumatra tidak bisa lagi pulang ke istananya, ke rumah utamanya yang disebut sebagai Taman Wisata Seblat dan gajah-gajah tersebar di kantong mereka yang sangat luas,” ujarnya.

Ali menegaskan kondisi ini terjadi karena proses pembiaran yang sudah berlarut-larut tidak ditangani. “Sempat saya berdiskusi dengan komunitas lainnya terkait proses perusakan di kawasan hutan. Mereka mengatakan (pelanggaran kerusakan hutan) yang sudah lama juga dibiarkan. Itu menjadi semacam trigger,” kata Ali.

Para perusak hutan harus ditindak tegas sehingga mereka jera. “Kalau (perusakan hutan) itu diselesaikan oleh negara, ini akan menjadi satu nilai baik untuk memberikan efek jera. Selain itu, memberikan hambatan terhadap tindakan-tindakan yang selama ini terjadi secara terus-menerus di wilayah Bentang Alam Seblat,” ujarnya.

Ali megatakan Bentang Alam Seblat merupakan satu-satunya rumah gajah Sumatera di Provinso Bengkulu. “Setelah di kabupaten lain seperti Kabupaten Kaur dan Kabupaten Bengkulu Selatan itu habis, gajahnya tidak ada lagi,” ujarnya.

Ia menuturkan fakta di lapangan mengungkapkan di Bengkulu itu kasus kematian gajah tidak pernah terungkap. “Tidak pernah masuk ke dalam sampai proses persidangan apalagi divonis bersalah, tidak pernah. Di tempat yang lain mungkin ada tapi di Bengkulu tidak ada,” kata Ali.

Populasi Gajah di Taman Wisata Alam Seblat Turun Drastis

Ali mengatakan ada penurunan populasi gajah secara drastis di kawasan Taman Wisata Alam Seblat. “Berdasarkan informasi yang kita dapat populasi gajah turun secara drastis. Jumlahnya tidak lebih dari sekitar 47 ekor gajah liar di 2017,” kata Ali.

Padahal, sebelum 2017 berdasarkan strategi rencana aksi konservasi gajah, jumlah spesies itu sekitar 150 ekor. “Jadi, jauh sekali angkanya. Terdapat penurunan drastis dan gajah itu besar jadi kalau pasti akan sulit bersembunyi,” ujarnya.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Koalisi Indonesia Memantau memberikan sejumlah rekomendasi, antara lain:

a. Mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) untuk melakukan pemeriksaan lapangan dan menghukum Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang mengabaikan tugas sehingga mengakibatkan perambahan Taman Wisata Alam Seblat.

b. Meminta BKSDA Bengkulu menindak kejahatan kehutanan yang terjadi di Taman Wisata Alam Seblat.

c. Meminta Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK mengusut kasus pembangunan kebun sawit dalam kawasan hutan.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...