Desakan Transisi Energi Nonfosil Global dan Implikasinya ke Indonesia

Sampe L. Purba
Oleh Sampe L. Purba
21 Desember 2019, 08:30
Sampe L. Purba
KATADATA/JOSHUA SIRINGO RINGO
PLTB Sidrap

Pada minggu pertama Desember 2019, berlangsung pertemuan dua hari tingkat menteri negara-negara anggota International Energy Agency (IEA) di Paris, Prancis. Tema yang diangkat adalah “Building The Future of Energy” atau Membangun Masa Depan Energi. IEA adalah organisasi antarpemerintah otonom negara-negara maju anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Awalnya, IEA dibentuk sebagai respons atas krisis minyak 1974 untuk memastikan kelancaran pasokan minyak dunia.

Belakangan, misi dan mandat organisasi IEA diperluas ke tiga pilar kebijakan energi, yakni keamanan energi, pembangunan ekonomi, dan perlindungan lingkungan. Hal ini seiring dengan kesepakatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Paris Agrement Accord 2015. Inti kesepakatan itu adalah mengurangi pemanasan global di bawah 20 derajat Celcius yang diakibatkan oleh emisi karbon dioksida (CO2) yang menimbulkan efek gas rumah kaca.

Dalam komunike yang dikeluarkan pada akhir pertemuan –dapat diakses di laman IEA– terdapat nuansa dan keinginan yang kuat untuk bertransisi dari penggunaan energi fosil ke energi terbarukan yang ramah lingkungan dan irit emisi karbon dioksida (CO2). Komunike Paris menyatakan bahwa 85% emisi CO2 disumbangkan oleh sektor energi. Yang paling besar kontribusinya terhadap emisi CO2 adalah energi fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam.

Listrik dunia masih mengandalkan batu bara
Listrik dunia masih mengandalkan batu bara (Katadata)

IEA menekankan agar prioritas pembangunan yang ditopang oleh penyediaan energi ke depan harus berbasis emisi rendah dan mempromosikan energi bersih, berkelanjutan, terjangkau, serta teknologi energi yang aman dan efisien. Juga memastikan bahwa aliran dana harus konsisten kepada negara-negara yang rendah emisi gas rumah kacanya. Narasi eufemisme yang digunakan adalah program transisi ke energi bersih.

Pada minggu yang bersamaan, berlangsung konferensi PBB tentang perubahan iklim COP 25 di Madrid, Spanyol. Temanya sama, "Menyatukan Aksi Bersama: Satu-satunya Langkah ke Depan". Tema ini dikonkritkan sebagai rencana aksi penyelamatan iklim. Salah satu rekomendasi yang akan disampaikan kepada negara-negara OECD adalah mengurangi atau menghentikan bantuan kepada negara-negara yang mengembangkan dan memanfaatkan energi fosil.

Implikasi rekomendasi ini sangat serius. Misalnya negara-negara dan korporasi di negara maju tidak akan membiayai pembangunan atau pengembangan pembangunan sektor energi yang menggunakan fosil, seperti kilang minyak, pembangkit listrik tenaga uap batu bara, atau eksplorasi lapangan gas. Termasuk aksi sepihak yang membatasi pasar atau mengenakan bea yang tinggi terhadap produk-produk negara berkembang yang dianggap merusak alam, seperti komoditas perkebunan dan kehutanan.

Transisi ke Energi Bersih Harus Bertahap

Tidak semua negara maju setuju dengan kebijakan tersebut. Jepang, yang masih banyak bergantung pada energi fosil dan banyak terlibat membantu negara-negara di kawasan dengan teknologi uap batu bara, berpendapat berbeda dan bersuara lantang.

Transisi ke energi nonfosil harus dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. Banyak negara yang sumber pendapatannya bertumpu pada energi fosil. Hal ini terutama karena harga dan teknologinya saat ini lebih kompetitif, murah, dan tersedia melimpah sebagai sumber daya alam setempat.

Memaksa beralih drastis ke energi baru akan melumpuhkan dan memiskinkan negara negara tersebut. Ini merupakan bentuk ketidakadilan baru. Sementara itu, di sisi lain dunia telah sepakat salah satu visi tujuan pembangunan berkelanjutan adalah tidak ada satu negara pun yang boleh tertinggal (no one country left behind).

Halaman:
Sampe L. Purba
Sampe L. Purba
Praktisi Energi Global. Managing Partner SP-Consultant

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...