Melangkah Setelah Keputusan Presiden soal Masela

Salis Aprilian
Oleh Salis Aprilian
26 Maret 2016, 10:35
No image
Katadata
www.badaklng.co.id

Kita bisa meminta Inpex-Shell hanya berkewajiban mengeksploitasi gas dari dasar laut ke permukaan laut dengan menjual gas di-well head, yakni setelah dimurnikan di FPSO. Lalu meminta siapapun yang membutuhkan gas agar membelinya langsung di sana. Inilah yang disebut berjualan gas dengan harga free on-board (FOB).

Kita bisa meminta BUMN, seperti Pertamina, Perusahaan Listrik Negara (PLN), Perusahaan Gas Negara (PGN), PUSRI, Aneka Tambang, Krakatau Steel, atau pihak swasta seperti smelter Freeport dan Petrokimia, untuk membeli gas tersebut. Gas itu diambil dengan kapal-kapal CNG yang disewa dari perusahan BUMN, seperti Pertamina, dan PAL atau perusahaan swasta.

(Baca: Kawal Putusan Jokowi Soal Blok Masela, Sudirman Buat 4 Langkah)

Dengan begitu, industri-industri strategis nasional yang bertumbuh bergandengan dengan industri maritim untuk memperkokoh kedaulatan negara Indonesia. Kapal-kapal kecil CNG dapat menyuplai gas sampai ke pelosok pulau-pulau dimanapun, baik untuk bahan bakar atau baku pembangkit listrik, petrokimia (termasuk pupuk), pabrik keramik, smelter, dan lain-lain.

Lalu, bagaimana jika Inpex-Shell atau perusahaan lain masih ingin menjual gas tersebut ke pasar dunia? Bukankah mengapalkan CNG dalam jarak jauh ( di atas 3.000 kilometer) tidak ekonomis?

Jika demikian yang diinginkan, maka CNG dapat dikirim ke PT Badak NGL di Bontang, Kalimantan Timur, untuk dijadikan LNG. Dari sana kemudian LNG dikapalkan ke lokasi tujuan pembeli.

Badak NGL pada tahun ini dan tahun-tahun ke depan akan terus kekurangan pasokan gas. Dengan hanya mengoperasikan 3 train dari 8 train yang ada, Badak akan memiliki 5 train iddle yang dapat menyerap dan memproduksi LNG hingga 12 mtpa.

Kalaupun semua gas Masela yang hanya 7,5 mtpa akan dijadikan LNG, maka sudah lebih dari cukup untuk diproses di Bontang. Tidak perlu membangun pabrik baru LNG.

Namun, bukan berarti konsep tersebut tidak akan memberikan efek berantai bagi masyarakat Maluku dan sekitarnya. Dengan nilai investasi yang jauh lebih kecil, hanya sekitar US$ 9 miliar untuk konsep CNG dibandingkan US$ 14-18 miliar pada konsep LNG, berarti ada selisih sekitar US$ 5 miliar. Sedangkan penyelesaian proyeknya jauh lebih cepat (3 tahun dibandingkan 7-9 tahun), maka banyak hal yang bisa kita perbuat.

Kita dapat membangun infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, bandar udara, pelabuhan, rumah sakit, sekolah, universitas, pabrik pupuk, dan petrokimia berbasis gas. Selain itu, peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kesehatan, pendidikan gratis, penaikan gaji PNS, penaikan UMR, dan hal-hal lain untuk daerah Maluku dan sekitarnya. Bukan hanya Maluku tapi dapat didistribusikan ke semua pulau yang membutuhkan gas, seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan lain-lain.

(Baca: Jokowi Putuskan Skema Pengembangan Blok Masela di Darat

Jadi, kesimpulannya, keputusan Presiden yang menolak pembangunan LNG di laut sudah sangat tepat. Tapi untuk membangun LNG di darat perlu mempertimbangkan beberapa hal.

Pertama, untuk apa membangun pabrik LNG jika kita masih punya aset negara di PT Badak yang bisa dimanfaatkan? Apalagi, jika sebagian besar gas tersebut untuk domestik maka menjadikannya LNG akan memboroskan dua kali biaya, yaitu membuat LNG dan regasifikasi. Jadi konsep CNG sangat cocok.

Kedua, jika kita ingin mengembangkan proyek gas Masela lebih cepat dan ekonomis, pisahkan antara proyek hulu dan hilir. Beban negara akan lebih kecil dengan skema cost recovery yang lebih efisien. Skema ini sekaligus akan mendorong industri hilir maju lebih cepat dengan berbagi risiko dan investasi. Inpex-Shell dapat menjual gasnya di-well-head, lalu para pembeli mengambilnya dengan harga FOB melalui kapal CNG.

Ketiga, jika ada pembeli internasional yang berminat, atau penjual domestik yang ingin mengekspor gas tersebut, gunakan lima fasilitas kilang PT Badak yang iddle untuk membuat LNG. Setelah itu dikapalkan ke negara tujuan. 

Halaman:
Salis Aprilian
Salis Aprilian
Founder & CEO Digital Energy Asia - President Director & CEO PT Badak LNG 2015-2017
Reporter: Redaksi
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...