Harga Minyak Rendah Menguntungkan Negara Net-importir?

Muchamad Nafi
4 Januari 2016, 16:01
No image
Agung Samosir|KATADATA

Dengan terjadinya pasokan minyak berlebih belakangan ini, level persediaan yang ada di masing-masing negara anggota IEA sudah jauh di atas persyaratan minimum 90 hari tersebut. Besar kecilnya level persediaan ini akan memberi sinyal pada pasar yang akan berdampak pada harga minyak.

Pendekatan Fundamental

Mekanisme yang umum digunakan untuk memprediksi harga minyak secara tidak langsung (indirectly) adalah melalui pendekatan fundamental, memperkirakan keseimbangan antara pasokan dan permintaan minyak global. Pendekatan ini pada dasarnya hanya memberikan perkiraan kondisi pasokan dan permintaan yang selanjutnya akan memberikan sinyal positif maupun negatif terhadap pergerakan harga minyak. Ketika keseimbangan menunjukkan indikasi kelebihan pasokan, kelebihan tersebut akan ditampung sebagai persediaan (inventory). Situasi ini akan menekan harga minyak ke bawah. Seandainya terjadi hal yang sebaliknya, pasar kekurangan pasokan (kelebihan permintaan), maka level persediaan akan menurun karena digunakan untuk menutupi kekurangan pasokan. Situasi ini memberikan sinyal bahwa pasar ketat yang akan mendorong harga naik. Seberapa besar kenaikan atau penurunannya?  Ini pertanyaan sulit karena estimasi keseimbangan pasokan vs permintaan dari beberapa organisasi dan konsultan kondang pun besarnya bervariasi terkadang beda tipis, tidak jarang pula beda ekstrim.

Parameter yang mempengaruhi estimasi keseimbangan pasokan vs permintaan antara lain permintaan minyak global (world oil demand) dalam besaran absolut, pertumbuhan permintaan minyak global (demand growth). Sementara dari sisi pasokan, ada beberapa faktor, yaitu pasokan dari negera non-OPEC, OPEC Natural Gas Liquid/NGL dan non konvensional, serta call-on OPEC.

NGL pada dasarnya adalah komponen hidrokarbon yang terlarut baik dari sumur minyak (associated gas) maupun sumur gas (non-associated gas) yang ikut terproduksi di fasilitas produksi di permukaan. NGL terdiri dari propana, buthana, dan iso-buthana, pentane, dan kondensat. Sementara Call-on OPEC adalah berapa seyogyanya OPEC harus berproduksi untuk membuat tercapainya keseimbangan pasokan dan permintaan, jadi dalam hal ini OPEC dianggap berperan sebagai swing producer.

Besarnya call-on OPEC diperkirakan melalui formula berikut:

Call-on OPEC = World Oil Demand – OPEC NGL & Non Conventional – Non-OPEC Supply

Pada 2016, estimasi global oil demand growth dari hampir semua organisasi seperti OPEC, IEA, dan EIA serta konsultan seperti IHS, Wood McKenzie dan Argus mengalami kenaikan. Besaran estimasi masing-masing berbeda, rata rata sekitar 1,32 juta barel per hari (bph). Dari sisi pasokan minyak dari Negara non-OPEC, semua organisasi dan konsultan tersebut sepakat bahwa non-OPEC supply growth pada 2016 negatif, meskipun besaran estimasinya berbeda beda. Artinya produksi atau pasokan minyak dari negara non-OPEC akan menurun di 2016 rata rata minus 0,33 juta bph. Bandingkan dengan 2015 di mana rata rata pertumbuhan pasokan dari negara non-OPEC positif 1,41 juta bph.

Besaran call-on OPEC berbeda beda. OPEC mengestimasi untuk 2016 sebesar 30,84 juta bph, EIA sekitar 30,69 juta bph, dan IEA sebesar 31,22 juta bph. Artinya, apabila OPEC berproduksi di bawah angka tersebut maka akan menurunkan level persediaan global (permintaan > pasokan) yang diharapkan mendorong kenaikan harga minyak. Sebaliknya, kalau OPEC berproduksi di atas angka tersebut akan terjadi peningkatkan level persediaan global yang cenderung menekan harga minyak. Sebagai catatan, rata rata produksi OPEC di kuartal ketiga 2015 sebesar 31,5 juta bph. Apakah OPEC akan menurunkan produksi atau malah menambah produksi? Khusus dari Iran sehubungan dengan dicabutnya sangsi ekonomi, isu ini salah satu yang akan menjadi kunci keseimbangan pasokan dan permintaan minyak global di 2016. Ini tentunya baru dari sisi pasokan, belum lagi kita bicara ketidakpastian dari aspek permintaan.

Kenapa kali ini lebih pesimistis?

Gonjang-ganjing harga minyak ini bukanlah hal baru. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa kali ini ulasan harga minyak cenderung pesimistis terkait berapa lama era harga minyak rendah ini akan berlangsung? Trigger utama turunnya harga minyak pada dasarnya ada dua, yaitu kelebihan pasokan atau sebaliknya menurunnya permintaan. Ketika terjadi krisis keuangan Asia tahun 1997-an, harga minyak turun. Tahun 2001 harga turun karena melemahnya pertumbuhan ekonomi. Tahun 2008 harga juga turun tajam akibat krisis finansial global.

Dari tiga kejadian tersebut, harga minyak turun dan mengalami recovery dalam waktu singkat. Sebaliknya ketika harga minyak turun drastis di pertengahan tahun 1980-an, yang disebabkan oleh kelebihan pasokan minyak global karena adanya pendatang atau produsen minyak baru seperti UK, US di Teluk Meksiko, Russia, Meksiko, dan Kanada, dunia kelebihan pasokan dan harga minyak rendah berlangsung lumayan lama.

Jadi, pengalaman historis menunjukkan bahwa harga minyak yang turun akibat kondisi ekonomi yang mengakibatkan menurunnya permintaan maka turunnya harga minyak tersebut akan berlangsung relatif singkat. Sebaliknya, ketika isunya kelebihan pasokan maka akan berlangsung lebih lama. Situasi sekarang mirip dengan pertengahan tahun 1980-an di mana muncul produsen baru (shale-oil) dan pada saat yang sama OPEC, dalam hal ini Arab Saudi, memilih tidak menurunkan produksi karena khawatir kehilangan market share.

Harga minyak rendah menguntungkan negara net-importir?

Negara-negara OPEC sangat menderita dengan anjloknya harga minyak global, khususnya negara-negara seperti Venezuela, Nigeria, Aljazair, Ekuador, dan Libya. Negara OPEC dari Timur Tengah juga mengalami defisit anggaran dengan rendahnya harga minyak saat ini. Bedanya, mereka lebih bisa bertahan karena tabungannya (cadangan devisa) relatif besar. Secara umum, harga minyak berpengaruh buruk bagi negara net-eksportir minyak. Sebaliknya, harga minyak rendah baik bagi negara net-importir, termasuk Indonesia.

Namun kesimpulan seperti ini harus disikapi dengan hati-hati. Dalam jangka pendek bisa saja harga minyak rendah baik bagi negara net-importir, namun dalam jangka panjang hal ini bisa menjadi bahaya yang mengancam. Harga minyak yang rendah, dari sisi pasokan akan membuat kegiatan eksplorasi dan produksi menurun, akibatnya produksi nasional cenderung turun dan tambahan cadangan minyak tidak ada. Pada saat yang sama, harga minyak rendah akan mendorong konsumsi yang boros sehingga permintaan akan terus meningkat. Dalam jangka panjang, kesenjangan (gap) antara pasokan atau produksi dengan permintaan/konsumsi akan semakin melebar. Ketika harga minyak nanti meningkat, ketahanan energi nasional menjadi sangat rentan. Mari kita berpikir jangka panjang, bagaimana agar investor tetap antusias melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi, pada saat yang sama mengurangi kosumsi minyak yang boros dan tidak efisien.

*Benny Lubiantara

Mantan analis OPEC 2006 -2013, Pekerja di SKK Migas, Dewan Pakar Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

Halaman:
Muchamad Nafi
Muchamad Nafi
Redaktur Eksekutif
Reporter: Redaksi

    Catatan Redaksi:
    Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...