Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Era Pandemi

Kurnia Togar P Tanjung
Oleh Kurnia Togar P Tanjung
16 Juni 2020, 11:00
Kurnia Togar P Tanjung
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata

Sebuah fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa ekonomi berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, dihantam secara hebat oleh Covid-19. Persaingan usaha yang sejak lama dipercayai menjadi resep untuk melahirkan luaran optimal dari pasar juga terpengaruh. Pelaku usaha, alih-alih mencari cara terbaik untuk dapat bersaing dengan kompetitornya lewat berbagai investasi dalam menciptakan inovasi usaha, justru  akan lebih fokus untuk tidak gulung tikar di era pandemi corona.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), sebagai otoritas yang bertugas menjaga berjalannya persaingan usaha yang sehat, memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian Indonesia yang terdampak pandemi. Di satu sisi, KPPU tetap harus fokus secara tegas menegakkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Di sisi lain, kondisi pandemi juga wajib menjadi pertimbangan KPPU untuk menerapkan berbagai pelonggaran penegakan hukum persaingan usaha.

Dalam sektor-sektor tertentu, KPPU tentunya harus tetap tegas bahkan lebih “galak” dalam menegakkan undang-undang itu. Misalnya, KPPU wajib fokus mengawasi berbagai komoditas terkait kesehatan. Komoditas seperti obat-obatan, peralatan kesehatan hingga penunjang bagi tenaga medis seperti Alat Pelindung Diri (APD) harus dijaga dari kelangkaan dan melambungnya harga karena ada tindakan-tindakan anti persaingan seperti penimbunan dan penetapan harga.

(Baca: Dituding Monopoli Harga BBM, Pertamina & Shell Beri Penjelasan ke KPPU)

KPPU juga harus memfokuskan diri untuk komoditas yang penting bagi hajat hidup orang banyak. Daya beli banyak masyarakat Indonesia yang sudah pasti tergerus akibat pandemi, harus jadi pertimbangan KPPU dalam menjaga ketersediaan dan harga barang-barang penting tadi. Contohnya adalah harga komoditas gula yang tetap tinggi walaupun pemerintah sejak jauh hari telah melakukan relaksasi impor. Tambahan lagi harga bahan bakar yang tetap tinggi walaupun tren global menunjukkan penurunan drastis harga minyak bumi. Pemberitaan terakhir yang mengatakan KPPU akan masuk untuk menginvestigasi dua sektor esensial ini harus didukung. Setiap kelangkaan dan harga tinggi yang tidak masuk akal dari bermacam komoditas penting untuk masyarakat cukup menjadi indikasi awal bagi KPPU untuk memeriksa apakah ada tindakan anti persaingan seperti kartel dan penetapan harga yang mendasarinya.

Dalam konteks yang berbeda, KPPU juga perlu secara pragmatis menerapkan pelonggaran penegakan hukum persaingan usaha. Sebagai contoh, di awal merebaknya pandemi di Indonesia bulan Maret lalu, KPPU telah mengeluarkan rilis pers yang menyatakan akan mengecualikan berbagai pengadaan barang dan/atau jasa oleh pemerintah yang tidak melalui tender yang kompetitif terlebih dahulu. Di masa normal, tidak ada pandemi, tentunya bisa saja hal tersebut dikategorikan persekongkolan tender dan dapat dihukum dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Hanya saja, di masa pandemi, ketika berbagai barang dan jasa terutama yang berkaitan dengan penanganan pandemi perlu diperoleh secara cepat tanpa tender, hal ini tentu dapat dikecualikan.

Lebih jauh, bahkan KPPU dapat mengecualikan berbagai bentuk tindakan yang sejatinya anti persaingan seperti kartel. Berbagai kerja sama yang beroperasi layaknya kartel, selama hal tersebut fokus untuk menghindari kelangkaan di pasar, harus dikecualikan dari penegakan hukum persaingan usaha. Tugas KPPU adalah memastikan tindakkan tersebut memang harus dilakukan karena tidak tersedianya alternatif lain.

(Baca: KPPU Dalami Dugaan Mitra Kartu Prakerja Ditunjuk Langsung Pemerintah)

Pembelajaran misalnya dapat diambil dari otoritas persaingan usaha di Afrika Selatan. Otoritas di sana secara terang-terangan bahkan telah menyatakan tidak akan mengaplikasikan penegakan hukum di berbagai sektor penting seperti perbankan dan jasa kesehatan selama pandemi.

Contoh pelonggaran penegakan hukum juga dapat dilihat di Jerman. Bundeskartellamt, otoritas persaingan usaha di Jerman, telah menegaskan di bulan April bahwa mereka akan menangguhkan investigasi terhadap dugaan perskongkolan tender antara operator televisi berbayar, Sky, dan penyedia jasa streaming tayangan olahraga, DAZN, dalam penyediaan hak siar UEFA Champions League.

Presiden Bundeskartellamt menilai bahwa dampak pandemi yang membuat berbagai kompetisi sepakbola di Eropa tertunda kelanjutannya, membuat mereka kesulitan untuk membuat analisis dampak terhadap dugaan persekongkolan tender yang terjadi. Menurut mereka, tidaklah beralasan bagi otoritas persaingan usaha untuk tetap melanjutkan investigasi kasus sedangkan dampak dari tindakan tersebut tidak dapat dijustifikasi di tengah kondisi pasar yang memang tidak bekerja secara semestinya karena pandemi.

Catatan lain dalam penegakan hukum persaingan usaha adalah soal merger-control. Salah satu tugas otoritas persaingan usaha, termasuk KPPU, adalah melakukan pengawasan terhadap sebuah aksi korporasi seperti penggabungan, akuisisi atau konslidasi dengan menilai potensi dampaknya terhadap persaingan di pasar. KPPU dapat mengeluarkan rekomendasi agar sebuah rencana merger tidak dilanjutkan dengan alasan potensi konsentrasi pasar yang terlalu tinggi pasca merger akan menjadi disinsentif bagi persaingan usaha.

(Baca: KPPU Temukan 34 Provinsi Jual Gula Pasir di Atas Harga Eceran)

Hanya saja, pandemi yang membuat banyak bisnis babak-belur, perlu juga jadi pertimbangan untuk melonggarkan pengawasan aksi korporasi tersebut. Gelombang merger di era pandemi mungkin saja akan terjadi untuk memastikan kelangsungan hidup berbagai pelaku usaha. Merger horizontal, penggabungan antara dua perusahaan yang memproduksi atau menjual barang atau jasa sejenis yang semestinya bersaing, mungkin saja marak terjadi dengan alasan untuk menyelamatkan diri (rescue merger) dari penutupan.

Walaupun mungkin saja merger yang terjadi menghadirkan konsentrasi baru di dalam pasar, hal tersebut menjadi pilihan satu-satunya untuk meminimalisasi dampak yang lebih besar seperti pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran atau bahkan membuat banyak pelaku usaha mati dan ujung-ujungnya menciptakan konsentrasi baru juga di dalam pasar. Dengan merger, eksistensi kedua pelaku usaha yang melakukan merger dapat terjaga dalam jangka panjang dan memastikan konsumen tetap memiliki opsi di kemdian hari.

Normalitas baru (new-normal) tidak hanya menghampiri kehidupan sehari-hari. Dunia bisnis juga akan beradaptasi dengan hal tersebut. Bagi KPPU, new-normal, berarti melahirkan berbagai pertimbangan baru dalam menegakkan hukum persaingan usaha yang tetap dapat melindungi masyarakat dari praktik anti persaingan namun tetap pula memperhitungkan dunia bisnis yang terdampak hebat oleh pandemi.

Kurnia Togar P Tanjung
Kurnia Togar P Tanjung
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Editor: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...