Iklim Investasi Hulu Migas
Isu Global
Sekalipun faktor eksternal yang masih dalam kendali pemerintah di atas dapat diatasi, rupanya ada faktor eksternal lainnya yang harus dihadapi yaitu isu global.
Salah satunya adalah fluktuasi harga minyak dan gas bumi. Ketika harga minyak di 2012 mencapai level US$ 100 per barrel, maka gairah investasi meningkat. Perusahaan minyak berlomba-lomba memaksimumkan keuntungan.
Sebaliknya, di awal 2016 saat harga minyak bumi turun drastis dari yang sebelumnya sekitar US$ 60 per barrel lalu terjun bebas menuju US$ 35 per barel, banyak perusahaan minyak menahan diri untuk melakukan investasi besar-besaran.
Isu global Covid-19 juga sangat berpengaruh terhadap investasi hulu migas. Pertama, berdampak pada harga minyak yang yang pada awal 2020 sempat tertekan mendekati level US$ 30 per barel. Walaunpun harga minyak sudah terkoreksi, akan tetapi Covid-19 masih berdampak pada operasional perusahaan secara umum. Wabah ini berdampak pada pergerakan barang dan orang, yang pada ujungnya membatasi investasi.
Isu lainnya yang tidak kalah penting adalah kecenderungan perusahaan minyak, terutama di Eropa, melakukan transisi energi (energy transition). Transisi ini menggeser intensi bisnisnya dari migas dan energi fossil menjadi energi non-fossil.
Beberapa perusahaan minyak sudah meletakkan semangat transisi energi sedari lama. Salah satunya BP. Sekitar 20 tahun lalu perusahaan minyak Inggris ini mengubah branding menjadi beyond petroleum. Sebuah semangat untuk meletakan strategi perusahaannya tidak lagi hanya bergantung pada bisnis perminyakan, namun lebih dari itu, menuju perusahan energi dengan mengembangkan energi baru terbarukan.
Perusahaan minyak lainnya, seperti Shells dan Eni juga berganti baju, memperluas cakupan bisnisnya berubah menjadi perusahaan energi. Tidak lagi sebatas sebagai perusahaan minyak.
Transisi energi mengisyaratkan terjadinya pergeseran keputusan investasi. Uang yang semula disediakan untuk eksplorasi migas dan mencari cadangan migas dipindahkan untuk mengembangkan energi baru terbarukan. Pada 2020, perusahaan minyak seluruh dunia menurunkan investasi energi fosil hingga sekitar 30%, dan mengalihkan pada pengembangan energi non-fossil.
Kondisi ini membuat semakit ketat kompetisi untuk menarik perusahaan minyak untuk masuk ke industri hulu migas. Negara penghasil migas, termasuk Indonesia harus segera bersolek, memperbaiki iklim investasi. Berpenampilan cantik secara kasat mata, tapi juga perlu menampilkan inner beauty Indonesia. Biarlah itu menjadi daya tarik bagi para investor hulu migas.
Penutup
Faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh pengelola kegiatan hulu migas relatif berdampak pada investasi pada masa eksploitasi. Sementara faktor eksternal merupakan faktor dominan dan memberikan dampak besar terhadap iklim investasi hulu migas.
Penguatan organisasi melalui transformasi dan perbaikan tata kelola secara internal wajib diberikan apresiasi. Demikian juga dengan upaya mempengaruhi dan mengajak pihak eksternal dalam mendukung kegiatan hulu migas, juga wajib mendapat penghargaan. Namun, jika itu dimaksudkan untuk memberikan dampak terhadap iklim investasi rasanya perlu pengamatan lebih lanjut untuk mengukur tingkat pengaruhnya.
Demikian juga terlalu naif jika single action, seperti peluncuran PSC Gross split, diklaim mampu mengubah iklim investasi. Sebab sedemikian banyak elemen dan faktor penyebab yang sekaligus faktor pembentuk iklim investasi.
Iklim investasi hanya dapat diwujudkan jika terjadi kolaborasi dan koordanasi dari semua pihak yang memiliki pemahaman yang sama: bahwa investasi hulu migas itu ‘maha’ penting dan patut untuk diperjuangkan.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.