Sudah Cukup Transparankah Perguruan Tinggi Kita?

Fajri Siregar
Oleh Fajri Siregar
16 September 2022, 10:04
Fajri Siregar
Katadata
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo

SN Dikti bisa menjadi instrumen yang lebih tegas dalam mendorong penerapan good governance secara internal maupun eksternal jika terdapat sanksi yang lebih berat dan menyeluruh. Hal ini untuk benar-benar memastikan bahwa rektorat amanah dalam melaksanakan good governance.

Di dalam pemahaman para pengelola universitas, terutama yang berstatus BLU dan PTN-BH, transparansi dan akuntabilitas sudah tercapai jika syarat formal lembaga -seperti pembentukan Satuan Pengawas Intern (SPI)- sudah dipenuhi. Padahal, SPI tidak efektif jika tidak disertai pengawasan eksternal yang bersumber dari pemangku kepentingan utama seperti mahasiswa, komunitas pengajar atau alumni dan asosiasi. Mekanisme kontrol justru lemah karena independensi tidak disertai akuntabilitas.

Selain itu, good governance di lingkup perguruan tinggi (good university governance) PTN-BH hingga hari ini tidak konsisten penerapannya. Contohnya antara lain dalam kebijakan rekrutmen SDM yang tidak sepenuhnya terbuka, ataupun hasil audit independen (baik keuangan maupun kinerja organisasi) yang tidak dibuka kepada publik sebagaimana dilakukan institusi privat ataupun publik.

Sampai sekarang PTN BH tidak menerbitkan laporan tahunan (annual report) sebagaimana harusnya kepada civitas akademia dan para pemangku utamanya. Berbagai laporan kinerja perguruan tinggi bersifat terbatas dan hanya diketahui oleh BPK, BAN PT ataupun pemerintah pusat.

Dari sisi demokratisasi di universitas, meski terdapat mekanisme pertanggungjawaban rektor terhadap pemangku utama di internal (Majelis Wali Amanat), representasi pemangkunya seringkali patut dipertanyakan. MWA kerap hanya diisi oleh aktor yang tidak mewakili sektor pendidikan dan hanya merepresantasikan sektor swasta atau dunia usaha.

Transparansi di Pendidikan Tinggi Tetap Menjadi Kunci

Sementara itu, di tengah ketidaksanggupan perguruan tinggi untuk membangun tata kelola yang baik, terbuka, dan profesional dalam mengelola keuangan, pemerintah pusat kukuh dengan rencana untuk mempercepat transformasi perguruan tinggi menjadi PTN BH. Asumsi yang dikepedankan yakni bahwa perluasan otonomi ini akan meningkatkan kualitas dan performa perguruan tinggi negeri.

Sembari itu, pemerintah pusat berkomitmen untuk terus mendanai PTN BH dalam bentuk pendanaan kompetitif, block grant, dan skema lainnya seperti dana abadi.

Akan tetapi, kasus korupsi di Universitas Lampung telah membuka mata kita akan rendahnya kapasitas dan komitmen berbagai perguruan tinggi untuk mampu bekerja dan bersikap secara transparan. Jika PTN seperti Unila yang sedang mengajukan diri menjadi PTN BH saja bisa sedemikian lengah dan membiarkan korupsi terjadi, bagaimana kondisinya dengan universitas lain yang sudah dan akan menjadi PTN BH?

Melihat kasus tersebut, pemerintah pusat kemungkinan besar telah memikirkan berbagai kemungkinan untuk memperbaiki kondisi yang ada. Tetapi langkah pertama yang diperlukan yaitu mengatasi minimnya transparansi di pendidikan tinggi.

Halaman:
Fajri Siregar
Fajri Siregar
Kandidat PhD University of Amsterdam

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...