Memahami Merdeka Belajar Kampus Merdeka

Piter Abdullah Redjalam
Oleh Piter Abdullah Redjalam
1 Februari 2023, 14:41
Piter Abdullah Redjalam
Katadata | Joshua Siringo-ringo
Piter Abdullah Redjalam

Program pertukaran mahasiswa internasional jauh dari apa yang disebutkan Agus Suwigno hanya bersifat vokasi. Melalui pertukaran mahasiwa internasional mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari masyarakat global, berpartisipasi dalam ragam kegiatan belajar mengajar di luar negeri, serta beradaptasi pada lingkungan yang benar-benar baru.

Wawasan Interdisiplin

Agus Suwigno mengklaim bahwa Program MBKM yang mengarahkan mahasiswa untuk memiliki wawasan interdisiplin telah mengacaukan batas ontologis yang menjadi pembeda keahlian pada suatu bidang ilmu.  Menurut dia, akan terjadi kekacauan keilmuan ketika mahasiswa bidang sastra diperbolehkan mengambil mata kuliah kedokteran atau teknik mesin. Ketiadaan rambu-rambu transfer antarprodi membuat skema interdisiplin menjadi absurd. 

Selintas pandangan Agus Suwigno cukup argumentatif. Tetapi sesungguhnya Program MBKM memiliki rambu-rambu yang cukup tegas dalam menjaga keselarasan antara keilmuan dalam prodi asal dengan program yang akan diambil, dengan turut mempertimbangkan minat mahasiswa. Jadi sangat tidak mungkin terjadi mahasiswa sastra mengambil mata kuliah kedokteran. 

Program MBKM memang berupaya melatih kemampuan mahasiswa melakukan sintesis interdisplin untuk memecahkan masalah. Tidak lagi menggunakan pendekatan analisis dengan satu sudut pandang disiplin yang cenderung silo. 

WISUDA UNIVERSITAS TERBUKA
Ilustrasi wisuda para mahasiswa. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/rwa.)

Kebingungan lainnya

Guncangan terdahsyat kebijakan Kampus Merdeka menurut Agus Suwigno dialami oleh ”universitas riset” dan perguruan tinggi yang berkategori lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK). Program MBKM dituding telah mengubah universitas riset menjadi lebih pragmatis dan vokasional dan secara fundamental menyingkirkan penelitian ilmu-ilmu dasar dan penelitian bidang-bidang klasik sosial humaniora.

Program MBKM, melalui program Praktisi Mengajar bahkan dituding melanggar Undang-undang Guru dan Dosen karena mengizinkan seseorang mengajar hanya berdasarkan pengalaman kerja tanpa perlu memiliki lisensi sertifikasi. 

Argumentasi Agus Suwigno disini tidak cukup kuat. Penggunaan terminologi ”hilirisasi” dan ”tingkat kesiapterapan teknologi (TKT)” sebagai tolok untuk potensi keberhasilan dan kelayakan pendanaan  rencana riset bukan argumentasi yang kuat bahwa program MBKM secara fundamental telah menyingkirkan penelitian ilmu-ilmu dasar dan penelitian bidang-bidang klasik sosial humaniora. Pandangan Agus Suwigno dalam hal ini lebih mendekati “buruk muka cermin dibelah”. 

Demikian juga dengan program Praktisi Mengajar. Program ini jauh dari melanggar Undang-undang  Guru dan Dosen. Program Praktisi Mengajar justru bertujuan membantu guru dan dosen dengan  menciptakan ruang kolaborasi antara praktisi ahli dengan guru atau dosen agar tercipta pertukaran ilmu dan keahlian yang mendalam dan bermakna antara sivitas akademika di perguruan tinggi dan profesional di dunia kerja. 

Praktisi dalam program ini tidak semerta-merta mendapat “wewenang” mengajar karena mereka tidak mengajar sendiri, tapi harus berkolaborasi dengan dosen. Kolaborasi ini memperkaya pengalaman belajar mengajar di kelas, dimana dosen / pengajar bisa mendapatkan afirmasi langsung bahwa ilmu yang diajarkan kepada mahasiswanya jelas sangat signifikan untuk diterapkan ketika mereka lulus dan terjun ke masyarakat nanti.

Penutup

Artikel Guncangan Kampus Merdeka yang ditulis oleh Agus Suwignyo mengingatkan kita tidak ada kebijakan atau program pendidikan yang sempurna. Semuanya tercipta dan dilaksanakan dengan semua kekurangannya. Tetapi ketidaksempurnaan tersebut bukan alasan untuk mencampakkannya. 

Ketidaksempurnaan kebijakan atau program pendidikan seringkali lebih disebabkan oleh keterbatasan dalam memahami dan memaknai. Bukan kebijakan atau programnya yang salah tetapi kita yang salah memaknainya.

Karena itu, sebuah kebijakan atau program pendidikan seharusnya diberikan ruang dan waktu untuk berproses. Di satu sisi, kita berproses memahami seutuhnya sehingga bisa berkontribusi melengkapi dan menyempurnakan. Di sisi lain, program diberi kesempatan untuk berjalan dengan semua kelemahannya, untuk kemudian secara bertahap dilengkapi, disempurnakan hingga mendekati kesempurnaan yang diharapkan. 

Mari kita beri ruang dan waktu kepada program MBKM untuk berproses menjadi lebih baik. Adalah kewajiban kita mengkritisi dan kemudian memperbaiki program MBKM agar benar-benar bisa menciptakan SDM Indonesia yang berkualitas.

Halaman:
Piter Abdullah Redjalam
Piter Abdullah Redjalam
Dosen Perbanas, Ketua Yayasan Pendidikan Indonesia Tanah Pusaka
Editor: Sorta Tobing

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...