Masa Depan Pembuat Kendaraan Listrik Lokal

Ade Febransyah
Oleh Ade Febransyah
24 Juli 2023, 08:36
Ade Febransyah
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Peneliti utama, Decisions & Corporate Foresight, Prasetiya Mulya Business School

Era kendaraan listrik menawarkan demokratisasi bagi pembuat. Startup pembuat bermunculan. Perusahaan yang sudah ada, bahkan yang bukan pembuat, juga mulai masuk ke bisnis produksi kendaraan listrik (EV). Visi elektrik adalah masa depan sepertinya diyakini oleh para pembuat baru ini. Tapi sungguhkah masa depan akan berpihak pada mereka?

Masa depan siapa pun selalu diselimuti tabir misteri. Meramal atau memprediksi satu variabel di waktu mendatang yang singkat saja sudah rentan kesalahan. Apalagi melihat masa depan suatu entitas bisnis jauh ke depan.

Asumsi apa yang sudah terjadi akan berulang di kemudian hari, seperti dalam peramalan dan prediksi, tidak lagi cukup untuk mendefinisikan peristiwa masa depan. Kejadian di masa depan merupakan problem kompleks yang ditandai banyaknya aktor, tindakan, peristiwa yang saling berinteraksi dan memberikan feedback.

Perspektif Masa Depan

Di Indonesia, electric vehicle belum lama diperkenalkan. Tingkat adopsi kendaraan listrik masih rendah. Industri pembuat EV di Tanah Air juga baru dimulai.

EV yang dibahas di sini dibatasi pada kendaraan listrik yang menggunakan baterai (battery electric vehicles). Pemain-pemain lama dan pemilik nama besar dari luar sudah menawarkan produk-produk EV-nya.

Namun ini semua tidak menyurutkan pembuat-pembuat lokal untuk masuk. Sekarang pembuat-pembuat lokal memilih untuk memproduksi motor listrik. Meski baru motor listrik, bukan berarti urusan membuat motor listrik jadi mudah.

Ada nama-nama besar di dalamnya, yang tentunya tidak rela pangsa pasar motor berbahan bakar minyak (BBM) mereka tergerus dengan motor listrik. Kalau memang tidak mudah, kenapa pembuat lokal tidak sekalian membuat mobil listrik?

Ukuran pasar motor yang saat ini jauh lebih besar ketimbang mobil menjadi salah satu pertimbangan utama. Berikutnya faktor harga kendaraan dan daya beli masyarakat. Kendaraan listrik baik motor maupun mobil masih lebih mahal dari kendaraan sekelas ber-BBM.

Namun harga motor listrik relatif lebih terjangkau bagi pengendara motor. Sedangkan mobil listrik bagi sebagian besar pengendara mobil ber-BBM hampir mustahil dibeli. Memang sudah ada mobil listrik termurah, tapi tetap terasa mahal jika dibandingkan dengan mobil ber-BBM. Studi-studi tentang adopsi kendaraan listrik menunjukkan bahwa faktor harga masih menjadi perintang utama masyarakat untuk beralih ke mobil listrik.

Kembali ke pembuat lokal di Tanah Air, kehadiran mereka pantas diacungi jempol. Tapi mengapa masyarakat sepertinya tidak terlalu antusias menyambut mereka? Sanggupkah produk-produk mereka diterima pasar?

Masih ada mentalitas underdog (Meyer dan Garg, 2005) di masyarakat Asia yang lebih mengunggulkan produk dan merek asing ketimbang lokal. Menawarkan kendaraan listrik yang lebih murah dari produk merek luar malah bisa dipersepsikan sebagai produk berisiko. Kalau menawarkan dengan harga tinggi, bisa jadi strategi bunuh diri bagi pembuat lokal.

Berbagai studi menunjukkan bahwa kendaraan bermotor masih menjadi simbol penjelas status penggunanya; dan simbol yang kuat masih datang dari merek luar yang mahal. Kalau demikian, apa pembenaran bagi pembuat lokal untuk masuk ke industri pembuat kendaraan listrik ini?

Bisnis membuat EV sebetulnya tidak jauh beda dengan bisnis-bisnis lainnya. Untuk bisa tumbuh, bertahan dan kompetitif di masa depan, pertama ada perspektif firm’s performance (kinerja perusahaan) yang harus dicapai pelakunya.

Tuntutan kinerja pertama adalah penciptaan pasar, adanya pembeli yang rela membayar untuk mendapatkan produk atau layanan yang ditawarkan. Supaya ada pembeli, produk kendaraan listrik yang dibuat harus mampu membantu masyarakat menyelesaikan jobs to be done-nya (JTBD) lebih baik dari solusi yang digunakan sebelumnya. Apalagi kalau JTBD yang diselesaikan adalah underserved JTBD, yaitu JTBD yang begitu penting di masyarakat dan pekerjaan tersebut belum terselesaikan dengan baik.

Memang JTBD tipe ini tidak selalu tersedia di masyarakat. Contohnya JTBD berupa ‘melindungi diri dari ancaman virus yang mematikan’ ketika pandemi Covid-19. JTBD ini underserved, yaitu pekerjaan di masyarakat yang begitu penting tapi belum terselesaikan dengan baik.  

Pada saat itu hampir tidak ada solusi yang menenangkan masyarakat sampai datangnya berbagai vaksin. Siapa yang menikmati kinerja penciptaan pasar? Tentu saja para pembuat vaksin. Efek tsunami dalam berinovasi terjadi; sebagian besar masyarakat tidak ada yang mampu menolaknya.

Selain kinerja penciptaan pasar, masa depan perusahaan pembuat akan ditentukan dari kinerja penciptaan profit. Kinerja pasar yang mendatangkan revenue belum cukup sampai perusahaan mendapatkan profit secara berkelanjutan. Setelah kedua kinerja ini, ada kinerja dalam penciptaan nilai bagi pelanggan, karyawan, masyarakat, dan lingkungan.

“Masa depan perusahaan pembuat akan berpihak pada mereka yang mampu menciptakan profit, memuaskan pelanggan, meningkatkan moral karyawan, bermanfaat bagi masyarakat luas , dan akhirnya ramah terhadap lingkungan semesta alam.”

Dalam pendekatan sistem, perspektif kinerja perusahaan ini akan dipengaruhi oleh sekaligus mempengaruhi perspektif-perspektif lainnya.

Yang berikutnya adalah perspektif firm’s capabilities (kemampuan perusahaan). Bagi perusahaan pembuat, kemampuan dalam design, engineering, production menjadi penentu masa depan perusahaan. Ditambah dengan kemampuan mengelola supply network untuk keamanan pasokan, perusahaan pembuat akan memiliki kesempatan untuk terus melakukan produksi.

Setelah itu kemampuan marketing dituntut untuk menciptakan permintaan di masyarakat. Sebaik-baiknya pembuat adalah yang berhasil memasarkan produk yang sudah dibuat.

Untuk memungkinkan terjadinya proses pertambahan nilai dari kemampuan-kemampuan tersebut, kemampuan dalam finance menjadi prasyarat. Ini juga menjelaskan pendekatan sistem dari masa depan sebagai problem yang kompleks. Satu entitas dalam satu perspektif bisa mempengaruhi entitas-entitas lainnya di perspektif yang sama.

Lihat saja bagaimana non-producer seperti konglomerat raksasa Vingroup dari Vietnam menjadi pembuat mobil nasional di sana. Lewat kekuatan keuangannya, menyadari belum memiliki kemampuan design, engineering, production, mereka mampu membeli dari powerhouse untuk urusan tersebut. Paling tidak ini yang bisa dilakukan dengan kekuatan keuangan di tahap awal menjadi pembuat.

Selanjutnya pembuat perlu terus melakukan discovery, menemukan apalagi the next big thing. Untuk itu kemampuan dalam R&D menjadi penentu keberhasilan pembuat di masa depan. Dan akhirnya segala kemampuan di atas perlu diorkestrasi lewat leadership dalam berinovasi, baik dalam proses discovery maupun delivery-nya.

“Masa depan perusahaan pembuat akan berpihak pada mereka yang berkemampuan dalam design, engineering, production, supply network, marketing, R&D dan leadership in innovation.”

 

Halaman:
Ade Febransyah
Ade Febransyah
Guru Inovasi Prasetiya Mulya Business School

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...