Jalan Pembuat Kendaraan Listrik Lokal

Ade Febransyah
Oleh Ade Febransyah
31 Juli 2023, 12:20
Ade Febransyah
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Peneliti utama, Decisions & Corporate Foresight, Prasetiya Mulya Business School

Setelah membaca “Masa Depan Pembuat Kendaraan Listrik Lokalpada artikel sebelumnya, mari lihat performa pembuat lokal yang sudah memproduksi motor listrik. Inilah skenario awal yang sudah terjadi. Masih di tahap introduksi, pembuat motor listrik lokal sudah kesulitan dalam kinerja penjualan meski ada subsidi pembelian dari pemerintah.

Mengikuti aturan kompleksitas, belum berhasilnya mencapai performa perusahaan akan menyulitkan dalam meningkatkan kemampuan, membangun jejaring bisnis yang kuat, dan akhirnya berdampak negatif terhadap masa depan persusahan tersebut. Jika masa depan tidak berpihak pada mereka, hal itu akan semakin menyulitkan pembuat untuk meningkatkan kemampuan, membangun jejaring bisnis yang kuat, dan meningkatkan performa perusahaan.

Ada semacam reinforcing loop atau kausalitas saling menguatkan antara performa perusahaan, masa depan perusahaan, kemampuan perusahaan, dan jejaring bisnis. Melihat pola seperti ini, sepertinya akan sulit bagi pembuat lokal atau pendatang baru siapa pun untuk mewujudkan masa depannya.

Masih ada persoalan dalam problem-solution fit yang belum terselesaikan oleh motor listrik atau EV pada umumnya. Apakah EV tersebut membantu menyelesaikan pekerjaan komuter lebih baik? Apakah kendaraan listrik mampu mengatasi customer pains berupa antrean panjang di SPBU saat mengisi bensin; pembengkakan biaya BBM ketika harga naik; tingginya biaya servis dan harga atau cicilan kendaraan?

Selain itu, adopsi EV terjadi jika memenuhi customer gains seperti kemudahan dalam mobilitas, kenyamanan, keamanan, prestise, keandalan dan serviceability.

Quick win dari kendaraan listrik yang langsung dirasakan penggunanya yaitu turunnya biaya energi secara signifikan dibandingkan kendaraan ber-BBM untuk penggunaan kendaran dengan jarak tempuh yang sama. Quick win lainnya datang dari biaya servis dan perawatan yang lebih rendah dari kendaraan ber-BBM.

Meski beberapa studi empiris menunjukkan total cost of ownership kendaraan listrik lebih rendah dari kendaraan ber-BBM, namun keunggulan biaya ini juga ada biayanya, yaitu harga EV itu sendiri yang lebih tinggi. Sementara untuk urusan mobilitas, kenyamanan, keamanan, keandalan, serviceability, kendaraan BBM sudah mampu memuaskan penggunanya. Bisa saja dalam urusan prestise, pengguna EV akan mendapatkan emotional benefit berupa identitas sosial yang berbeda karena sudah merangkul nilai-nilai hijau dalam berkendara.

Menelisik Skenario pada Pembuat Kendaraan Listrik Lokal

Meski demikian bukan berarti pintu-pintu oportunitas tertutup bagi pembuat EV lokal untuk bisa sukses di industri kendaraan listrik. Berikut beberapa skenario yang bisa terjadi pada pembuat EV lokal, baik untuk pembuat motor dan mobil listrik.

Pertama, adanya pembuat kendaraan listrik lokal dengan EV price parity with gasoline vehicles. Pada skenario ini, pemain lokal mampu membuat kendaraan listrik dengan harga yang sama dengan kendaraan ber-BBM yang sekelas tanpa disubsidi pemerintah. Demikan pula dalam mendapatkan margin profit yang sama dengan kendaraan ber-BBM. Ketika paritas harga EV tercapai, EV menjadi terjangkau bagi masyarakat banyak.

Dengan harga yang relatif sama dan benefit yang lebih tinggi dalam mengatasi pains dan gains dibandingkan kendaraan ber-BBM, rasio benefit terhadap harga dari EV jauh lebih tinggi ketimbang kendaraan ber-BBM. Ketika ini terjadi, efek tsunami dalam berinovasi pun terjadi, pengguna kendaraan ber-BBM berbondong pindah ke EV.

Inilah skenario paling optimistis sekaligus hampir mustahil bagi setiap pembuat EV di mana pun, paling tidak untuk kurun 10 tahun ke depan. Yang terjadi sekarang ini, harga EV masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan ber-BBM dikarenakan biaya EV per unitnya masih tinggi.

Skenario ini menjadi elusif bagi pembuat EV lokal mengingat baterai masih menjadi komponen mahal. Harga baterai masih menjadi ketidakpastian karena kelangkaan bahan bakunya. Demikian pula dengan ukuran pasar pembuat lokal yang masih kecil dan segala sumber daya, kemampuan, dan dukungan jejaring bisnis yang masih terbatas.

Skenario di atas masih dapat terjadi. Syaratnya, pertama, pembuat lokal memiliki segala kemampuan dalam desain, engineering, produksi, dan keuangan baik dari internal perusahaan dan/atau jejaring bisnisnya. Kedua, ada keberpihakan pemerintah lewat kebijakan purchase subsidy atau tax credit untuk membuat EV jadi lebih terjangkau bagi masyarakat banyak serta kebijakan tarif dan non-tarif yang membantu pembuat lokal jadi kompetitif dalam persaingan.

Skenario kedua adalah pembuat EV lokal dengan technology epiphany. Menyadari paritas harga masih sulit terjadi dalam jangka singkat, pembuat lokal bisa memproduksi EV yang berbeda dari kerumunan kendaraan listrik yang diminati mayoritas penggunanya. EV yang dibuat mempertemukan teknologi maju dan desain penuh makna atau disebut technology epiphany (Verganti, 2009).

Manfaat fungsional dan emosional yang ditawarkan EV penuh makna ini memang akan memberikan peningkatan rasio benefit terhadap harga yang lebih tinggi. Namun adopsinya diperkirakan rendah karena harga EV ini menjadi mahal dibandingkan kendaraan ber-BBM. Kalaupun ada, jumlah penggunanya hanya segelintir.

Membuat kendaraan listrik yang bernilai tinggi dan ditujukan kepada segelintir pengguna bisa saja jadi pilihan bunuh diri bagi pembuat lokal. Dalam industri yang sudah terisi pemain dan nama besar, ditambah mentalitas underdog masyarakat yang mengutamakan merek luar, skenario ini bisa elusif, sulit terjadi.

Namun pembuat lokal tetap bisa mewujudkan skenario ini. Syaratnya, pertama, mereka memiliki kemampuan dalam memadukan desain dan teknologi terkini untuk menghadirkan kemaknaan baru dari sebuah EV. Kedua, target customer dapat secara objektif mengapresiasi kelebihan nilai dari EV lokal tersebut. Selain itu, sama seperti di skenario sebelumnya, skenario ini menuntut pembuat lokal memiliki segala kemampuan baik dari internal perusahaan maupun dukungan jejaring bisnisnya.

Halaman:
Ade Febransyah
Ade Febransyah
Guru Inovasi Prasetiya Mulya Business School

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...