Produk Nikel Indonesia dan Isu Kerja Paksa yang Disorot AS

Fanny Tri Jambore
Oleh Fanny Tri Jambore
12 Oktober 2024, 08:55
Fanny Tri Jambore
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Produk nikel Indonesia dan turunannya terancam diblokade oleh Amerika Serikat (AS). Hal ini setelah Departemen Tenaga Kerja AS memasukkan nikel Indonesia ke dalam daftar produk yang dibuat dengan menggunakan kerja paksa. Laporan yang dipublikasikan pada 5 September 2024 itu semakin mengukuhkan eksploitasi nikel di Indonesia membawa petaka. 

Selain nikel, ada 12 produk asal Indonesia lainnya di dalam daftar, antara lain Crude Palm Kernel Oil (CPKO), Crude Palm Oil (CPO), perikanan, produk alas kaki, emas, buah sawit, produk oleokimia, Refined Palm Kernel Oil (RPKO), Refined Palm Oil (RPO), karet, timah, dan tembakau. Total ada 204 produk dari 82 negara yang pembuatannya dianggap melibatkan buruh anak dan kerja paksa. 

Saat ini, sebagian besar nikel Indonesia dikirim ke Cina dalam bentuk feronikel dan nickel-iron. Namun, beberapa tahun terakhir, pemerintah gencar melakukan pendekatan ke pasar AS dan Uni Eropa, yang memiliki standar ketat terkait prinsip lingkungan dan tata kelola yang berkelanjutan.

Cadangan komoditas nikel di Indonesia masih menjadi yang terbesar di dunia atau setara dengan 23% cadangan di dunia. Total, Indonesia memiliki sumber daya nikel mencapai 17,7 miliar ton bijih dan 177,8 juta ton logam, dengan jumlah cadangan 5,2 miliar ton bijih dan 57 juta ton logam.

Berdasarkan data United State Geological Survey (USGS) dan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia merupakan negara dengan produksi bijih nikel terbesar di dunia, yakni sekitar 1,6 juta ton pada 2022. Jumlah itu terpaut jauh dengan Filipina dan Rusia berada di bawahnya dengan produksi masing-masing sekitar 330 ribu ton dan 220 ribu ton.

Cadangan nikel Indonesia mencapai 21 juta metrik ton. Standard & Poor (S&P) memproyeksikan, Indonesia mampu menguasai 44% pasar nikel dunia pada 2027. 

Sampai saat ini, Indonesia merupakan kontributor utama pasokan nikel global. Terutama karena perluasan industri nikel dan pengembangan proyek High Pressure Acid Leaching (HPAL) di dalam negeri. Ini cerminan dari ambisi pemerintah untuk menjadi pemain kunci rantai nilai kendaraan elektrik global, serta menawarkan kemitraan dan kepastian kepada investor asing.

Semua dilakukan dengan mengatasnamakan kekuatan ekonomi dan pembangunan. International Energy Agency (IEA) memperkirakan, permintaan mineral transisi ini akan meningkat empat kali lipat pada 2040 guna memenuhi target Perjanjian Iklim Paris. IEA memprediksi permintaan nikel pada 2030, yang terdiri dari baterai kendaraan listrik, baja nirkarat, dan penggunaan lainnya, akan tetap tinggi.

Kebutuhan pasar global tersebut mendorong Indonesia meningkatkan aktivitas pertambangan di daerah-daerah yang kaya nikel, seperti Sulawesi, Papua, dan Maluku. Ketiga provinsi ini merupakan tiga daerah yang paling masif dan ekspansif dalam eksploitasi nikel, baik dari sisi produksi dan cakupan wilayah eksploitasi, serta laju deforestasi. Hilirisasi nikel pun masuk sebagai salah satu proyek strategis nasional era Presiden Jokowi.

Laporan Departemen Tenaga Kerja AS menyebutkan, kawasan industri pengolahan bijih nikel di Sulawesi Tengah dan Tenggara merupakan bagian dari mega proyek lintas benua Belt and Road Initiative Cina. Perusahaan Cina menguasai kepemilikan mayoritas atas kawasan-kawasan itu. 

Kawasan industri mempekerjakan sekitar 6.000 pekerja migran Tiongkok dalam berbagai kapasitas. Laporan itu menyebutkan banyak pekerja yang merasa tertipu. Paspor pekerja disita, pemotongan upah seringkali terjadi, serta kekerasan fisik dan verbal sebagai sarana hukuman. Indikator lain dari kerja paksa di kawasan industri mencakup pembatasan gerakan, isolasi, pengawasan terus-menerus, dan lembur paksa.

Laporan itu juga mengukuhkan temuan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil ihwal bala eksploitasi nikel di Indonesia. Walhi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah serta Satya Bumi, pernah meluncurkan kertas kebijakan bertajuk “Neo-Ekstraktivisme di Episentrum Nikel Indonesia” pada akhir 2023.

Kajian itu berisi tentang tata kelola pertambangan nikel, termasuk kajian atas semrawutnya regulasi, fakta-fakta yang ditemukan di lokasi ekstraktif nikel, serta adanya dampak deforestasi, kerusakan ekologis, dan pelanggaran hak asasi manusia akibat tambang nikel.

Pertambangan nikel kerap bersinggungan dengan masyarakat lokal. Konflik jamak terjadi di wilayah perbatasan tambang nikel dan pemukiman warga. Setidaknya terdapat tujuh hak asasi yang kerap dilanggar perusahaan tambang nikel, di antaranya: hak atas tanah dan sumber daya (termasuk hak atas properti), hak atas lingkungan bersih, hak atas hidup, hak atas kebudayaan, pemindahan paksa, konsultasi dan partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan diskriminasi terhadap perempuan.

Laporan dari AS itu keluar menjelang pergantian pemerintahan sehingga bisa menjadi momentum bagi pemerintahan baru untuk melakukan pembenahan menyeluruh. Pemerintah dapat mengevaluasi dan mengaudit industri nikel, termasuk regulasi terkait nikel.

Fanny Tri Jambore
Fanny Tri Jambore
Kepala Divisi Kampanye Eksekutif Nasional Walhi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...