(Baca: Utang BUMN Mengancam Keuangan Negara)

 AAJI mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memangkas Pajak Penghasilan (PPh) final atas bunga obligasi dari semula 15% menjadi 5%. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi yang terbit bulan lalu.

Namun, insentif ini dirasa belum cukup. Perusahaan asuransi jiwa juga mengusulkan insentif pajak dalam bentuk penurunan PPh untuk pembayaran premi asuransi. Jika itu dikabulkan, maka masyarakat akan semakin tertarik untuk membeli produk asuransi.

Dengan begitu, masyarakat akan tertarik membeli asuransi, dan dana kelolaan asuransi bisa semakin besar untuk ditempatkan di sektor infrastruktur. "Total aset kami sudah mencapai Rp 550 triliun, kalau lebih tinggi maka sumber dana infrastruktur makin besar,” ujarnya.

Potensi Dana Pensiun Luar Negeri

Tak hanya di dalam negeri, pemerintah meyakini dana pensiun luar negeri juga mulai menunjukkan ketertariknnya berinvestasi di proyek infrastruktur di Tanah Air. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro pernah mengungkapkan sudah ada beberapa dapen global yang sedang dijajaki tahun lalu, yakni dari Australia, Jepang, dan Kanada. "Mereka belum bicara jumlah tetapi cara masuk dulu,” ujarnya.

Bambang mengatakan dana pensiun global saat ini jumlahnya sangat besar. Potensinya mencapai ratusan triliun dolar Amerika Serikat. Dana tersebut sudah banyak yang dialirkan untuk investasi infrastruktur di berbagai negara. Namun, belum ada satu pun yang mampir ke Indonesia.

(Baca: Pemerintah Bidik Dana Pensiun Danai Proyek Infrastruktur Rp570 Triliun)

 Menurut CEO PINA Eko Putro Adijayanto, dana pensiun dari Australia, Superannuation, cukup potensial. Dana yang dikelola lembaga tersebut bernilai ratusan miliaran dolar. "Superannuation sudah membuka pembiayaan infrastruktur di India. Kenapa tidak buka di Indonesia?” ujarnya.

Selain Australia, dapen Kanada juga tertarik masuk ke India. Biasanya, dapen global memarkirkan dananya ke negara-negara emerging market yang jumlah penduduknya besar, struktur ekonomi dan kekayaan sumber daya yang melimpah, seperti India dan Indonesia.

Dia mengatakan sebenarnya sudah banyak perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun yang ingin masuk membiayai infrastruktur di Indonesia. Namun, mereka ingin ada insentif pajak yang meringankan untuk investasi secara langsung.

Saat ini regulator, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan lembaga terkait tengah membicarakan apa saja regulasi atau ketentuan untuk mengoptimalkan pendanaan infrastruktur dalam negeri. Tujuannya agar kapabilitas asuransi jiwa dan dapen dalam proyek ini meningkat.

Sejak 2017, pemerintah telah menyiapkan skema PINA untuk membiayai pembangunan proyek-proyek infrastruktur strategis. Pemerintah memfokuskan skema ini pada proyek-proyek yang memiliki tingkat pengembalian investasi atau Internal Rate of Return (IRR) di atas 13%. Skema ini dibuat untuk memanfaatkan berbagai instrumen keuangan, seperti dana pensiun, asuransi, kekayaan negara, hingga perusahaan investasi strategis, masuk ke infrastruktur.

Tahun lalu, pembiayaan infrastruktur yang masuk melalui skema PINA mampu melampaui target. Totalnya sepanjang tahun lalu mencapai Rp 47 triliun, dari target Rp 35 triliun. Tahun ini Bappenas menargetkan investasi yang masuk melalui skema PINA mencapai Rp 84 triliun - Rp 100 triliun, dari total 30 proyek infrastruktur. Namun, hingga Agustus 2019, dana yang masuk baru Rp 15 triliun.

Sebelas Proyek PINA yang Dinilai Sukses 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement