Persaingan antarpenyedia layanan dompet digital makin ketat. Pasar e-wallet yang selama ini didominasi oleh Go-Pay milik Go-Jek dan OVO dari Grup Lippo makin sesak dengan hadirnya kompetitor baru, LinkAja.
Setelah merilis pada Ahad pekan lalu, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) langsung membuat gebrakan bagi LinkAja. Perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran besutan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini, misalnya, fokus menyasar segmen yang luas mulai dari pengguna kendaraan umum hingga masyarakat yang belum memiliki ponsel pintar (smartphone).
Kedua segmen tersebut belum banyak digaet oleh pemain dompet digital sebelumnya seperti Go-Pay, OVO, ataupun DANA. “Pasar ini sangat potensial,” kata Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung kepada Katadata.co.id, Kamis (4/7/2019).
Karena itu, dalam layanan transportasi, LinkAja bekerja sama dengan beragam operator massal seperti Moda Raya Terpadu atau Mass Rapid Transit (MRT) dan Lintas Raya Terpadu (LRT) di Palembang. Pengguna transportasi umum di kota-kota besar memang pasar yang gemuk. Karena itu, layanan pembayaran yang memudahkan masyarakat tentu banyak dicari.
Dalam penetrasi pasar berbasis telepon genggam, LinkAja menyediakan layanan menggunakan Unstructured Supplementary Service Data (USSD) *800# bagi pengguna ponsel biasa alias lawas (feature phone). Layanan ini memang baru tersedia bagi pelanggan Telkomsel, tetapi LinkAja berencana memperluasnya ke konsumen perusahaan telekomunikasi lainnya.
(Baca: Beda LinkAja dengan OVO dan Go-Pay)
Dibidiknya segmen ini lantaran masih banyak pengguna ponsel jadul di daerah. Selain menggunakan fasilitas USSD, LinkAja memanfaatkan program Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Laku Pandai. Layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif ini digerakkan oleh Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menyasar pengguna di daerah.
Didukung oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Negara (BTN), LinkAja memiliki potensi besar menguasai pasar yang lokasinya jauh dari kantor bank. Mengacu dengan target OJK, perusahaan ini dapat membangun produk-produk keuangan yang sederhana untuk mendorong percepatan inklusi keuangan (financial inclution) di Tanah Air.
Sebagai gabungan dari aplikasi pembayaran besutan BUMN, seperti TCash dari Telkomsel, TBank dan MyQR milik BRI, e-cash dari Bank Mandiri, serta yap! dan UnikQu dari BNI, LinkAja memiliki jalan lapang untuk bergerak. Apalagi di luar itu ada sejumlah BUMN lain yang juga terlibat, seperti Pertamina, Asuransi Jiwasraya, dan Danareksa. Selain itu, Jasa Marga, Garuda Indonesia, dan Kereta Api Indonesia (KAI) digadang-gadang bakal berpartisipasi menjadi pemegang saham di fintech pembayaran ini.
Ada 1,5 juta titik kontak finansial lewat layanan konvensional di Indonesia | |
Layanan | Jumlah |
Cabang bank | 38.000 |
ATM milik bank | 103.953 |
EDC | 500.000 |
Laku Pandai | 700.000 |
Layanan Keuangan Digital (LKD) | 200.000 |
Fintech pembayaran termasuk LinkAja, Go-Pay, OVO, dan DANA memang diharapkan bisa menyasar pengguna di pelosok nusantara. Namun, tak bisa dipungkiri, masih ada penduduk Indonesia yang menggunakan ponsel biasa atau belum terakses internet. Apalagi, berdasarkan data Statista, penguna smartphone diproyeksi baru mencapai 28 % dari total penduduk Indonesia pada tahun ini.
(Baca: LinkAja Berencana Rambah Singapura, Bagaimana dengan OVO dan Go-Pay?)
Karena itu, menurut Ignatius, segmen yang diincar LinkAja jumlahnya sangat besar, namun adopsi teknologinya masih minim. Nilai transaksi pengguna di daerah pun diperkirakan lebih kecil dibanding konsumen yang tinggal di perkotaan.
“Walaupun begitu, jumlah masyarakat di kota jauh dari setengah total penduduk Indonesia,” ujar Ignatius. Karena itu, potensi transaksi menggunakan fintech pembayaran tumbuh lebih dari dua kali. Sehingga, gerak cepat LinkAja ke pasar di daerah bisa meningkatkan transaksi lebih besar secara nominal dan lebih sering.
Pengguna internet mencapai 171,71 juta atau 64,8% dari total penduduk Indonesia 264,16 juta pada 2018. Jumlah ini tumbuh 10,12% dibanding 2017. | Pulau | Kontribusi terhadap penetrasi internet |
Sumatera | 21% | |
Jawa | 55% | |
Bali dan Nusa tenggara | 5% | |
Kalimantan | 9% | |
Sulawesi, Maluku, Papua | 10% |
Sumber: APJII, 2019
Untuk bisa meningkatkan transaksi secara nominal maupun volume, LinkAja harus menyediakan layanan yang dibutuhkan masyarakat di daerah hingga pelosok Indonesia. Dalam hal ini, menurutnya, Go-Pay dan OVO sudah masuk ke daerah melalui layanan berbagi tumpangan (ride-hailing) Gojek dan Grab.
Penyedia layanan on-demand | Jumlah unduh aplikasi | Mitra pengemudi (motor dan mobil) | Cakupan |
Gojek | 142 juta | 2 juta lebih mitra di empat negara | Hadir di empat negara (200 kota di Indonesia) |
Grab | 152 juta | 9 juta (plus agen) di Asia Tenggara | 336 kota di delapan negara (224 kota di Indonesia) |
Sumber: Riset Katadata, diolah
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudistira menyatakan, LinkAja unggul di sektor transportasi. Dompet digital ini bisa digunakan untuk layanan Blue Bird, Kereta Api, Trans Semarang, Damri, dan Railink. Yang teranyar, LinkAja menyediakan layanan pembayaran untuk pembelian tiket Garuda Indonesia, Citilink, MRT hingga LRT di Palembang.
Fintech pembayaran ini juga mengembangkan layanan pembayaran nirsentuh berbasis identifikasi frekuensi radio (Radio Frequency Identification/RFID) sebagai sensor untuk tol. Dengan begitu, kendaraan yang menggunakan stiker LinkAja bisa melintasi pintu tol dengan kecepatan 30 kilometer per jam tanpa harus berhenti untuk membayar di sejumlah pintu tol yang dilengkapi teknologi RFID.
Selain itu, adopsi LinkAja akan cepat karena didukung oleh BUMN. “Di sektor transportasi potensinya besar. Untuk pasar yang daerah mungkin sekadar misi inklusi keuangan dan pangsa pasar, tidak kejar profit,” kata Bhima.
Chief Technology Officer (CTO) LinkAja Arman Hazairin mengatakan, perusahaannya menargetkan layanan pembayaran untuk transportasi massal selesai diuji coba seluruhnya pada kuartal keempat tahun ini. Dengan begitu, ia berharap lebih banyak konsumen bisa memakai LinkAja saat menggunakan transportasi umum pada akhir 2019.
Selain itu, ia tengah mengembangkan aplikasi mini yang memungkinkan apps lain terintegrasi dengan LinkAja. Konsep seperti ini mirip dengan Gojek dan Grab yang tengah mengembangkan SuperApp. Hanya, LinkAja fokus pada layanan pembayaran.
Tak hanya itu, LinkAja berencana mengembangkan komputasi awan (cloud) sendiri pada 2020. “Sebelumnya, hampir seluruh data disimpan di penyimpanan milik Telkomsel,” kata Arman di kantornya. Divisinya juga mengkaji teknologi profiling supaya bisa menyediakan layanan keuangan yang lebih luas, seperti investasi dan pinjaman.
Adapun Chief Executive Officer (CEO) LinkAja Danu Wicaksana belum mau berkomentar banyak perihal layanan baru yang tengah digarap tersebut. “Kami coba masuk ke semua sendi kehidupan. Saat ini, 250 ribu mesin Electronic Data Capture (EDC) kami coba update supaya bisa pakai LinkAja. Kami sedang progres terintegrasi dengan Traveloka,” kata dia.
LinkAja juga menyediakan layanan tarik tunai tanpa kartu dengan memiliki lebih dari 100 ribu titik Cash In Cash Out (CICO). Lokasi tarik tunai dan isi saldo itu bisa ditemui di minimarket seperti Indomaret, Alfamart, Alfamidi. Selain itu, layanan CICO ini tersedia di Grapari Telkomsel, ATM Link Himbara, ATM Bersama, dan lebih dari 100 ribu jaringan outlet Mitra LinkAja (MiLA).
(Baca: LinkAja Buka Peluang Kolaborasi dengan Pemain Besar Fintech Pembayaran)
Gurita bisnisnya juga memfasilitasi layanan pembayaran bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Misalnya, layanan remitansi bagi pekerja migran Indonesia di Singapura melalui kerja sama dengan Singapore Telecommunications (Singtel) Limited sejak tahun lalu. Kini, LinkAja berencana memperluas layanan remitansi ke Hong Kong, Malaysia, dan Thailand.
Meski persaingan di industri ini terbilang ketat, Danu mengatakan bahwa LinkAja terbuka untuk berkolaborasi dengan perusahaan lain termasuk Go-Pay dan OVO. “Bakal ada sesuatu dalam dua bulan ke depan yang signifikan,” katanya.
LinkAja | Go-Pay | OVO | |
Pengguna | 23 juta | 142 juta (unduh aplikasi Gojek) | Lebih dari 115 juta (per akhir 2018) |
Jumlah mitra | Lebih dari 183 ribu titik lokasi | Lebih dari 400 ribu mitra Go-Food, sekitar 60 ribu penyedia layanan, mitra pengemudi Gojek | Lebih dari 500 ribu mitra.Juga digunakan untuk layanan transportasi Grab |
Payment Point Online Bank (PPOB) | IndiHome, listrik, PDAM, pulsa hingga voucher gim online | Pulsa, listrik, PDAM, streaming, TV kabel hingga voucher gim online, | Pulsa, listrik, asuransi, streaming, TV kabel hingga BPJS kesehatan |
E-commerce | bekerja sama dengan 20 e-commerce termasuk Tokopedia, Bukalapak, dan Blanja.com | Blibli.com, JD.ID, Sociolla | Tokopedia, Sociolla |
Transportasi | Blue Bird, KAI, Trans Semarang, Damri, Railink, Garuda Indonesia, Citilink, MRT, LRT di Palembang | Gojek (motor dan mobil), Trans Semarang | Grab (motor, mobil, bajay) |
Donasi | BUMN, Bazis, Baznas, Ycab, Lazismu, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, masjid | Baznas, Rumah Zakat, KitaBisa, Institut Musik Jalanan (IMJ), masjid | Baznas, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa |
Layanan publik | Uji coba salurkan bansos lewat TCash 2015 dan 2016Menyalurkan kredit UMiPBBSamsatSIM dan SKCK di Cilacap | 50 SMKSIM dan SKCK di Gresik, Surabaya, dan BekasiPBB di SemarangMenyalurkan kredit UMi | Universitas Katolik (UNIKA) Widya Mandala di SurabayaSIM dan SKCK di Mojokerto dan Surabaya |
Cicilan atau Pinjaman | LinkAja bekerja sama dengan Kredit Pintar | Go-Pay gandeng PT Mapan Global Reksa (Findaya) untuk menyediakan fitur cicilan (paylater) | OVO gandeng Taralite untuk sediakan fitur cicilan (paylater) di Tokopedia |