Kronologi Aksi di Bawaslu yang Berujung Rusuh

Kerusuhan bermula dari aksi damai yang dilakukan masa pendukung pasangan peserta Pilpres 2019, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Mereka menduga ada kecurangan dalam Pilpres 2019 dan menuntut Bawaslu segera menindak. Aksi dilakukan sejak pagi hingga malam. Mereka pun melakukan tarawih bersama di jalanan depan Gedung Bawaslu.

Sebenarnya, waktu yang diperbolehkan untuk melakukan unjuk rasa hanya sampai jam enam sore. Namun, aparat keamanan memberikan waktu hingga mereka selesai tarawih. Masalahnya, sebagian massa yang enggan dibubarkan setelah waktu yang diberikan habis.

Massa yang kebanyakan berusia muda ini lantas melawan dan aparat memukul mundur mereka hingga ke Jalan Agus Salim (Sabang) dan Pasar Tanah Abang, menjelang sahur. Perlawanan mereka terus berlanjut, hingga matahari sudah terbit pun bentrokan masih terjadi di Jatibaru, Petamburan, hingga Slipi.

(Baca: Ini Tokoh dan Organisasi di Pusaran Rencana Aksi 22 Mei 2019)

Kendaraan yang terparkir di depan asrama Brigade Mobil di Petamburan, Jakarta Pusat sempat dibakar oleh massa. Mengenai hal ini, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyebut massa yang mengacau keamanan berbeda dengan yang berdemonstrasi di depan Bawaslu.

"Pukul 22.00 atau 23.00 WIB datang sekelompok anak muda 300 hingga 400 orang datang ke Bawaslu dari Tanah Abang dan melempari anggota," kata Tito. Kepolisian pun menangkap orang-orang yang diduga sebagai provokator aksi. Totalnya mencapai 257 orang yang ditangkap di depan Bawaslu, Sabang, Tanah Abang, dan Petamburan.

21 Mei pukul 18.00 WIBDemonstran berbuka puasa dilanjutkan ibadah Maghrib, Isya, dan Tarawih di depan Bawaslu.
21 Mei pukul 21.00 WIBAparat meminta demonstran bubar yang disambut dengan positif.
21 Mei pukul 23.00 WIBMassa hadir dari Jalan Agus Salim (Sabang) dan Wahid Hasyim serta memprovokasi aparat. Massa juga merusak security barrier. Arahan polisi untuk bubar disambut lemparan Molotov.
22 Mei pukul 03.00 WIBPolisi bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendorong massa hingga jalan Sabang serta Pasar Tanah Abang. Di saat bersamaan ratusan massa berkumpul di Jalan K.S. Tubun, Petamburan.
22 Mei pukul 05.00 WIBKendaraan yang berada di asrama Brimob, Petamburan dibakar Massa.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengaku telah mengetahui siapa dalang di balik kerusuhan ini. Namun, dia belum mau memberitahukan siapa pihak yang bertanggung jawab itu. Dia hanya menyebutkan pelakunya adalah preman yang dibayar, dengan bukti uang senilai Rp 6 juta yang diamankan. "Uang tersebut terpisah-pisah," katanya.

(Baca: Ma'ruf Amin Minta Elite Politik Tidak Hasut Rakyat Turun ke Jalan)

Hingga jelang malam ini, aparat masih berhadapan dengan massa di wilayah Slipi, Jakarta Barat. Di saat yang sama, demonstrasi damai yang digelar di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) malah memanas dan sempat terjadi aksi pembakaran.

Hingga saat ini tercatat enam korban meninggal dunia dan ratusan luka-luka dalam bentrok masa dan aparat sejak Selasa malam. "Korban meninggal, dua orang di Rumah Sakit Tarakan, kemudian (satu) di RS Pelni, RS Budi Kemuliaan, RSCM, dan RS AL Mintohardjo," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Upaya Meredam Aksi Tidak Membesar

Agar kondisi tidak tambah memanas, dua tokoh sentral dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto diminta memenangkan warga. Jokowi yang baru saja diumumkan menang dalam Pilpres, mengajak masyarakat untuk merajut persatuan.

"Mari merajut kembali kerukunan karena Indonesia rumah kita bersama," katanya saat konferensi pers di Istana. Sebagai Presiden, Jokowi memerintahkan aparatnya untuk tidak memberi ruang bagi para perusuh yang merusak negara.

Adapun Prabowo mengatakan kerusuhan seperti tanggal 22 Mei tak dapat terjadi lagi. Dia mengkhawatirkan anyaman bangsa dapat rusak apabila kekerasan seperti ini terus terjadi. Mantan Danjen Kopasus ini juga meminta semua tokoh seantero negeri dapat menghindari provokasi. "Kami mendukung penggunaan hak konstitusional yang berakhlak, damai dan tanpa kekerasan," ujarnya.

(Baca: Prabowo Imbau Pengunjuk Rasa Pulang dan Tidak Berbuat Onar)

Peneliti dari Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny JA Rully Akbar menjelaskan pertemuan dua tokoh sudah seharusnya dilakukan untuk meredam tensi yang terus memanas. Mereka juga harus bisa meyakinkan para pendukungnya untuk tetap menempuh jalur hukum terkait penyelenggaraan pemilu, meski tidak bisa memuaskan semua pihak.

Secara khusus, Rully juga berharap tokoh-tokoh Badan Pemenangan Nasional (BPN) dapat menenangkan masyarakat pendukung Prabowo dengan tidak melontarkan pernyataan provokatif. "Karena dari Tim Kampanye Nasional 01 sudah menahan diri untuk berbicara," kata Rully kepada Katadata.co.id.

Sedangkan pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, adanya aksi rusuh ini merupakan ujian bagi kepemimpinan Jokowi. Dia menganggap respons kebijakan, seperti membatasi akses media sosial cenderung berlebihan.

Selain itu menurutnya ada isu mengenai pengumuman penetapan pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang dilakukan dini hari dan jadi motivasi masyarakat bertanya meski hal tersebut sah dilakukan. "Benar-benar leadership sedang diuji," kata Hendri.

(Baca: Kerusuhan di Tanah Abang, #TangkapPrabowo Jadi Trending Topik Dunia)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement