Belakangan, Taufik balik badan dengan menyatakan, surat tersebut tidak sah karena tidak ikut ditandatangani Sekretaris DPD Gerindra Jakarta. Selain itu, surat juga menyalahi prosedur penggantian wakil gubernur yang harus melewati DPRD. Taufik pun bermanuver dengan mengajukan namanya sebagai cawagub ke DPRD DKI. Sebab, proses pemilihan wagub pengganti harus mendapat persetujuan dewan.

Menurut pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio, ancaman PKS tak bisa dianggap remeh. Ia menilai, Prabowo seharusnya menjaga kekuatan internal koalisi. Kalau ternyata Gerindra memaksakan keinginan untuk mendapatkan posisi Wagub DKI, ini bisa memberi kesan Prabowo memang tidak berniat menang di Pilpres 2019, tetapi haanya berusaha membesarkan Gerindra saja.

(Baca: Jokowi vs Prabowo jilid II Memilih Wakil dengan Banyak Faktor)

Realitasnya, majunya Prabowo didampingi Sandiaga memang sangat menguntungkan Gerindra. Ini yang disebut coattail effect. Lantaran Pemilu legislatif dan Pilpres 2019 akan digelar secara serentak, figur capres yang diusung akan mendorong perolehan suara partai yang diasosiasikan dekat dengan capres.

Riset beberapa lembaga survei politik serta simulasi internal PKS dan PAN, Gerindra akan menggeser Golkar sebagai partai terbesar kedua setelah PDIP, sebagai akibat dari coattail effect. Artinya, Prabowo menang atau kalah di Pilpres tahun depan, Gerindra sudah menuai hasil dengan meraup suara yang berlimpah.

Masalahnya, efek ini belum tentu berlaku untuk PKS dan PAN. Selain karena tidak memperoleh coattail effect, perolehan suara kedua partai sangat mungkin terpangkas metode perhitungan suara Sainte Lague murni yang mulai diterapkan di Pemilu tahun depan. Metode perhitungan suara ini dipercaya lebih menguntungkan partai besar dengan perolehan suara yang banyak.

Karena itu, fokus kedua partai saat ini adalah mengamankan suara mereka lewat kampanye dari calon anggota legislatif masing-masing partai. Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) sebelumnya mengakui partainya lebih fokus ke upaya pemenangan Pemilu legislatif ketimbang upaya memenangkan Prabowo-Sandi di Pilpres 2019.

(Baca: Motif Berbeda di Balik Laga Prabowo vs Jokowi Jilid II)

Suara pemilih yang tidak puas dengan Jokowi, yang kebanyakan akan menyalurkan pilihan legislatifnya ke Gerindra, sekarang menjadi incaran PKS dan PAN. Daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat misalnya, kabarnya sudah menjadi medan persaingan sengit antara ketiga partai memperebutkan suara pemilih anti-Jokowi.

Terbukti, alih-alih mengiklankan Prabowo-Sandi, strategi kampanye PKS lebih fokus pada upaya menggali ketidakpuasan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo lewat gerakan "2019 Ganti Presiden". Tanpa kepastian memperoleh kursi Wagub DKI, Prabowo-Sandi dipastikan hanya akan mendapat dorongan minimal dari mesin politik PKS yang militan.

Konsekuensinya, Joko Widodo sebagai petahana, semakin berpeluang keluar sebagai pemenang di Pilpres 2019.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement