Warga di provinsi lain di Sulawesi yang ingin mengirim langsung bantuan ke saudaranya yang ada di Sulteng juga khawatir bantuan mereka dicegat di tengah jalan. Sementara korban di lokasi bencana, karena khawatir dengan aksi penjarahan, mereka memilih bertahan di rumahnya yang sebenarnya sudah rusak karena khawatir harta bendanya dijarah orang.

Situasi yang tidak menentu ini juga membuat sebagian warga memilih untuk meninggalkan Palu. Mereka memenuhi bandara dan mencoba naik ke pesawat angkut militer yang membawa bantuan karena kekhawatiran akan adanya gempa susulan, ketiadaan logistik, dan kekhawatiran terhadap masalah keamanan.

Dalam masalah penjarahan, Roy menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan arogan dengan memberikan izin bagi masyarakat untuk mengambil barang di toko ritel yang ada di Palu dan Donggala tanpa koordinasi lebih dahulu dengan pemilik usaha, atau manajemen, maupun menghubungi Aprindo sebagai asosiasi pengusaha toko modern.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memang menyatakan, warga bisa mengambil makanan di sejumlah mini market. Pemerintah nanti yang akan membayar. "Kami bijaksanakan daripada terjadi penjarahan liar, lebih baik kami buka saja minimarket, diambil barangnya nanti diganti dengan uang,” kata Wiranto.

(Baca: Pemerintah Jamin Bayar Makanan di Minimarket Palu yang Dijarah)

Masalahnya, pernyataan pemerintah yang multitafsir tersebut dipahami sebagai suatu izin, bahwa ketika warga mengambil barang di toko setelah bencana, itu menjadi hal yang dapat dimaklumi. Padahal, pengusaha ritel selama ini sudah turut berkontribusi dalam memberikan bantuan setiap terjadi bencana, seperti gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Belakangan, Tjahjo malah menyatakan, pernyataan pemerintah disalahpahami oleh media. Menurutnya, pemerintah tidak pernah mempersilakan warga mengambil makanan dan minuman. Yang ada, pemerintah meminta pemerintah daerah untuk memfasilitasi pembelian minuman dan makanan di toko yang menjual, yang lalu dibagikan secara gratis kepada para pengungsi.

Problemnya, roda pemerintahan daerah sudah lumpuh akibat skala dampak bencana yang masif. Dan ini tampaknya sudah disadari oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar, Kemendagri akan menerjunkan tim untuk menangani lumpuhnya roda pemerintahan daerah di Donggala dan Palu. Tim akan memberikan pendampingan pemberian pelayanan darurat ke masyarakat.

Mendagri juga telah merilis surat edaran untuk daerah yang terkena bencana. Inti edarannya adalah, dalam kondisi daerah mengalami bencana, pemerintah daerah bisa untuk menggunakan dana anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk keadaan darurat.

Pakar kriminologi dari Universitas Indonesia (UI) Purniati menilai, pemerintah punya tanggung jawab untuk memberi bantuan, bukan mengizinkan orang mengambil barang dengan alasan kondisi darurat. "Izin" pemerintah untuk mengambil barang menjadi preseden buruk lantaran mendorong problem semakin tak terkendali.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menilai aksi penjarahan menunjukkan adanya problem dalam penanganan bencana yang belum bisa sepenuhnya menjangkau korban. Karena itu, tidak ada pilihan, penyaluran bantuan harus bergerak lebih cepat lagi agar masalah penjarahan tidak meluas.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement