Jadi, perlu ada formula yang tetap untuk menghitung bagi hasil migas. Skema gross split ini akan berbeda untuk tiap lapangan. Pemerintah menetapkan variabel dasar dan variabel pendukungnya. Namun, saat ini, pemerintah masih menghitung besaran variabel dasar dan pendukungnya dengan menggunakan model ekonomi.

Grafik: Target dan Realisasi Penerimaan Pemerintah dari Sektor Migas 2006-2015
Target dan Realisasi Penerimaan Pemerintah dari Sektor Migas 2006-2015

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan, setidaknya ada lima kriteria untuk menentukan bagi hasil dengan skema gross split. Pertama, besaran reservoir migas yang terkandung di dalam perut bumi. Kedua, lokasi proyek migas yang akan dikelola oleh kontraktor. Ketiga, kondisi lapangan.

Keempat, tingkat kesulitan berdasarkan kondisi geologis. Kelima, karakteristik cadangan yang akan ada, yaitu blok migas konvensional atau nonkonvensional serta penggunaan teknologi yang akan dipakai kontraktor di suatu wilayah kerja migas.

Tak hanya mencakup lima kriteria itu, pemerintah juga mempertimbangkan komponen lokal sebagai salah satu penentu besaran bagi hasil dengan skema gross split.  Prinsipnya, semakin banyak  kontraktor migas menyertai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam kegiatan hulu migasnya maka semakin berpeluang mendapatkan bagi hasil yang lebih besar. 

Jonan mencontohkan, kontraktor menggunakan komponen lokal sebanyak 30 persen maka bagi hasilnya bisa bertambah empat persen. “Jadi real, kalau sekarang ini kan setengah memaksa,” katanya. (Baca: Komponen Lokal Jadi Penentu Besaran Bagi Hasil Skema Gross Split)

Sementara itu Wakil Ketua ‎Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Migas Bobby Gafur mengatakan pemerintah harus tetap mengawasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Jika tidak, industri lokal akan kalah bersaing dengan barang impor. 

Apalagi menurut Bobby, barang luar negeri seperti Cina yang harganya lebih murah dibandingkan produk lokal. "Kalau Sumber Daya Manusia (SDM), kita tidak kalah dibanding Amerika Serikat. Tapi dibanding Cina, itu kalah lebih murah," ujar dia. 

Fungsi kelembagaan SKK Migas

Penerapan skema gross split ini juga memunculkan banyak pertanyaan mengenai fungsi kelembagaan SKK Migas. Tidak adanya lagi cost recovery membuat fungsi pengawasan SKK Migas berkurang.

Namun, Jonan memastikan keberadaan SKK Migas meski tidak ada lagi cost recovery.  Meski begitu, tugasnya memang berubah. “Dari yang sekarang memeriksa biaya orang, sekarang fokusnya ke produksi, safety, dan security, fokus ke eksplorasi,” kata dia.

Grafik: Alokasi Penggunaan Cost Recovery 2016
Alokasi Penggunaan Cost Recovery 2016

Sedangkan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menjelaskan, penerapan skema gross split tetap akan di bawah pengawasan lembaganya. Misalnya, untuk pengajuan rencana kerja kontraktor, maka perlu melalui persetujuan SKK Migas. Bedanya, dalam skema gross split, kontraktor tidak perlu mengajukan detail anggaran biaya yang perlu diganti pemerintah. Sebab, seluruh biaya operasi ditanggung oleh kontraktor.

(Baca: SKK Migas Tetap Awasi Penggunaan Produk Lokal di Skema Gross Split)

Di sisi lain, SKK Migas berperan mengawasi penggunaan komponen lokal dan rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing  (RPTKA) yang akan dipakai kontraktor migas.  Bahkan, SKK Migas juga tetap mengawasi aspek kesehatan, keselamatan kerja, keamanan dan lingkungan (HSSE) kontraktor migas.

“Kalau ada yang ngawur dan ada kecelakaan macam-macam kan yang disalahkan Menteri ESDM juga,” ujar Amien.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement