Pengamat ekonomi INDEF Eko Listiyanto menilai, tak mudah bagi Bukopin untuk mencari investor baru. Apalagi, permasalahan likuiditas bank tersebut butuh ditangani secara cepat. "Dalam kondisi saat ini, sulit mencari investor baru," katanya kepada Katadata.co.id.
Karena itu, menurut Eko, wajar jika Kookmin Bank mengajukan sejumlah permintaan khusus. Regulator pun berada dalam posisi yang sulit.
"Pandemi virus corona dapat membuat kondisi keuangan bank yang sehat mengalami kesulitan. Apalagi, bagi Bukopin yang sebelumnya memang sudah mengalami kesulitan," kata dia.
Berdasarkan laporan keuangan bulanan yang dirilis perseroan, dana pihak ketiga pada akhir April 2020 tercatat sebesar Rp 68,12 triliun, turun 7,2% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 73,46 triliun. Penurunan terutama terjadi pada deposito dari Rp 46,34 triliun menjadi Rp 41,9 triliun.
Padahal pada periode yang sama, penyaluran kredit naik dari Rp 61,52 triliun menjadi Rp 65,73 triliun. Alhasil LDR Bukopin meningkat dari 83,7% menjadi 96,5%
Kondisi likuiditas yang ketat juga terlihat dari total surat berharga pada posisi aset perusahaan yang turun dari Rp 9,9 triliun pada April 2019 menjadi hanya tersisa Rp 1 triliun. Adapun, sebesar Rp 8,84 triliun dijadikan jaminan pinjaman dengan skema jual surat berharga untuk dibeli kembali atau reverse repo.
(Baca: Mengenal KB Kookmin Bank yang Suntik Dana Segar ke Bukopin)
Tak hanya dari laporan keuangan, nasabah Bukopin juga mengeluhkan kesulitan untuk mencairkan dan memindahkan dana dari bank tersebut. Salah seorang nasabah yang enggan disebutkan namanya bercerita, dana yang telah ditransfer dari rekeningnya di Bukopin melalui sistem real time gross settlement atau RTGS sejak 11 Juni lalu masih 'nyangkut'.
"Saya dan suami sama-sama punya rekening di Bukopin. Transfer yang dilakukan suami saya dan saya sendiri lewat RTGS belum sampai sudah lebih dari sepekan, padahal di buku sudah terpotong," jelas dia kepada Katadata.co.id.
RTGS merupakan sistem pemindahbukuan antar bank yang dimiliki BI. Proses transfer dana ini umumnya hanya membutuhkan waktu beberapa jam. Hingga kini, dana yang dimilikinya pun belum juga masuk ke rekening bank lain. Demikian pula dengan transfer dana yang dilakukan sang suami.
"Suami saya ada transfer dana beberapa kali totalnya sekitar Rp 1 miliar karena dia kontraktor dan butuh untuk membayar supplier. Saya juga coba transfer di bawah Rp 100 juta, siapa tahu sampai kalau jumlahnya kecil, ternyata nyangkut juga," ungkap dia.
Dua hari sekali, upaya konfirmasi kepada Bukopin pun dilakukan. "Mereka beralasan, ada antrian pengiriman dari pusat," kata dia.
(Baca: Usai Bukopin Bantah Batasi Tarik Tunai, Muncul Video Keluhan Nasabah)
Mobile banking menurut dia, tak dapat digunakan. Penarikan dana di mesin ATM juga sulit dilakukan, sementara penarikan dana di kantor cabang hanya dapat dilakukan di bawah Rp 10 juta. Antrian di kantor cabang pun cukup panjang.
"Tapi sejauh ini petugas-petugasnya cukup koperatif, jadi saya juga berharap masalah ini cepat selesai," terang dia.
Sebelumnya, terdapat unggahan foto terkait pembatasan penarikan uang tunai maksimal Rp 10 juta yang viral di media sosial. Namun, Sekertaris Perusahaan Bank Bukopin Meliawati menerangkan, manajemen tidak pernah mengeluarkan kebijakan internal seperti keterangan dalam unggahan foto tersebut. Pengumuman terkait kebijakan internal perusahaan selalu mengumumkan lewat situs resmi perusahaan.
Selain likuditas, Bukopin juga mengalami tekanan pada permodalan. Total modal Bukopin hingga April 2020 sebesar Rp 8,44 triliun, turun dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 8,51 triliun. Sementara rasio kecukupan modal hingga kuartal I 2020 secara individual bank sebesar 12,59%, turun dari 13,75% pada periode yang sama tahun lalu.
Rasio CAR tersebut cukup mepet dari yang seharusnya dipenuhi Bukopin sebesar 11,5%, terdiri dari rasio kewajiban penyediaan modal minimum atau KPMM sesuai profil risiko sebesar 9% dan capital conservation buffer sesuai aturan basel sebesar 2,5%.
Tren rasio CAR Bukopin bisa disimak dalam Databoks di bawah ini.
Tekanan modal antara lain terjadi akibat rasio kredit bermasalah yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Pada akhir tahun lalu, rasio kredit bermasalah atau NPL gross Bukopin mencapai 5,99%, di atas ambang batas OJK sebesar 5%. Sementara NPL net sebesar 4,45%.
Adapun pada kuartal pertama tahun ini, NPL gross sebesar 5,33%, sedangkan NPL net sebesar 4,33%. Rasio NPL Bukopin bahkan sempat di atas 8% pada 2017 lalu, seperti terlihat dalam Databoks di bawah ini.
Laporan keuangan Bukopin pada 2017 pun ternyata bermasalah. Ini baru diketahui dari hasil audit BPK terhadap pelaksanaan pengawasan bank umum yang diselenggarakan OJK pada 2017-2019 yang termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2019 dan dipublikasikan bulan lalu.
Menurut BPK, pengawas OJK tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas nonperforming loan/NPL, cadangan kerugian penurunan nilai/CKPN, dan/atau kewajiban penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan. Akibatnya, status pengawasan Bank Bukopin pada 2017 tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
Nasib Bukopin di Tangan Bank Asing
Meski Bukopin bukan termasuk ke dalam daftar kelompok bank sistem, Eko menilai kegagalan Bukopin dapat berdampak negatif terhadap sistem keuangan. Untuk itu, OJK dan pemerintah pasti berupaya keras menyelamatkan bank tersebut.
"Bukopin ini meski skalanya tidak besar sekali, tapi brand-nya melekat dan bisa menimbulkan kekhawatiran." ungkap dia.
Eko berharap Kookmin Bank dapat memperbaiki kondisi Bukopin. Pasalnya. bank asing ini memiliki permodalan yang kuat dan pengalaman yang cukup mumpuni di sektor keuangan.
"Kookmin ini bank terbesar kedua di Korsel sehingga tentu dapat mengamankan kebutuhan pendanaan dan permodalan Bukopin ke depan," ungkap dia.
(Baca: OJK: Kookmin Bank Sudah Setor Rp 2,8 T untuk Ambil Alih Bukopin)
Sementara struktur bisnisnya akan menyesuaikan dengan kebutuhan Kookmin Bank untuk membuka jaringan di Indonesia.
Sebelum Kookmin, sejumlah bank asal Korsel lebih dulu menjejakkan kaki di Indonesia. Beberapa di antaranya yakni KEB Hana, Woori Bank, dan APRO Financial.
Adapun manajemen yang baru juga meyakini kinerja Bukopin akan semakin membaik. Dengan masuknya Kookmin Bank, menurut Irvan, rasio CAR Bukopin akan ditingkatkan menjadi di atas 14%.
"Masalah permodalan sudah tidak jadi isu dengan komitmen Kookmin," kata Rivan. "Tingkat kepercayaan masyarakat bisa kembali naik dan membaik, karena pemerintah, regulator, pemegang saham, maupun manajemen baru akan menjaga bank ini jauh lebih bagus".