• Bank-bank kecil berlomba menjadi bank digital.
  • Kapitalisasi pasar Bank Jago dan Bank Aladin melampaui bank-bank besar.
  • OJK masih menyiapkan regulasi terkait aturan bank umum, yang akan turut mengatur bank digital.

Sejumlah bank kecil tengah bertransformasi menjadi bank digital. Harga saham bank-bank ini melesat, bahkan ada yang mencapai ribuan persen. Banyak orang bertaruh pada prospek masa depan bank digital meski aturannya hingga kini belum sepenuhnya jelas.

Lantas bagaimana kinerja sebenarnya bank-bank ini?

PT Bank Jago Tbk yang menjadi primadona di antara bakal bank-bank digital lainnya, mencatatkan kenaikan harga saham hingga 15 kali lipat dalam setahun terakhir. Harga sahamnya naik dari Rp 779 pada 16 April menjadi Rp 11.050 pada penutupan kemarin (15/4).

Nilai kapitalisasi Bank Jago saat ini mencapai Rp 151,91 triliun. Angka ini melampaui bank-bank besar, seperti CIMB Niaga, Bank Permata, Bank Maybank Indonesia, serta BTPN yang dulu juga dibesarkan oleh Jerry Ng, sosok dibalik Bank Jago.

Berkat kenaikan harga saham Bank Jago yang fantastis, Jerry Ng masuk dalam 10 orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes, seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.

Kinerja Bank Jago pada tahun-tahun silam tak terlalu menggembirakan. Pada tahun lalu, bank yang dulu bernama Bank Artos ini membukukan rugi Rp 189,56 miliar. Rugi perseroan membengkak dari Rp 23,28 miliar pada 2018, Rp 121,96 miliar pada 2019.

Penyaluran kredit perseroan tahun lalu hanya mencapai Rp 907,96 miliar. Meski terbilang kecil, penyaluran ini naik lebih dari tiga kali lipat dibandingkan akhir 2019 Rp 284,79 miliar. Sementara dana pihak ketiga naik dari Rp 599,08 miliar menjadi Rp 803,95 miliar.

Rasio kredit bermasalah atau NPL perusahaan baik gross maupun net masih per akhir tahun lalu tercatat 0,00%. NPL gross turun dari 2,5% pada 2019, sedangkan NPL nett tak berubah.

Modal inti perusahaan meningkat menjadi Rp 1,07 triliun dari Rp 662 miliar pada akhir 2019 setelah aksi penambahan modal dan masuknya GoPay. Rasio kecukupan modal atau capital to adequay ratio masih mencapai 91,38%, turun dari 148,28% pada 2018.

Sementara berdasarkan laporan publikasi perseroan per Februari, penyaluran kredit baru mencapai Rp 1,09 triliun. Sedangkan dana pihak ketiga terkumpul Rp 936,44 triliun. Modal disetor perusahaan tercatat Rp 1,08 triliun, terdiri dari modal dasar Rp 4 triliun dan modal yang belum disetor Rp 2,91 triliun. Total modal mencapai Rp 1,22 triliun.

Bank Jago kini telah membangun platform digital banking dan menyiapkan infrastruktur IT untuk bertransformasi menjadi bank berbasis teknologi. "Kami adalah bank berbasis teknologi yang kolaborasi dengan ekosistem digital. Ini tidak hanya untuk funding dan transaksi, tapi juga untuk lending-nya," kata Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (12/4).

Bank Jago optimistis mampu mencapai target laba Rp 50 miliar pada tahun ini. Pertumbuhan aset ditargetkan tumbuh 190% yang akan ditunjang oleh pertumbuhan kredit dan pembiayaan syariah mencapai 259% dan dana pihak ketiga 138%.

Harga saham yang melejit juga dicatatkan PT Bank Net Syariah Tbk. Bank yang segera berganti nama sebagai PT Bank Aladin Syariah ini baru menggelar penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) pada awal Februari lalu dengan harga Rp 103 per saham.

Hingga saat ini, harga saham perusahaan telah melesat lebih dari 3.000% ke level Rp 3.810 per saham pada penutupan perdagangan Kamis (15/4). Kapitalisasi pasar emiten berkode saham BANK ini mencapai Rp 50,27 triliun, juga melampaui bank-bank besar, seperti CIMB Niaga, Bank Maybank, Bank Permata, BTPN, dan BTN.

Berdasarkan data stockbit, price to book value emiten baru ini telah mencapai 76,66 kali, sedangkan price to equity ratio mencapai 419,03 kali. Kenaikan harga saham yang luar biasa membuat OJK menetapkan emiten berkode saham BANK ini ke dalam kategori unusual market activity (UMA)

Kenaikan harga bank bekas Maybank Syariah ini tak lepas dari hijrahnya para eks petinggi OVO memicu kabar masuknya perusahaan financial technology tersebut ke Bank Net Syariah. Namun kabar ini tak dibantah atau dibenarkan oleh pihak OVO saat dikonfirmasi. "Kami saat ini berfokus pada pengembangan layanan pembayaran digital dan sejumlah layanan lainnya, seperti investasi, asuransi dan pinjaman," ujar Head of Corporate Communication OVO Harumi Supit.

OVO selama ini menempati urutan pertama yang melayani transaksi fintech terbanyak, tetapi  Shopeepay berhasil menggeser OVO pada tahun lalu di tengah pandemi, terlihat dalam databoks di bawah ini.

Bank Net Syariah hingga kini belum menerbitkan laporan publikasi tahun 2020 maupun kuartal IV 2020. Berdasarkan laporan keuangan hingga September 2020, total modal inti perseroan hanya mencapai Rp 651,29 miliar, naik tipis dibandingkan September 2019 Rp 593,99 miliar.

Total pembiayaan yang disalurkan hanya mencapai Rp 66 juta, anjlok dibandingkan akhir tahun lalu Rp 5,07 miliar. Sebagian besar aset disimpan pada penempatan BI Rp 255,34 miliar dan surat berharga Rp 411,49 miliar.

Sementara itu, dana yang dihimpun hanya sebesar Rp 40,15 miliar dalam bentuk dana investasi non profit sharing. Lantaran pembiayaan yang minim, rasio permodalan atau capital to adequacy ratio mencapai 330,42%. NPF gross dan nett tercatat 0,00%, sedangkan financing to deposit ratio hanya 0,16%.

Adapun berdasarkan laporan publikasi bulanan perseroan per Februari 2021, penyaluran pembiayaan perseroan hanya mencapai Rp 46 juta. Sebagian besar aset ditempatkan dalam bentuk tagihan atas surat berharga yang dibeli untuk dijual kembali atau reverse repo mencapai Rp 1,21 triliun.

Sementara itu, dana yang dihimpun dalam bentuk simpanan wadiah hanya Rp 15 juta dan investasi nonprofit sharing Rp 40,17 miliar. Bank Net Syariah menghimpun dana dari IPO sebesar Rp 515 miliar sehinga total ekuitas perusahaan meningkat menjadi Rp 1,16 triliun.

Rencana transformasi menjadi bank digital juga tengah digeluti sejumlah bank kecil lainnya. PT Bank Neo Commerce Tbk menyatakan tengah mempersiapkan diri menjadi bank digital setelah diakuisisi oleh Akulaku.

Harga saham emiten berkode saham BBYB ini sempat melesat ke Rp 296 pada awal tahun ini ke Rp 850 pada awal Maret sebelum kembali amblas. Pada penutupan perdagangan hari ini, harga saham bank yang dulu dimiliki Asabri ini bertengger di Rp 496.

Pada akhir tahun lalu, Bank Neo Commerce membukukan laba Rp 15,87 miliar, turun dari tahun sebelumnya Rp 16 miliar. Penyaluran kredit turun dari Rp 3,83 triliun menjadi Rp 3,66 triliun, sedangkan DPK turun dari Rp 4,07 triliun menjadi Rp 3,94 triliun.

BBYB mencatatkan kenakan NPL Gross dari 1,63% pada akhir 2019 menjadi 2,67%, sedangkan NPL net turun dari 0,37% menjadi 0,34%. Sementara itu, rasio kecukupan modal atau CAR mencapai 32,78%.

BANK INDONESIA TARGETKAN 12 JUTA PENGGUNA QRIS
BANK INDONESIA TARGETKAN 12 JUTA PENGGUNA QRIS (ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj.)

Bank Besar Tak Mau Kalah

Dua bank terbesar di Tanah Air, BCA dan BRI juga tengah mentransformasikan anak usahanya sebagai bank digital. Bank BRI akan mentransformasikan Bank Agro yang sebelumnya fokus pada sektor agribisnis, sedangkan BCA kini memiliki Bank BCA digital yang merupakan transformasi dari Bank Royal yang sebelumnya diakuisisi BCA.

Saham Bank Agro sempat melesat di awal tahun ini dari Rp 1.020 pada hari pertama perdagangan 2021 ke Rp 1.590 pada pertengahan Januari. Namun, kenaikan harga saham tak bertahan lama dan sempat amblas ke Rp 805 pada awal Februari. Pada penutupan kemarin, harga saham Bank Agro bertengger di Rp 995.

Pada tahun lalu, Bank Agro mencatatkan laba Rp 31,26 miliar, turun dari Rp 51,06 miliar pada 2019. Penyaluran kredit hanya tumbuh 0,65% menjadi Rp 19,5 triliun, sedangkan DPK berhasil tumbuh 98,75% menjadi Rp 23 triliun.

Kinerja kualitas kredit perseroan pun kurang menggembirakan. Meski turun dibandingkan 2019 yang mencapai 7,66%, NPL gross perseroan masih mencapai 4,97%. Sedangkan NPL net tercatat 2,73%, turun dari 4,68% pada tahun lalu. Rasio kecukupan modal atau CAR tercatat 24,33%, sedangkan LDR 84,76%.

Sementara itu, Bank BCA Digital mencatat laba bersih pada tahun lalu Rp 98 miliar, jauh membaik dari tahun sebelumnnya yang rugi Rp 29,15 miliar. Tahun lalu, bank ini tak menyalurkan kredit dan menempatkan hampir seluruh asetnya dalam bentuk surat berharga mencapai Rp 2,58 triliun.

Perusahaan juga belum mengimpun DPK. Total liabilitas mencapai Rp 1,5 triliun yang nyaris seluruhnya berasal dari pinjaman. Pada kuartal pertama tahun ini juga belum menyalurkan kredit dan menghimpun DPK.

Modal dasar perseroan mencapai Rp 3 trilun dengan modal yang belum disetor Rp 1,71 triliun sehingga total modal yang telah disetor Rp 1,29 triliun.

Direktur Utama BCA Jahja Setiatmadja mengatakan, anak usahanya akan mulai beroperasional sebagai bank digital pada semester pertama tahun ini. Bank BCA Digital akan menyasar segmen milienial yang akrab dengan digitalisasi.

"Untuk Bank BCA digital kami akan lebih dulu kembangkan dari sisi pendanaan dan transaksi pembayaran, baru setelah itu pembiayaan," ujar Jahja dalam Forum Bank Digital pada pekan lalu.

Menurut Jahja, tak mudah dalam menentukan segmen pembiayaan bagi bank digital. Penyaluran kredit bank berbeda dengan peer to peer lending yang terbilang mudah. "Kami harus pelajari segmen lending-nya nanti seperti apa. Yang pasti tidak mungkin korporasi karena butuh ke notaris dan teken berbagai dokumen, sedangkan bank digital ini nanti serba instan," katanya.

Bersambung ke halaman berikut: "Bank Digital Butuh Modal Besar"

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami