• Langkah pemerintah menerapkan PPKM darurat akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi kuartal III. 
  • Pemerintah memperkirakan ekonomi kuartal II tumbuh di atas 7% meski lonjakan kasus terjadi sejak bulan lalu.
  • Prospek ekonomi Juli-September tak akan sesuram kuartal II tahun lalu saat PSBB diterapkan.

Ardi, 25 tahun, khawatir dengan nasibnya sebagai karyawan toko penjual telepon seluler di salah satu pusat perbelanjaan.  Sejak penerapan Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat atau PPKM darurat pada Sabtu (3/7) lalu, toko tempatnya bekerja terpaksa tutup sementara. Namun, ia tetap harus berjualan ponsel di tengah permintaan yang lesu. 

"Kami harus bisa menjual ponsel walaupun toko ditutup. Masalahnya, siapa yang dalam kondisi seperti ini ingin membeli ponsel," ujar Ardi kepada Katadata.co.id, Senin (5/7). 

Meski sudah mencari pembeli melalui media sosial dan ragam cara lainnya, ia belum berhasil memperoleh pembeli. Ardi pun khawatir terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) jika PPKM berlangsung lebih lama. "Apalagi saya agak pesimistis, ini hanya sampai 20 Juli," ujarnya.

Presiden Joko Widodo akhirnya menarik rem darurat untuk menahan lonjakan kasus Covid-19. PPKM darurat Jawa dan Bali yang dilaksanakan sejak 3 Juli hingga 20 Juli hampir serupa dengan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) pada April-Juni. Salah satunya, menutup pusat perbelanjaan, mal, taman, serta tempat-tempat yang berpotensi memicu keramaian.

Perkantoran dan industri non-esensial harus menerapkan 100% bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Pembatasan juga dilakukan pada sektor esensial yakin maksimal 50% karyawan bekerja dari kantor atau work from home (WFH). Hanya sektor kritikal yang boleh mempekerjakan seluruh karyawannya dengan protokol kesehatan yang ketat. 

Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan kebijakan PPKM darurat membuat sektor retail kembali terpukul. Padahal sektor ini tengah berusaha untuk bangkit menjadi “Kalau begini, kami seperti terpukul dua kali. Dana cadangan kami sudah habis untuk membayar utang-utang di tahun lalu,” kata Budihardjo kepada Katadata.co.id. pekan lalu.

Menurutnya, kondisi usaha saat ini jauh lebih berat dibandingkan tahun lalu. Tahun lalu bisnis retail masih dapat bertahan karena adanya dana cadangan. Sementara di tahun ini, dana cadangan sudah tidak ada untuk menopang bisnis.

Saat PSBB diterapkan pada tahun lalu, ekonomi kuartal II anjlok hingga minus 5,32%. Kontraksi tersebut merupakan yang terdalam sejak krisis moneter lebih dari dua dekade lalu.

Kondisi sebaliknya sebenarnya terjadi pada kuartal kedua tahun ini, terutama pada April dan Mei. Indikator-indikator perekonomian justru menunjukkan pemulihan yang kuat. Keyakinan konsumen telah kembali ke zona optimistis, PMI manufaktur berada di level ekspansif, serta ekspor yang meningkat bahkan lebih baik dari sebelum pandemi.

Namun, lonjakan kasus Covid-19 terjadi sejak bulan lalu telah berdampak pada indikator-indikator perekonomian yang mulai melambat di pengujung kuartal ketiga.

Data PMI manufaktur pada Juni 2021 yang dirilis akhir pekan lalu tercatat turun dari rekornya yang mencapai 55,2 pada Mei menjadi 53,3. Meski melemah, angka PMI Indonesia masih masuk dalam kategori ekspansif karena berada di atas level netral di angka 50. Kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan negara-negara ASEAN yang mengalami kontraksi, seperti Thailand, Vietnam, dan Singapura.

Indeks harga konsumen (IHK) juga mencatatkan deflasi untuk yang pertama kalinya tahun ini pada Juni sebesar 0,16%. Namun, Badan Pusat Statistik menyebut, deflasi terutama dipengaruhi oleh berakhirnya momentum Ramadan dan Lebaran pada bulan sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan ekonomi pada kuartal kedua masih mampu tumbuh di atas 7%. Meski lonjakan kasus mulai terjadi sejak bulan lalu, dampaknya terhadap ekonomi kuartal kedua belum signifikan. Ia pun memperkirakan ekonomi pada semester pertama tahun ini tumbuh 3,1% hingga 3,3%, karena kontraksi ekonomi yang masih terjadi pada kuartal I sebesar 0,7%. 

Ekonomi pada kuartal ketiga, menurut dia, juga masih berpotensi tumbuh di atas 5%. Namun, potensi tersebut hanya akan tercapai jika penerapan PPKM darurat berhasil menekan kasus Covid-19 sehingga tak perlu diperpanjang.

"Apabila restriksinya cukup panjang karena Covid-nya masih sangat tinggi, pertumbuhan ekonomi untuk kuartal III bisa turun di sekitar 4%," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Sidang Kabinet secara virtual, Senin (5/7).

Pada Mei lalu, Sri Mulyani memperkirakan ekonomi kuartal III mampu tumbuh 6,5% sepanjang kasus Covid-19 terkendali seperti saat itu. Pengendalian kasus menjadi kunci utama mendorong konsumsi masyarakat dan memulihakan ekonomi.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria, Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement