Ia tak masalah kalau harus kena gusur lagi asalkan harga yang diberikan pengembang sama-sama menguntungkan. “Belum tahu harganya. Belum dibahas harganya oleh Pak RT (Rukun Tetangga),” ucapnya.

Dari kabar yang ia dengar pengembang yang akan membuat desanya menjadi perumahan adalah PT Jasa Kawan Indonesia (JKW). Melansir dari situs resminya, perusahaan ini dipimpin oleh Aji Ali Akbar. Sosok ini tercatat mensponsori klub sepak bola Karawang United. 

JKW sudah berdiri pada 2013 dan memiliki tiga lini usaha, yaitu distribusi, properti, dan arsitektur. Kantor pusatnya berada di Karawang. Cucu mengatakan, sawah-sawah yang terletak pada radius 100 meter dari Stasiun Karawang sudah terjual sepenuhnya sejak perusahaan mulai membelinya dua tahun lalu.

Acim, 51 tahun, warga Wanakerta lainnya belum mengetahui soal rencana pembangunan TOD. Ia pasrah apabila rumah kena gusur. “Kalau jadi, senang saja. Kami ikut saja karena ini kan proyek pemerintah,” katanya.

Katadata.co.id telah mencoba menghubungi pihak JKW tapi tidak mendapat jawaban. Nomor telepon kantor pusatnya di Karawang tidak ada yang mengangkat. Sedangkan kantor perusahaan di Plaza Mutiara, Jakarta Selatan, menolak memberi jawaban dan meminta Katadata.co.id untuk bertanya langsung ke kantor pusat. 

Bergerak ke Stasiun Padalarang, kawasannya lebih padat. Stasiunnya merupakan bangunan lama milik KAI. Di depannya berjejal para pedagang, lahan parkir yang penuh kendaraan, dan angkutan kota (angkot) yang berhenti sembarangan.

Dulu, stasiun itu beroperasi penuh pada 17 Mei 1884. Kehadirannya bersamaan dengan pembukaan jalur kereta api Cianjur-Padalarang-Bandung. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan skala Stasiun Padalarang kecil dan tidak dikembangkan menjadi TOD. Fungsinya hanya sebagai tempat transit saja bagi penumpang yang akan melanjutkan ke Bandung. 

Lalu, di Stasiun Tegalluar situasinya jauh berbeda. Pembangunan stasiun sedang berlangsung. Di sekitarnya terlihat hanya sawah dan sedikit rumah penduduk. Lingkungannya sepi ketika Katadata.co.id melihat langsung ke sana. Dari empat RT, saat ini tinggal satu wilayah rukun tetangga yang tersisa.

Di sekitar stasiun tersebut, melansir dari situs KCIC, rencananya dibangun mal, museum, perkantoran, rumah sakit dan sekolah internasional, serta perumahan. Total area TOD-nya mencapai 340 hektare.

Per Desember 2021, KCIC menyebutkan capaian pembangunan Stasiun Halim paling tinggi, yaitu 66,05 %. Kemudian Tegalluar 62,75 % dan Karawang 40,21 %. Perusahaan juga memiliki depo di Teggaluar dengan progres pembangunan 50,24 %. 

TOD di Stasiun Halim nantinya bernama Superblock Halim. Luasnya sekitar 19,2 hektare. Di dalamnya akan terdapat hotel, perkantoran, area parkir, dan pusat perbelanjaan.

Dengan jarak Jakarta-Bandung 142 kilometer dan harus berhenti di empat stasiun, kereta cepat diperkirakan tidak dapat mencapai kecepatan maksimalnya. Waktu tempuh dari Stasiun Halim hingga Padalarang sekitar 36 menit. Untuk sampai ke Tegalluar membutuhkan waktu 46 menit.

Progres Proyeksi Kereta Cepat Jakarta - Bandung
Progres Proyeksi Kereta Cepat Jakarta - Bandung (Muhammad Zaenuddin|Katadata)

Konsep TOD yang Ideal

Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, menurut Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Harun Al-Rasyid Lubis, adalah tahap pertama transfer teknologi dari Cina ke Indonesia. Harapannya, negara ini kemudian dapat membangun proyek serupa hingga ke Surabaya.

KCIC merupakan perusahaan patungan dua konsorsium, yaitu PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia yang memegang 60 % saham dan Beijing Yawan HSR Co Ltd sebanyak 40 % saham. Konsorsium Tanah Air terdiri dari empat perusahaan pelat merah, yaitu PT Wijaya Karya Tbk, PT Perkebunan Nusantara VIII, PT KAI, dan PT Jasa Marga Tbk.

Terkait pengembangan TOD di sekitar stasiun kereta cepat, Harun mengatakan, tujuannya tak sebatas meningkatkan penumpang kereta, juga meningkatkan pendapatan KCIC. “Tapi butuh waktu lama untuk mencapai keekonomiannya,” katanya. “Kawasan terintegrasi biasanya dalam satu kota, bukan antar provinsi seperti KCJB”.

Hal senada diutarakan Ketua Umum Ikatadan Ahli Perencanaan (IAP) Andy Simarmata. Keberhasilan TOD hanya dapat dilihat dalam jangka panjang. Yang kini harus KCIC persiapkan adalah lahan untuk kawasan tersebut dan konsep pengembangannya di masing-masing stasiun.

Pembangunannya harus berorientasi wilayah transit dan menggerakkan penduduk sekitar beralih ke transportasi publik. “Jadi, TOD dibangun untuk merespons infrastruktur (KCJB),” ucap Andy.

Pengamat infrastruktur Universitas Trisakti Yayat Supriatna berpendapat, perlu pemetaan lebih rinci mengenai pengguna kereta cepat dan potensi permukimnya di TOD. Dengan wilayah integrasi 350 hingga 700 meter dari stasiun, KCIC harus mengembangkan kawasan campuran untuk meningkatkan potensi pelaku perjalanan dan ekonomi.

Selain pemetaan, perusahaan juga harus mempertimbangkan budaya masyarakat Indonesia. “Apakah kultur kita bisa berubah karena kereta cepat?” ujar Yayat.

Kereta cepat seharusnya dapat mengajak kaum menengah ke atas berhenti memakai kendaraan pribadi. Lalu, TOD pun hadir untuk memfasilitasi penduduk yang tinggal di pinggiran kota. “Bukan sekadar membangun transportasi dan gedung, tapi bagaimana menciptakan iklim baru yang lebih dibutuhkan masyarakat,” katanya.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement