Inilah salah satu alasan utama mengapa PTPN VIII ngotot mengembangkan Walini meskipun KCIC menyatakan mundur dari kawasan itu. Apalagi PTPN VIII juga sudah mengubah status 2.000-an hektar lahan di Walini dari Hak Guna Usaha (HGU) menjadi Hak Penggunaan Lain (HPL) untuk mendukung proyek kereta cepat.

Jadi Kawasan Wisata

Rencana pengembangan Walini versi PTPN VIII agak berbeda dengan visi KCIC. Alih-alih mengembangkan kawasan TOD hingga 1.000 hektar, PTPN VIII akan membangun kawasan wisata tematik (theme park). Luasnya pun cuma sekitar 100-200 hektare saja. 

“Secara bisnis, pariwisata memang lebih menarik ketimbang perkebunan teh,” kata Fahrial.

Namun, PTPN VIII tidak punya uang untuk membangun theme park itu sendirian. Perusahaan pun menggandeng mitra untuk mewujudkan hal tersebut. Sistem bisnis berupa kerja sama operasi di mana PTPN VIII hanya menyediakan lahan, sementara mitra yang mendanai investasinya. Sejauh ini, menurut Fahrial sudah ada dua perusahaan yang tertarik. 

Langkah PTPN VIII ini mendapatkan dukungan penuh dari Pemprov Jawa Barat. Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan visi menjadikan Kota Walini Raya sebagai pusat pertumbuhan baru tetap dilanjutkan, meskipun tanpa keterlibatan KCIC.

“Jawa Barat itu sangat luas wilayahnya, sementara Kota Bandung sudah macet,” katanya saat berbincang dengan Katadata, awal Januari silam.

Namun, sebelum melangkah lebih jauh, Pemprov Jabar menyadari ada satu persoalan yang harus diselesaikan. Itu terkait dengan akses ke lokasi. Bukan perkara mudah menyambangi perkebunan teh Walini. Lokasinya memang tepat di tepi jalan tol Purbaleunyi, tetapi akses pintu tol terdekat berada 13 kilometer jauhnya di gerbang Cikamuning. Dari situ, pengunjung harus berbalik ke Utara menelusuri Jalan Raya Purwakarta yang berkelok-kelok.

Jika ingin menuju titik calon stasiun kereta cepat, aksesnya lebih rumit lagi. Dari Jalan Raya Purwakarta, pengunjung harus berbelok ke Jalan Bojong Mekar yang berbatu dengan banyak tanjakan dan turunan tajam. Sulit membayangkan Walini akan berkembang jika kereta cepat tidak lagi berhenti di kawasan ini.

Menyiasati kondisi itu, Ridwan Kamil mengusulkan untuk membuka akses pintu tol di kilometer 106 tidak jauh dari lokasi perkebunan. “Jadi nanti alasan Walini hidup bukan karena stasiun kereta api yang belum ada, tetapi kota baru Walini hidup karena ada akses tol” katanya.

Progres Proyeksi Kereta Cepat Jakarta - Bandung
Progres Proyeksi Kereta Cepat Jakarta - Bandung (Muhammad Zaenuddin|Katadata)
 

Ridwan Kamil juga berjanji akan membantu PTPN VIII mencari investor potensial. Gubernur mengusulkan untuk membagi Walini menjadi empat koridor investasi. Menurutnya, pengembangan kawasan yang terlalu luas berpotensi macet jika hanya mengandalkan satu investor. 

Upaya Pemprov Jabar tidak berhenti di Walini saja. Ridwan Kamil mengaku sedang merayu PT Kereta Api Indonesia untuk mengembangkan kawasan TOD di Stasiun Bandung. Ini menurutnya sangat potensial karena ada potensi ribuan penumpang kereta cepat yang akan berhenti di Stasiun Bandung. Selain itu, tanah di sekitar stasiun juga sudah dimiliki oleh KAI tetapi tidak dikembangkan secara ekonomis. 

“Bulan Mei [2022] saya akan mengajak KAI dan PTPN VIII untuk ke luar negeri mencari investor strategis,” kata pria yang akrab disapa Kang Emil ini.







Halaman:
Reporter: Rezza Aji Pratama
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement