Zaenab Aqila satu dari ribuan dokter yang berjuang di garda depan melawan pandemi corona. Dokter lulusan Gaziantep University, Turki, itu bergabuung dengan Dompet Dhuafa untuk menunaikan panggilan kemanusiannya menangani Covid-19.
Selama dua tahun pagebluk ini, Aqila meras gelombang kedua Covid-19, melalui puncak varian Delta di Tanah Air, menjadi periode tersulit dan paling kritis. Dia bersama tim Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa pernah menghabiskan puluhan jam di jalan demi mendapatkan rumah sakit rujukan.
Saat itu, permintaan ke LKC yang membuka pelayanan oksigen dan rumah sakit rujukan sangat banyak. Mereka kewalahan lantaran rumah sakit penuh pasien di mana-mana. “Kami pernah berkeliling Jakarta hingga Karawang dari pukul 10 pagi hingga malam untuk mencari rumah sakit rujukan,” kata Aqila kepada Katadata beberapa waktu lalu.
Saat puncak Delta di Juli 2021, ada 10 dokter dan perawat di pusat klinik Dompet Dhuafa. Jumlah tersebut sangat tidak sebanding dengan membludaknya pasien. Situasi makin runyam saat mereka harus kehilangan penggeraknya. Dokter Lidya binti Hakiman, penanggung jawab medis Satgas Covid LKC Dompet Dhuafa, berpulang karena terinfeksi Covid-19.
Layanan oksigen dan rujukan rumah sakit merupakan satu dari sedikit program Dompet Dhuafa. Mereka juga menyediakan saluran siaga (hotline), penyemprotan disinfektan, bantuan logistik dan hygiene kit, alat pelindung diri, rapid tes dan PCR, perawatan pasien, dan hotline konsultasi psikososial. Ada juga pembukaan rumah sakit lapangan, pemberian sembako, pengadaan ventilator, relawan khusus Covid-19, layanan ambulan, hingga layanan jenazah.
Hingga akhir Desember 2020, Dompet Dhuafa telah menyalurkan lebih dari Rp 22,7 miliar bagi penanganan Covid-19. Program tersebut disalurkan kepada lebih dari 250.000 penerima. “Banyak yang ingin membantu tapi tidak tahu bagaimana. Kami ingin memberikan wadah bagi orang-orang tersebut,” tutur Ahmad Shonhaji, Ketua Gugus Tugas Covid-19 Dompet Dhuafa kepada Katadata.
Menurut dia, banyak perusahaan besar hingga pribadi yang menitipkan bantuan dalam jumlah besar. “Saya tidak bisa sebutkan siapa mereka karena sangat banyak. Ada perusahaan besar yang menitipkan dana, paket isoman, hingga bantuan oksigen,” ujarnya.
Antusiasme masyarakat untuk memberikan donasi juga membuat Kitabisa.com makin sibuk. Patform untuk penggalangan dana secara online tersebut menjadi salah satu wadah daring paling populer dan banyak digunakan masyarakat untuk berdonasi selama pandemi.
Pada awalnya, Kitabisa.com membuat sejumlah kegiatan seperti penyemprotan disinfektan maupun memberikan sembako. Program tersebut makin berkembang. Fara Devana, Public Relations Manager Kitabisa.com menceritakan antusiasme masyarakat untuk berbagi.
Kisah Rifdah menjadi sedikit dari cerita mengharukan donator Kitabisa.com. Anak kelas 6 SD ini menyumbangkan uang jajannya Rp 15.000 demi membantu tenaga kesehatan. Rifdah merasa harus berbuat sesuatu.
Menurut Fara, tren orang Indonesia untuk berdonasi memang tinggi terutama saat bencana dan terkait isu kesehatan. Tingginya antusiasme untuk berbagi dan berdonasi sempat membuat server Kitabisa.com down selama berjam-jam di awal pandemi. “Orang Indonesia sangat luar biasa, ada yang menyumbang Rp 10 ribu sampai Rp 50 juta,” ujar Fara. Setidaknya, dana yang terkumpul dari 871.348 donatur mencapai Rp 171, 4 miliar dan sudah tersalurkan Rp 164 miliar.
Fara mengatakan, dana bukanlah hambatan terbesar dalam gerakan masyarakat untuk menyalurkan bantuan Covid-19. Persoalan datang justru dari sumber daya manusia dan keterbatasan peralatan kesehatan seperti alat pelindung diri (APD). “Pada awal 2020 semua masih langka seperti APD, hand sanitizer, dan masker. Kita sampai pre-order ke Cina,” ujarnya.
Dalam penyaluran donasi, ada ratusan relawan dan NGO di daerah yang bekerja membantu Kitabisa. Namun tetap saja relawan kurang terutama untuk daerah tertentu. Beruntungnya, gerakan masyarakat untuk saling membantu semakin mengalir deras saat gelombang kedua varian Delta menyebar pada Juli 2021.
Saat itu, kasus harian Covid-19 mencapai 40 ribu sehari dengan keterisian ruang tidur di rumah sakit di Jakarta dan beberapa wilayah di atas 90 %. Kesulitan orang untuk mendapatkan ruang rawat di rumah sakit kemudian melahirkan gerakan #WargaBantuWarga. Gerakan inisiatif warga tersebut dimaksudkan untuk berbagai informasi dan membatu warga yang terdampak Covid-19.
Ada juga program #Oxygen for Indonesia, salah satunya dengan menyumbangkan okisgen generator ke rumah sakit sehingga memiliki cadangan oksigen cukup. “Pak Menteri Kesehatan sampai sangat mengapresiasi #WargaBantuWarga karena ini sangat real dari masyarakat untuk masyarakat. Kami juga sangat terharu dengan gotong royong masyarakat” tutur Fara.
Gerakan donasi melalui Kitabisa.com juga menyasar sisi lain dari tragedi pandemi, yakni banyak anak menjadi yatim piatu karena orang tua mereka meninggal akibat Covid-19. Untuk itu ada dana #KawalMasaDepan. Dari dana terkumpul Rp 3,5 miliar, mereka menyalurkannya untuk beasiswa sekitar Rp 5 juta per siswa.
Gotong Royong Menyokong Penanganan Pandemi
Walau pandemi mengiris banyak sisi kehidupan manusia, pagebluk ini juga menuntun masyarakat lebih kreatif. Kebijakan pemerintah mengurangi mobilitas orang dan mengalihkan aktivitas secara daring membawa pelaku industri makin memutar otak untuk mengatasi masalah tersebut.
Melalui adaptasi dan inovasi teknologi, industri pendidikan dan logistik pangan bahkan tumbuh dengan laba dan cuan besar. Menyajikan kemudahan untuk memenuhi kebutuhan, beberapa perusahaan di dua sektor tersebut pun ikut berperan menekan dampak Covid-19 dengan berbagai aksi sosial.
CEO Zenius, Rohan Monga menyatakan pandemi telah menyibak beragam tantangan pendidikan. Dia merunut dari masalah teknikal, seperti minimnya gawai dan jaringan internet. Ditambah kurangnya kemampuan guru, orang tua, dan siswa dalam memanfaatkan teknologi.
“Tantangan terbesar di dunia pendidikan datang dari motivasi siswa itu sendiri,” kata Rohan kepada Katadata.co.id, Kamis (24/2). Rendahnya motivasi belajar disinyalir karena kemampuan setiap siswa yang berbeda. Zenius menjawab persoalan itu, salah satunya, dengan membuka akses siswa ke 100 ribu lebih konten pembelajaran di platform-nya.
Tantangan berikutnya terkait keterampilan fundamental. Masyarakat cenderung hanya fokus pada ilmu spesifik. Padahal, keterampilan fundamental penting dalam membantu individu memahami persoalan secara mendasar dan menentukan keputusan di jangka panjang.
Untuk itu adopsi teknologi kecerdasan buatan alias artificial intelligence dan machine learning dilakukan untuk pendekatan model adaptive learning dengan fitur ZenCore. “Ini memungkinan orang meningkatkan keterampilan di tiga bidang fundamental, yaitu matematika, logika verbal, dan Bahasa Inggris,” ujarnya.
Tak tanggung-tanggung, Zenius juga menggaet Disney, melalui platform ZeniusLand untuk mengembangkan kemampuan fundamental dan cara berpikir kritis. Caranya, dengan memahami konsep pembelajaran secara kontekstual lewat beragam karakter serta cerita bertemakan Disney dan Pixar. “Kami bersemangat membangun model hybrid learning dengan mengintegrasikan jaringan Primagama dalam ekositem pembelajaran Zenius,” kata Rohan.
Startup pendidikan tersebut berharap pembelajaran ke arah hybrid learning dapat memberikan pengalaman belajar paling sesuai. Melalui 300 lebih cabang Primagama diharapkan dapat mengantisipasi pertumbuhan ekosistem pembelajaran masa depan melalui personalized learning dengan memanfaatkan teknologi AI dan machine learning secara maksimal.
Head of Corporate Communications Ruangguru, Anggini Setiawan menyatakan learning loss atau hilangnya masa pembelajaran siswa menjadi tantangan terbesar selama pandemi. Penelitian Bank Dunia hingga Juni 2021 menunjukkan, siswa Indonesia telah kehilangan 10 bulan masa pembelajaran.
Kondisi tersebut turut berdampak pada penurunan 25 poin skor PISA. Bahkan, angka tersebut terus meningkat, lantaran pandemi masih berlangsung menjelang dua tahun.
Survei yang dilakukan Save the Children Indonesia juga menunjukkan 40 % siswa mengalami penurunan motivasi belajar. “Kami berupaya membantu transisi guru, pelajar, dan sekolah dalam implementasi pembelajaran daring/hybrid,” ujarnya kepada Katadata.co.id.
Logistik untuk Berbagi
Pembatasan kegiatan yang diberlakukan pemerintah sepanjang pandemi Covid-19 membuat masyarakat memilih berbelanja melalui aplikasi daring, salah satunya Sayurbox. Platform itu mencatat pertumbuhan jumlah pesanan sekitar dua hingga tiga kali.
Seiring peningkatan jumlah pesanan, jumlah active user di Sayubox juga bertambah hingga lima kali. Ledakan jumlah pengguna dan permintaan produk segar ini sempat membuat Sayurbox kewalahan. “Kami sempat tutup operasi empat hari di awal pandemi,” tutur Oshin Hernis, Head of Partnerships & Community Sayurbox, kepada Katadata.co.id, Rabu (2/3).
Dalam empat hari itu, Sayurbox bahkan harus menambah karyawan di bagian customer service dan tim lapangan. Selain itu, pihak purchasing Sayurbox mencari petani-petani di area yang belum terjangkau.
Kini, Sayurbox melayani kebutuhan produk segar bagi masyarakat di Jabodetabek, Bali, dan Surabaya. Petani yang menjadi mitra mereka berada Megamendung, Puncak; Rungkut, Surabaya Timur; hingga Bedugul. Selain bekerja sama dengan petani, Sayurbox mengambil produk segar dari beberapa toko dan melakukan distribusi sendiri.
Selama pandemi, Sayurbox memberikan bantuan kepada masyarakat melalui penyaluran dana hingga produk segar. Ada pula program kepada anak-anak petani mitra perusahaan. Kala itu, setiap pembelian satu SKU di platform Sayurbox akan disumbangkan Rp 1.000 untuk pengadaan alat sekolah bagi anak petani.
Sayurbox juga bekerja sama dengan yayasan-yayasan, lembaga nonprofit, hingga kebun binatang. Dengan lembaga-lembaga ini, Sayurbox kerap memberi bantuan berupa produk segar. Dalam waktu dekat, Sayurbox mengadakan bantuan bagi masyarakat di Ramadan.
Sebagai startup penyedia kebutuhan bahan pokok, Sayurbox mengumpulkan dana dengan WeCare.id, situs yang khusus menggalang dana untuk bantuan kesehatan dan penyediaan APD bagi nakes.
Di sisi lain, ada juga startup pertanian, TaniHub yang menyalurkan 4.100 paket sembako di pulau Jawa pada Mei 2020. Paket donasi berasal dari beragam program donasi Bank OCBC NISP, BMW Astra, Yayasan Ruang Aksi Muda Indonesia, hingga dari masyarakat umum melalui TaniHub.
Selain itu, TaniHub juga menyalurkan 2 % dari setiap pembelian produknya ke kelurahan-kelurahan di Jakarta. Aksi sosial lainnya dengan membantu pasokan makanan bagi hewan-hewan di beberapa kebun binatang.
Ada juga startup perikanan eFishery yang turut menggalang dana melalui wecare.id dengan tajuk BerIkan untuk Indonesia (Beri Ikan untuk Indonesia). Dana yang terkumpul untuk membeli paket makanan berupa ikan lele, nila, dan patin yang diperoleh dari pembudidaya langsung kepada masyarakat luas.
Program tersebut muncul karena banyak hasil panen ikan dari pembudidaya yang tidak terserap dengan baik lantaran pandemi. Ikan tersebut diproses menjadi produk beku agar masa konsumsi dan nilai jual bertambah. Ikan beku tersebut kemudian diberikan kepada masyarakat yang terdampak pandemi.
“Di tengah wabah seperti sekarang ini, pengambilan ikan berkurang hingga 50 % setiap minggunya. Kalau ada yang mau beli harganya jatuh, belum nutup untuk modal. Jadi terpaksa ikan tidak diangkat,” kata seorang pembudidaya ikan nila, Pak Baban.
Dalam menghadapi badai pandemi ini memang perlu gotong royong. Head of Corporate Communications Astra Boy Kelana Soebroto mengatakan, penanganan Covid-19 bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Butuh kolaborasi seluruh elemen masyarakat termasuk swasta.
Astra kerap menggandeng perusahaan lain di bawah Kamar Dagang dan Industri Nasional Indonesia dan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dalam menebar bantuan. Relawan di berbagai wilayah dilibatkan dalam proses penyaluran dengan dukungan TNI dan Polri.
Sejak Maret 2020, Nurani Astra berupaya membantu dalam memutus rantai penyebaran virus corona, meringankan beban masyarakat terdampak pandemi, dan aktif berpartisipasi dalam program Vaksinasi Gotong Royong untuk mempercepat kekebalan kelompok. “Berbagai kontribusi ini sejalan dengan cita-cita Astra untuk sejahtera bersama bangsa dan sustainable development goals Indonesia,” kata Boy Kelana.