Lebih lanjut, Semual menuturkan pemblokiran Steam dan sejenisnya justru akan menguntungkan. Sebab, ini akan membuka kesempatan bagi developer lokal untuk membuat aplikasi atau layanan digital seperti Steam. 

“Kalau mereka tidak mendaftar, yang lainnya akan masuk. Malahan itu akan membuka peluang bagi anak bangsa," ujar Semuel.

Apalagi menurut Semual, pihaknya juga sudah menginisiasi sejumlah program untuk mendorong industri gim lokal. Mulai dari berbagai pelatihan hingga mempertemukan antara pengembang lokal dengan para investor. 

Pertanyaannya, mampukah karya Anak Bangsa membuat platform yang bisa menggantikan Steam untuk mendukung industri game nasional? 

Ketua Umum AGI Cipto Adiguno justru agak pesimistis. Menurutnya, akan sangat sulit menyaingi Steam dalam hal fungsi, fitur, hingga kematangan platform. Pasalnya, Steam sendiri sudah beroperasi sejak 19 tahun lalu. 

“Kalau sekadar tempat atau platform untuk bisa beli game PC, saya rasa tidak sulit,” kata Cipto.

Sayangnya, aplikasi semacam itu saja tidak cukup. Steam saat ini memasarkan sekitar 50.000 gim di platformnya. Pada 2020 saja, Steam menambahkan 10.263 game dalam koleksinya.  Popularitas Steam juga terus meroket hingga kini telah memiliki 120 juta pengguna di seluruh dunia. Setiap harinya, Steam bahkan dipakai oleh 62,6 juta pengguna aktif. 

Deretan angka statistik ini memberikan gambaran jelas soal kematangan platform Steam. Mendorong pengembang lokal untuk menyaingi Steam, jelas bukan pekerjaan mudah.

Butuh Triliunan Rupiah

Menurut Kris Antoni, Steam saat ini merupakan platform marketplace game PC terbesar di dunia. Steam membuka peluang bagi game developer Indonesia untuk dapat menjual game ke ratusan juta pengguna dari seluruh dunia. Tidak hanya itu, banyak juga engine yang dijual melalui Steam. Ini misalnya Game Maker dan RPG Maker. 

Saking dominannya Steam, Kris menuturkan saat ini belum ada platform lokal yang bisa menggantikan peran Steam. Platform pesaing terdekatnya bisa jadi adalah Epic Games Store, GOG, dan Itch.io yang juga berasal dari luar negeri. Namun, jumlah pengguna dan fiturnya masih jauh tertinggal dari Steam. 

Kris juga menilai ambisi Kominfo untuk mendorong pengembang lokal membuat saingan Steam juga sangat sulit. Ini membutuhkan dana yang besar, tenaga ahli, dan waktu yang lama untuk menandingi platform tersebut. 

Salah satu pesaing terdekat Steam, Epic Games misalnya, telah menggelontorkan US$ 500 juta (sekitar Rp 7,46 triliun) pada 2021 untuk melawan dominasi Steam. Ini belum termasuk biaya marketing dan akuisisi pengguna. Pada 2020 misalnya, Epic Games ‘membakar uang’ senilai US$ 444 juta untuk bagi-bagi gim gratis demi mengakuisisi pengguna. 

“Itu saja masih belum bisa mengimbangi kemampuan Steam,” kata Kris. 

Menurut Kris, kekuatan utama Steam ada di proses pengembangan selama dua dekade. Kesuksesan Steam juga meledak akibat beberapa games yang laris manis di pasaran, seperti Half-Life dan Counter Strike. 

“Jadi untuk membuat platform yang dapat menyaingi Steam dari Indonesia dalam waktu 1-2 tahun saya rasa sangat tidak realistis,” kata Kris. 

PR Manager Agate Studio Rakaputra Paputungan juga menilai saran Kementerian Kominfo yang mendorong pengembang lokal membuat platform pesaing Steam juga tidak realistis. Alasannya, posisi Steam sudah sangat kokoh sebagai pemuncak platform marketplace gim selama dua dekade. 

“Rasanya enggak mungkin [platform lokal] bisa menggantikan Steam,” katanya. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement