Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan ekonomi tahun depan hanya akan tumbuh 4,7% hingga 4,9%. Konsumsi rumah tangga dan investasi yang menyumbang hampir 80% dari perekonomian Indonesia akan melambat.

Kedua komponen utama ekonomi Indonesia itu terpengaruh suku bunga tinggi serta optimisme konsumen yang menurun di tengah perlambatan global dan penurunan harga komoditas.

“Net ekspor juga diperkirakan tidak akan setinggi tahun ini karena ekspektasi perlambatan ekonomi dunia dan moderasi harga komoditas,” ujarnya. 

Core Indonesia juga melihat perlambatan akan terjadi pada pertumbuhan konsumsi dan investasi pada tahun depan. Lembaga ini memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4,5% hingga 5% pada 2023. 

Bekal Indonesia: UU PPSK hingga Dicabutnya Status PPKM

Meski ekonomi dunia gonjang-ganjing, Indonesia jauh dari resesi ekonomi seperti yang diprediksi IMF terjadi pada sepertiga ekonomi dunia. Beberapa capaian perekonomian pada 2022 diharapkan membantu kondisi ekonomi 2023. 

“Pilar makroekonomi kita adalah neraca pembayaran, APBN, moneter, dan pertumbuhan sektor riil. Ini coba kami terus perbaiki memasuki 2034 yang seperti Pak Presiden sampaikan, semakin sulit diprediksi,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani. 

Kinerja perekonomian Indonesia sepanjang 2022 memang cukup menjanjikan. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di atas 5%, neraca pembayaran diramal surplus ditopang surplus neraca perdagangan yang sudah mencapai US$ 50 miliar, dan defisit APBN lebih kecil dari perkiraan berkat penerimaan negara yang melampaui target. 

Namun, pemerintah tak lantas memiliki kepercayaan diri penuh memasuki 2023. Selain memastikan ekonomi stabil tahun ini, pemerintah juga menyiapkan perbekalan agar kinerja ekonomi tetap solid pada tahun depan. 

Sri Mulyani antara lain menyisihkan dana cadangan dari sisa lebih penggunaan anggaran atau Silpa 2022. Ia menyebut, total yang disiapkan minimal Rp 200 triliun. 

Bekal lainnya adalah Undang-undang Penguatan dan Pengembangan Sistem Keuangan (PPSK). Sri Mulyani dalam kesempatan yang berbeda menekankannya pentingnya UU PPSK di tengah situasi sulit ekonomi saat ini. 

Kepala Ekonom David Sumual juga setuju dengan pendapat Sri Mulyani. Meski kondisi ekonomi dan sistem keuangan Indonesia saat ini cukup baik, antisipasi tetap dibutuhkan.

"Memang kita perlu mengantisipasi skenario terburuk jika terjadi krisis, karena ternyata kemarin saat pandemi, kita sempat tergagap-gagap juga, maka kita membuat perpu dan lainnya ," ujar David  kepada Katadata.co.id. 

Menurut dia, UU PPSK dapat menjadi landasan baru yang penting dalam mencegah dan menangani krisis keuangan. Aturan ini juga mampu membangun kepercayaan pasar di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.

Meski demikian, David menegaskan kondisi Indonesia saat ini cukup bagus sehingga sebenarnya jauh dari potensi resesi hingga krisis keuangan.

Adapun pemerintah juga resmi mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai Jumat (30/12). BI menilai pencabutan kebijakan ini berpeluang mendongkrak konsumsi masyarakat pada 2023, yang memiliki kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi.

"Kami akan memantau dampak dari mobilitas ini setelah PPKM. Kalau konsumsi bisa meningkat dengan adanya pencabutan PPKM, tentu saja pertumbuhan ekonomi akan cenderung ada di sekitar 5%," kata Perry.

Namun, Kepala Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution melihat perubahan status tersebut tidak akan signifikan mempengaruhi ekonomi Indonesia pada 2023. "Karena setelah penularan Covid-19 semakin menurun (beberapa bulan terakhir), sebetulnya aktivitas masyarakat juga relatif normal," ujarnya.

"Kami akan memantau dampak dari mobilitas ini setelah PPKM, kalau konsumsi ini bisa meningkat dengan adanya pencabutan PPKM, tentu saja pertumbuhan ekonomi kita akan cenderung ada di sekitar 5%," kata Perry.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement