• Baterai kendaraan listrik jenis lithium iron phosphate (LiFePO4/LFP) kian kompetitif dibandingkan baterai berbasis nikel seperti lithium nickel cobalt aluminum oxide (NMA) dan lithium nickel manganese cobalt oxide (NMC).
  • Minimnya penggunaan mineral kritis membuat harga LFP berada di kisaran US$ 131/kWh, lebih murah sekitar US$ 22/kWh daripada NMC532. 
  • Isu etik seperti pelaksanaan ESG dan responsible mining mewarnai pasar baterai kendaraan listrik. 

Studi terbaru yang dilakukan Rocky Mountain Institute (RMI), organisasi nirlaba asal Amerika Serikat, yang berkolaborasi dengan Bezos Earth Fund menunjukkan kendaraan listrik segera merajai pasar kendaraan penumpang atau kendaraan pribadi. Laporan itu menyebutkan, penjualan kendaraan listrik akan mengambil porsi dua pertiga dari total penjualan kendaraan secara global pada 2030 mendatang.

Studi itu juga menyebut penjualan kendaraan listrik (EV) tumbuh mengikuti kurva S. "Terdapat pola pertumbuhan eksponensial yang jelas untuk penjualan EV, yang didominasi oleh Tiongkok dan Eropa Utara dan didorong oleh kebijakan," dikutip dari laporan yang dipublikasikan pada Senin (18/9).

Salah satu yang disorot dari studi tersebut adalah harga paket baterai lithium-ion yang kian kompetitif setelah pengembangan baterai berbasis lithium iron phosphate (LiFePO4/LFP). Di pasar kendaraan listrik, baterai lithium yang sudah masuk ke dalam pasar adalah lithium nickel cobalt aluminum oxide (NMA), lithium nickel manganese cobalt oxide (NMC) dan lithium iron phosphate (LFP).

Laporan itu menyebutkan apabila tantangan soal baterai - mencakup harga, daur ulang dan ketersediaan bahan bakunya - dapat teratasi, maka prediksinya kendaraan listrik akan mencapai 62% sampai 86% penjualan kendaraan secara global pada 2030.

Berdasarkan perhitungan Badan Energi Internasional (IEA), sampai 2022 penggunaan NMC tetap dominan dengan pangsa pasar mencapai 60%, disusul LFP sebesar 30% dan NCA sekitar 8%. IEA memproyeksikan penggunaan LFP terus meningkat.

Kontribusi Kendaraan Listrik Kurangi Emisi Transportasi
Kontribusi Kendaraan Listrik Kurangi Emisi Transportasi (Katadata)

Keunggulan LFP Menurut Pasar Global

Dalam laporan Global EV Outlook 2023, IEA menyebutkan permintaan baterai LFP mencapai titik tertinggi yang pernah ada, dipimpin oleh Tiongkok. "Sekitar 95% baterai LFP digunakan kendaraan yang diproduksi di Cina dengan permintaan dari Tesla menyumbang 15% dari seluruh pasar," bunyi laporan yang dipublikasikan pada April 2023 itu.

Adapun permintaan Tesla terhadap baterai LFP meningkat dari 20% pada 2021 menjadi 30% pada 2022. Selain itu, sekitar 85% mobil Tesa yang ditanamkan teknologi baterai LFP diproduksi di Cina, sisanya diproduksi di Amerika Serikat dengan sel yang diimpor dari Tiongkok. Ini sejalan dengan komitmen Tesla pada 2021 yang akan menanamkan LFP pada semua jenis kendaraannya di segala level.

Diperkirakan lebih dari 95% heavy-duty trucks yang diproduksi di Tiongkok menggunakan baterai LFP. Tak hanya Tesla, beberapa produsen kendaraan listrik berjenis truk yang diproduksi di Eropa dan Amerika seperti Daimler Truck --anak usaha Mercedes-Benz Trucks, Motiv, dan Volvo Trucks juga mulai meninggalkan NMC dan beralih ke LFP.

Tren Penggunaan LFP dalam Kendaraan Semi Berat 2018-2020
Tren Penggunaan LFP dalam Kendaraan Semi Berat 2018-2020 (IEA)

Menurut CEO Mercedes-Benz Trucks (Daimler Truck) Karin Rådström, peningkatan teknologi LFP yang dapat mengatasi persoalan densitas energi membuatnya dapat mengandalkan LFP untuk kendaraan seperti truk. Truk listrik keluaran Daimler yang siap meluncur ke pasar pada 2024, eActros 300, sepenuhnya menggunakan LFP dan disebut dapat menempuh jarak 300 mil (482,803 km) dalam satu kali pengisian daya selama 30 menit.

Direktur Contemporary Amperex Technology Co. (CATL) Neil Yang mengatakan jika dibandingkan dengan NMC atau NCA, LFP memiliki densitas yang relatif rendah. "Tetapi cukup tahan lama untuk bertahan selama 10 ribu siklus dan jauh lebih aman untuk menggunakan 100% kapasitas baterainya," kata dia dikutip dari Reuters.

CATL merupakan produsen utama baterai LFP dari Tiongkok yang menguasai 49% pasar baterai kendaraan listrik global menurut Bloomberg. Klien CATL adalah Tesla, Volkswagen, BMW (BMWG.DE), Ford, Daimler dan Phoenix Motor.

LFP memiliki keunggulan dari segi harga karena tidak banyak menggunakan mineral kritis. Berbeda dengan kobalt dan nikel yang digunakan sebagai pembentuk NMC, yang merupakan golongan mineral kritis dengan ketersediaan yang semakin terbatas di dunia. Adapun komposisi LFP dalam presentase digambarkan dalam diagram di bawah ini.

 

Laporan IEA menyebutkan harga nikel melonjak pesat hingga mencapai dua kali lipat dari rata-rata tahun 2015-2020 pada 2022. Sedangkan harga kobalt sangat fluktiatif karena dipengaruhi berbagai sentimen mengenai pelanggaran hak asasi manusia di Rusia dan Republik Demokratik Kongo.

Harga lithium pada 2022 ikut meningkat enam kali lipat dibandingkan harga rata-rata sepanjang 2015-2020. Namun, karena LFP nihil mineral kritis seperti nikel atau kobalt, harganya per unit kapasitas energi relatif lebih murah daripada NMC yang mencatat kenaikan rata-rata 15% pada 2022.

Menurut data Fastmarkets, pada Maret 2023 harga LFP sebesar US$ 131 per kilo-Watt jam (kWh), lebih murah sekitar US$ 22 per kWh daripada NMC532. Sedangkan sepanjang 2022, tren harga menunjukkan harga LFP cenderung stabil sementara harga NMC dan NCA cenderung terus menanjak.

Proyeksi Harga Baterai Lithium setelah Penetrasi LFP ke Pasar
Proyeksi Harga Baterai Lithium setelah Penetrasi LFP ke Pasar (IEA, BNEF)

Mengutip Forbes, baterai LFP dianggap lebih aman daripada NMC yang sangat rentan terbakar dan meledak. Berbagai penarikan dilakukan oleh produsen-produsen kendaraan listrik yang menyematkan teknologi baterai NMC, salah satunya karena rawan terbakar ketika terkena suhu tinggi atau pengisian daya yang berlebihan.

Salah satu yang melakukan penarikan besar-besaran adalah Chevrolet Bolt yang menggunakan NMC622 (Nikel 60%; Mangan 20%; Kobalt 20%). Mengutip dari Reuters, penarikan ini dilakukan karena baterai yang mudah terbakar dan meledak pada suhu tinggi dan menimbulkan risiko bagi penggunanya.

Menurut Founder dan CEO Trontek, Samrath Kochar, mengutip dari The Times, baterai LFP memiliki toleransi temperatur yang lebih tinggi dibandingkan NMC. "Baterai ini dapat bekerja pada suhu minus 4,4 derajat Celcius sampai 70 derajat Celcius," kata dia.

Selain itu, riset yang dilakukan oleh Yuliya Preger dan timnya yang dipublikasikan dalam Journal of the Electrochemical Society 2020, menyebutkan LFP memiliki daya pakai (lifespan) yang lebih panjang daripada NMC atau NCA. Dalam riset itu, Yuliya menggunakan satuan equivalent full cycle (EFC).

Hasilnya, baterai LFP memiliki rentang lifespan antara 2.500 sampai 9.000 EFC. Sedangkan NCA memiliki rentang lifespan 250 sampai 1.500 EFC, dan NMC memiliki rentang 200 hingga 2.500 EFC. Menurut Samrath, ini menunjukkan daya tahan LFP yang lebih kuat dan berpengaruh pula terhadap harga.

Halaman:
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement