- Satelit Merah Putih-2 membawa transponder aktif frekuensi C-band dan Ku-band, yang akan menjangkau seluruh area Indonesia.
- Lompatan teknologi bisa mengakselerasi program transformasi besar Telkom menghadapi tren pelemahan bisnis telekomunikasi dunia.
- Bisnis satelit diperkirakan semakin kompetitif. Salah satu yang perlu diwaspadai oleh para operator seluler termasuk Telkom yakni Starlink.
[Laporan langsung dari Florida, Amerika Serikat]
Tiga…dua…satu…! Roket Falcon 9 setinggi 70 meter melesat membelah langit sore Florida, Amerika Serikat, yang cerah. Dari kejauhan, gumpalan asap putih dari mesin pembakaran roket tampak membubung tinggi.
Sesuai rencana, pada Selasa (20/2) sore lalu pukul 15.11 waktu setempat atau Rabu (21/2) subuh pukul 03.11 Waktu Indonesia Barat, Satelit Merah Putih-2 diantar oleh roket keluaran SpaceX milik biliuner Elon Musk menuju orbitnya.
Dalam hitungan detik, deru getar mesin pendorong roket menjalar ke the Lounge HangarX, yang berjarak sekitar lima kilometer dari tempat peluncuran. Di tempat inilah para tamu VIP berkumpul untuk menyaksikan salah satu momen bersejarah itu.
Tepuk tangan riuh mengiringi perjalanan Merah Putih-2. Satelit terbaru milik PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. ini melesat ke angkasa, menuju orbitnya di 113 derajat Bujur Timur. Semua proses diperkirakan selesai pada 27-28 Maret. Sehingga akan bisa beroperasi kurang dari sebulan lagi.
“Ini milestone penting bagi Telkom Group, khususnya dalam mendukung pemerataan akses konektivitas di seluruh Indonesia bahkan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar),” ujar Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah di Cape Canaveral, Florida.
Ririek menambahkan, keberadaan satelit Merah Putih-2 juga menjadi fondasi yang memperkuat portofolio bisnis Satelit Telkom Group yang dijalankan oleh Telkomsat. Inilah satelit ke-11 sekaligus satelit pertama Telkom Group dengan teknologi High Throughput Satellite (HTS) yang juga dikenal dengan sebutan broadband satellite.
Dengan kapasitas hingga 32 gigabyte per detik (Gbps), Satelit Merah Putih-2 membawa transponder aktif frekuensi C-band dan Ku-band, yang akan menjangkau seluruh area Indonesia. Sebelumnya Telkom telah meluncurkan Satelit Merah Putih pada 2018 yang menempati slot orbit 108 BT.
Pemilihan Dua Mitra Telkomsat
Direktur Utama Telkomsat Lukman Hakim Abd. Rauf menjelaskan, Satelit Merah Putih-2 mengandalkan platform Spacebus 4000B2 dengan usia desain 15 tahun yang dibuat oleh Thales Alenia Space (Prancis). Adapun roket Falcon 9 dimiliki oleh SpaceX, yang dapat digunakan berulang sampai sepuluh kali pemakaian, sehingga lebih irit biaya.
Kedua perusahaan tersebut merupakan pemain besar dunia dan sudah berpengalaman dengan proyek satelit Telkom sebelumnya. “Proses pemilihan mereka telah dilakukan sesuai asas kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang baik,” ujar Lukman dalam konferensi pers di Florida, Amerika Serikat.
Roket Falcon 9 pertama kali meluncur ke angkasa pada 3 Juni 2021, dan pernah dua kali menjalankan misi membawa astronot. Peluncuran Merah Putih-2 ini, kata Direktur SpaceX Omar Kunbargi, “ Akan menjadi misi Falcon ke-16 di sepanjang 2024.”
Kerja sama Telkomsat dengan Thales sebelumnya juga dilakukan dalam pengadaan satelit Telkom-3 dan Telkom-3S. Tak hanya itu, VP Telecom Project Thales, Remy Le Thuc, menjelaskan, BUMN Prancis ini juga sudah menjalin kerja sama dengan pihak Indonesia lainnya, yakni untuk satelit SATRIA milik pemerintah dan Palapa-D milik Indosat.
Dari aspek bisnis, Lukman menjelaskan, proses pemilihan mitra pun telah mempertimbangkan biaya per Gbps yang paling rendah. “Sehingga menghasilkan satelit dengan kapasitas lebih besar dengan harga jual yang kompetitif.”
Thuc menambahkan, teknologi HTS yang dimiliki oleh Merah Putih-2 akan menyediakan layanan internet broadband dengan kapasitas yang jauh lebih besar dibandingkan satelit konvensional non-HTS yang ada di Indonesia. Karena itu, “Merah Putih-2 akan mengakselerasi pemanfaatan infrastruktur digital di Indonesia,” ujarnya.
Transformasi Bisnis Telkom
Berbekal kelebihan yang dimilikinya, satelit pita lebar Merah Putih-2 di mata Direktur Wholesale & International Service Telkom Bogi Witjaksono, setidaknya membawa tiga misi. Pertama, meningkatkan ketahanan infastruktur digital nasional melalui pemerataan konektivitas di seluruh Indonesia, hingga daerah terpencil bahkan lautan.
Kedua, mengamankan dan mempertahankan slot orbit Indonesia di 113 BT yang kosong. Ketiga, memperkuat portofolio bisnis satelit Telkom melalui peningkatan kapasitas internal dari 10 Gbps (Satelit Telkom 3S dan Satelit Merah Putih) menjadi 42,4 Gbps.
Satelit yang akan berada di angkasa Kalimantan ini, kata Bogi, sesungguhnya dapat mencakup sepertiga dari bumi. “Cuma, dalam konteks demand yang kami sasar, kami batasi sampai wilayah Indonesia secara keseluruhan.”
Bagi Telkom, lompatan teknologi ini bisa mengakselerasi program transformasi besar yang sedang digulirkan Ririek sejak pertengahan 2022. Kecepatan transformasi dan bisnis diperlukan mengingat adanya tren pelemahan kinerja bisnis telekomunikasi dunia selama lebih dari satu dekade terakhir.
Sejak 2010 tercatat margin laba (Ebitda) industri telekomunikasi dunia terus merosot Hal ini seiring dengan tingkat pertumbuhan pendapatan bisnis layanan mobile yang relatif kian terbatas, bahkan minus satu persen per tahun. Juga tingkat pengembalian modal investasi (ROIC) yang terus menyusut.
Belum lagi kapitalisasi pasar dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi global yang kian tergerus oleh perusahaan-perusahaan teknologi raksasa dunia. Sementara, kebutuhan investasi atau belanja modal (capex) kian bengkak, yakni naik tiga persen per tahun, seiring dengan ledakan kebutuhan data.
Oleh karena itu, Telkom sudah sejak pertengahan 2022 mencanangkan lima langkah inisiatif (five bold moves) untuk menggenjot mesin pertumbuhannya. Langkah strategis ini dipandang perlu, mengingat seperti disampaikan Ririek dalam sejumlah kesempatan, Telkom dituntut tidak hanya menghasilkan pertumbuhan dividen, tapi juga meningkatkan valuasi perusahaan.
Program Konektivitas Digital
Dalam konteks itu, keberadaan satelit broadband Merah Putih-2, dapat menjadi akselerator transformasi bisnis Telkom, khususnya yang terkait dengan program konektivitas digital. Salah satunya melalui strategi fixed mobile convergence (FMC), yang mengintegrasikan bisnis layanan saluran tetap (fixed) dan bergerak (mobile).
Dalam hal ini, keberadaan Satelit Merah Putih-2 diharapkan dapat memperluas basis layanan mobile broadband atau layanan internet yang berasal dari jaringan seluler di berbagai wilayah nusantara.
Dengan demografi Indonesia yang terdiri dari 17 ribu pulau, tak semua area memang mudah dijangkau. Infrastruktur kabel optik (fiber optic) dan jaringan telepon tetap nirkabel (fixed wireless access) memiliki daya jangkau terbatas. Karena itu, dibutuhkan satelit yang dapat menjangkau daerah terpencil.
“Telkom meyakini, pemerataan akses informasi dapat mengakselerasi digitalisasi masyarakat di berbagai aspek,” kata Ririek.
Keberadaan Satelit Merah Putih-2 juga sejalan dengan strategi Telkom yang tengah mengoptimalkan potensi dan meningkatkan valuasi infrastruktur telekomunikasi yang dimiliknya. Melalui pembentukan InfraCo, infrastruktur telekomunikasi Telkom tidak lagi hanya untuk kepentingan internal grup, juga dapat dimanfaatkan perusahaan atau industri lainnya.
Satelit Merah Putih-2 dalam juga bisa dimanfaatkan oleh para operator seluler dan VSAT (stasiun penerima sinyal dari satelit). Meskipun, berbeda dari satelit sebelumnya yang lebih ditujukan untuk kepentingan komunikasi atau suara, Merah Putih-2 lebih ditujukan untuk perluasan konektivitas broadband, khususnya data.
Sehubungan dengan itu, sebagian besar kapasitas satelit ini akan digunakan sebagai backhaul atau transmisi sinyal data. Ini berarti yang akan menjadi pelanggan utama Satelit Merah Putih-2 adalah para operator VSAT, selain dari kalangan industri lainnya seperti pertambangan.
Regulasi Bisnis Satelit
Total investasi Telkom untuk Satelit Merah Putih-2 mencapai sekitar Rp 3,5 triliun, dengan waktu pembuatan satelit dua tahun sejak 2021. Lukman optimistis prospek bisnisnya akan cerah, mengingat sudah cukup banyak pihak yang tertarik untuk menyewa. “Lima di antaranya sudah siap menandatangani kontrak dalam waktu dekat,” ujarnya.
Apalagi seperti diperkirakan Bogi, kebutuhan bandwith atau kapasitas internet untuk pengiriman data, secara umum dari tahun ke tahun terus meningkat hampir dua kali lipat. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan layanan Over The Top (OTT) alias tayangan konten via internet yang terus meningkat.
Faktanya, kata Bogi mencontohkan, untuk layanan broadband satelit Satria, awalnya untuk satu titik, kecepatan internetnya hanya dua mbps. Tapi dalam waktu kurang dari setahun, sudah meningkat menjadi 8 mbps. Bahkan sekarang sudah naik menjadi 16 mbps. “Sehingga mau tidak mau, satelit harus mengambil porsi di dalam pemerataan digital di Indonesia.”
Bisnis satelit ini diperkirakan semakin riuh dan kompetitif. Salah satu tantangan yang perlu diwaspadai oleh para operator seluler termasuk Telkom yakni keberadaan Starlink. Perusahaan penyedia layanan internet berbasis satelit ini milik Elon Musk, yang dikabarkan akan masuk ke kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Starlink dan Merah Putih memang berbeda posisinya. Merah Putih-2 berada di orbit GEO (Geostationary Earth Orbit) artinya 36 ribu km di atas permukaan laut, sedangkan Starlink di LEO (Low Earth Orbit) di kisaran 400 km di atas permukaan laut.
Dengan perbedaan lokasi itu, waktu tempuh atau latensi perjalanan sinyal Starlink lebih cepat ketimbang Satelit Merah Putih-2. Meski begitu, biayanya lebih mahal. Karena itu, Ririek mengatakan masing-masing memiliki segmen pasar tersendiri. “Tergantung pelanggan butuh yang mana?” ujarnya.
Meski begitu, ia mengingatkan kehadiran satelit LEO ini perlu diwaspadai. Mengingat, kemampuannya menyediakan layanan secara langsung dari satelit ke telepon seluler, tanpa melalui operator telekomunikasi. “Ancaman bagi kita, bisa di by-pass dari handphone langsung ke satelit LEO, lalu ke tempat lain di luar Indonesia,” ujarnya. “Saya rasa itu perlu diantisipai.”
Dalam hal ini, Ririek pun mewanti-wanti, yang perlu diperhatikan pemerintah tidak hanya menyangkut aspek bisnis. Tapi juga aspek regulasi. “Karena ini menyangkut kedaulatan negara.”